Mgr Paulinus Yan Olla MSF: Tinggal Bersama untuk Memenangkan Hati

460
Mgr Paulinus Yan Olla MSF.
[NN/Dok.Panitia]
3.2/5 - (5 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Kalau ingin memenangkan hati mereka maka harus hidup bersama mereka. Saat ini, Gereja di sana masih pada tahap menanam.

Umat Katolik berlatar belakang Suku Dayak Agabag, mereka menggereja dalam Paroki Maria Bunda Karmel Mansalong, Kalimantan Utara. Sebagai sebuah komunitas kecil mereka hidup dalam ikatan kekeluargaan yang erat. Bagaimana Keuskupan Tanjung Selor berusaha memperhatikan mereka, berikut petikan wawancara dengan Uskup Tanjung Selor, Mgr Paulinus Yan Olla MSF.

Apa kekhasan yang dimiliki oleh umat Katolik di kalangan Suku Dayak Agabag?

Suku Dayak Agabag mereka adalah bagian dari Indonesia. Mereka hidup dalam ikatan kekerabatan yang kental. Diantara mereka yang akhirnya menjadi Katolik, mereka terkesan dengan para misionaris yang berkarya di sana. Sampai saat ini, yang membuat mereka bertahan dalam iman Katolik adalah pelayanan yang tetap dapat mereka rasakan dan alami dari para misionaris dan juga dari para imam yang berkarya di sana.

Pelayanan para misionaris ini misalnya dalam bidang pendidikan, sosial, dan pastoral. Saat ini, melalui pendidikan kepada muda-mudi di sana, kesadaran sebagai umat ingin ditumbuhkan, kepedulian dan keterlibatan umat dalam kehidupan menggereja.

Bagaimana kehidupan sosial umat di sana?

Di dalam masyarakat di sana, masih ada anggapan bahwa anak perempuan sebagai sumber pendapatan, pembawa kemakmuran. Pernikahan dini menjadi keprihatinan di sana. Anak-anak yang masih usia remaja kadang sudah dinikahkan.

Di antara mereka sebenarnya banyak yang masih bermimpi dan bercita-cita untuk dapat melanjutkan pendidikan, bahkan punya mimpi untuk sekolah sampai jenjang S2. Melalui orang semacam ini bisa dirombak persepsi soal perempuan ini.

Gereja berjuang agar anak tidak dinikahkan dini. Dengan katekese dan penyadaran, kami berusaha untuk membuka kesempatan bagi semakin banyak orang untuk mendapatkan akses pendidikan yang lebih baik.

Apakah pendidikan menjadi salah satu strategi dalam pendewasaan iman dan kehidupan umat di sana?

Pemerintah sebenarnya berhasil dalam bidang pendidikan, mereka menjamin pendidikan anak sampai tingkat SMA. Tetapi motivasi belajar dikalangan siswa masih rendah.

Dalam pertemuan dengan gubernur, disampaikan bahwa ada alokasi anggaran untuk Gereja dari pemerintah untuk pendidikan. Saat ini keuskupan berusaha untuk mengoordinir agar alokasi ini kita dapatkan setiap tahun.

Keuskupan berinisiatif mengirim mereka keluar dari daerahnya untuk menempuh pendidikan di sana. Keuskupan bekerjasama dengan beberapa sekolah di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Mereka dikirim untuk bersekolah di sana sampai tingkat SMA ada juga yang sampai jenjang S1 bahkan ada yang sedang didorong untuk dibantu melanjutkan sampai S2. Selain itu ada kelompok umat dari Jakarta yang juga membantu pendidikan beberapa anak. Semua mereka kami dorong untuk nantinya dapat mengabdi di daerah asalnya.

Saat ini masih ada persepsi bahwa keuskupan adalah sumber uang. Hal ini terlihat misalnya, dari adanya proposal yang masuk ke keuskupan untuk tujuan penyelesaian tugas akhir kuliah. Seakan keuskupan harus berjuang untuk membantu mereka.

Kadang orangtua juga malah menjadi penghambat, misalnya ada satu contoh, ada seorang katekis yang setelah lulus dilarang mengabdi sebagai katekis. Jadi, ia pun harus berusaha untuk menyadarkan orangtuanya terlebih dahulu sebelum dapat berkarya sebagai seorang katekis.

Bagaiman relasi umat Katolik dengan umat agama atau Gereja lain?

Kadang ada persaingan antara Katolik dan Protestan. Di dalam masyarakat dan juga pemerintahan, kami berusaha memperjelas status ini. Karena selama ini ada anggapan bahwa antara Katolik dan Protestan sebenarnya tidak berbeda. Status ini harus jelas, dimulai dari pemerintah.

Hal ini nantinya akan berimplikasi pada alokasi anggaran pemerintah. Agar Katolik mendapat perhatian sebagai suatu lembaga keagamaan yang mandiri. Jadi jangan sampai pemerintah berpikir antara Katolik dan Protestan sama saja.

Dalam perjumpaan dengan gubernur dibuat kesepakatan, bahwa proposal dari Katolik kalau tidak ada tanda tangan dari uskup, maka tidak akan dilayani. Semua paroki yang ingin mengajukan proposal kepada pemerintah akan melalui satu pintu.

Adakah nilai-nilai budaya dalam Suku Dayak Agabag yang menjadi pintu masuk bagi iman Katolik untuk dapat berkembang di kalangan masyarakat ini?

Hal ini sangat menarik, mereka sangat kuat dalam kekerabatan dan kekeluargaan. Mereka juga sangat mendengar ketua adat dalam kehidupan bersama. Setiap ada kegiatan di kampung-kampung imam selalu terlibat. Hendaknya, hal ini dipelihara terus. Kalau ingin memenangkan hati mereka maka harus hidup bersama mereka.

Ketika ada suatu masalah, setelah diselesaikan secara adat, maka hal itu tidak boleh diungkit-ungkit lagi. Dengan memahami hal ini, imam dapat masuk dalam kehidupan umat dan berusaha memenangkan hati mereka. Bahwa kita adalah bagian dari mereka. Setelah itu dapat membuat suatu penyadaran dari dalam.

Apakah ada pastoral dan perhatian khusus dari Keuskupan untuk umat di sana (Umat Katolik Dayak Agabag Paroki Maria Bunda Karmel Mansalong)?

Saat ini kita masih pada tahap menanam. Pada generasi berikutnya kita baru bisa mengharapkan mereka dapat berbuat lebih banyak untuk Gereja. Diperlukan pastor yang rela berkorban yang tak segera mengharapkan hasil tapi harus lebih bersabar.

Keuskupan masih mensubsidi dalam semua bidang. Masih dibutuhkan katekese dalam semua bidang. Umat pelan-pelan harus dibawa untuk terlibat dalam kehidupan menggereja.

Tidak ada perbedaan antara umat Katolik asli dan pendatang. Mereka dapat hidup berdampingan dengan rukun. Sering terjadi, pendatang dari Flores justru menjadi pewarta bagi penduduk asli tentang iman Katolik.

Mengingat tempat mereka hidup yaitu di daerah perbatasan, apakah ada catatan-catatan khusus untuk hal ini?

Di pemerintahan Presiden Jokowi, daerah perbatasan mendapat prioritas dalam pembangunan. Saat ini jalan dan prasarana penunjang lain telah mengalami kemajuan yang pesat. Dalam pembangunan fisik, daerah perbatasan mendapat prioritas khusus dari pemerintah. Sedapat mungkin Gereja berusaha bersinergi dengan pemerintah, sehingga kita juga dapat memanfaatkan kemudahan-kemudahan ini bagi perkembangan umat.

Pemerintah sangat percaya kepada Katolik karena kemampuan kita dalam mengorganisir diri. Meski umat tersebar, namun semua dapat bersatu sebagai sesama umat beriman. Sebagai contoh, pemerintah memilih mengadakan sosialisasi pemilihan umum di keuskupan, karena mereka meyakini kalau diadakan di sana pasti dapat berjalan dengan baik.

Apa harapan Bapa Uskup untuk Gereja yang tumbuh di tengah Masyarakat Suku Dayak Agabag?

Harapan saya secara umum, mereka umat Katolik dari Suku Dayak Agabag bangga menjadi diri mereka sendiri. Mereka juga bangga memiliki identitas kebangsaan sebagai bangsa Indonesia. Dengan demikian mereka tidak minder dengan budayanya sehingga harus impor budaya dari luar. Mereka hendaknya yakin, bahwa di dalam budaya mereka sendiri terkandung nilai-nilai yang tinggi. Mereka harus bangga menjadi anak dari daerah asalnya dan jangan sampai mereka kehilangan identitas.

Saya juga mengundang siapa saja dari luar Keuskupan Tanjung Selor, yang terketuk hatinya untuk mau menyumbangkan potensi, dana, bahkan tenaga. Kami terbuka bagi mereka untuk terlibat dalam kehidupan menggereja di Keuskupan Tanjung Selor.

 

Antonius Eko Sugiyanto

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here