Pastor Antonius Binsasi SVD : Cinta di Negeri Minyak dan Berlian

1610
Pastor Antoin bersama anak-anak misdinar.
[NN/Dok.Pribadi]
3.2/5 - (5 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Empat kali parokinya disantroni maling. Bila nahas, bukan hanya barang , nyawa pun bakal melayang. Kendati mengalami beragam tantangan, dia justru mencintai medan misinya.

Pintu kamar Pastor Antonius Binsasi SVD diketuk dari luar. Begitu pintu dibuka, pastor kepala paroki berdiri di hadapannya dan berkata, pencuri mengambil tiga dari enam domba milik pastoran. Kedua imam Serikat Sabda Allah (Societas Verbi Divini, SVD) itu lantas bergegas meninggalkan pastoran. Mereka menyusuri jalan setapak di belakang pastoran sembari berharap menemukan ternak itu. Hasilnya nihil.

Selang beberapa hari, orang tak dikenal kembali menyatroni pekarangan Paroki Sâo Vicente Nzeto. Paroki yang berada reksa pastoral Keuskupan Mbanza Congo merupakan medan misi perdana Pastor Antoin, panggilannya, sejak menginjakkan kaki di Angola, Afrika, pada 25 Mei 2015.

Belakangan baru diketahui, orang tak dikenal itu merupakan pencuri domba yang sama pada beberapa waktu lalu. Dia datang lagi untuk mencuri domba yang tersisa. Namun, aksinya kali ini gagal lantaran pastor kepala paroki mengamankan ternak-ternak tersebut di rumah katekis. “Bayangkan, saya belum sampai dua bulan tinggal di paroki itu sudah terjadi dua kali upaya pencurian,” ujar Pastor Antoin, seraya menggelengkan kepala.

Disatroni Maling
Pencoleng terus berulah. Tahun lalu, kenang imam yang menerima tahbisan imamat pada 2013, pencuri mencungkil genteng dapur pastoran. Dia hendak mencuri tabung gas. Namun, aksinya keburu dicium pastor kepala paroki. Dia sengaja membuka kran air dan menekan tombol flush jamban. Pencoleng kaget mendengar suara air dari kamar mandi. Dia buru-buru ngibrit dari atap.

Pagi harinya, Pastor Antoin bersama kepala paroki melihat beberapa genteng telah tanggal dari kerangka atap. Kepala paroki meminta Pastor Antoin untuk memasang terali di seluruh ruangan pastoran. “Bila orang baru datang ke rumah kami, pasti akan menganggap kami tinggal seperti di penjara,” ujarnya, ketika ditemui di Bekasi, Jawa Barat, Rabu, 8/8.

Meski seluruh ruangan telah berjeruji, pencuri masih menyatroni dan menggasak aki genset pastoran. Kasus pencurian atau perampokan, menurut imam kelahiran 14 Agustus 1983 itu, kerap terjadi di sana. Dia mensinyalir, salah satu penyebab tingginya tingkat kejahatan di sana karena mental masyarakat untuk bekerja masih rendah.

Tanah di Angola menurut Pastor Antoin terbilang cukup subur. Namun, tak banyak orang mau menggarap lahan miliknya. Jika pun ada yang pergi dan mengolah kebun, jangan mengira lahan yang mereka kerjakan itu luas. “Bagi saya, mereka menggarap petak bukan kebun. Sebab, dalam benak saya sebagai anak petani, kebun yang biasa digarap oleh masyarakat di kampung saya luasnya paling sedikit seratus meter persegi, bukan beberapa meter seperti di sini,” ujarnya, membandingkan.

Kebiasaan tak baik itu menjadi perhatian serius paroki. Gereja berusaha untuk mendongkrak mental umatnya agar rajin. Usaha yang dilakukan oleh para pastor adalah menyisipkan wejangan dalam khotbah-khotbah mereka dalam setiap Perayaan Ekaristi. Namun, praktik tersebut dirasakan Pastor Antoin belum cukup. Dia harus juga berbuat sesuatu. Maka, dengan bantuan satu karyawan paroki, Pastor Antoin menggarap kebun pastoran setiap hari.

Di atas area seluas 240 meter persegi itu, Pastor Antoin menanam terong, sawi, kol, cabe, bawang bombai, wortel, tomat, kacang panjang, pisang, jeruk, pepaya, dan markisa. Belum genap dua tahun mereka mengolah kebun itu, menurut imam asal Kefamenanu, Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur, sudah beberapa kali pastoran menikmati hasil kebun sendiri.

Tantangan Lain
Tantangan lain karya misi di sana adalah medan pastoral. Jalanan beraspal, kata Pastor Antoin, hanya di jalan arteri. Selebihnya jalanan di sana dibungkus oleh tanah merah. Sehingga bila hujan turun kendaraan sulit menjangkau wilayah pedalaman. Rencana kunjungan ke umat bisa batal.

Saat seperti itu, motor menjadi andalan. Meski keselamatan dan keamanan jiwa lebih terjamin bila melaju dengan kendaraan roda empat. Mengingat kasus perampokan kendaraan cukup tinggi di sana. Apalagi senjata tajam dan senjata api tak sulit didapat dan digunakan di sana. Maka doa para petugas pastoral di sana nyaris serupa, semoga tak hujan saat akan dan kembali dari kunjungan ke umat.

Ada satu kisah, kenang Pastor Antoin, saat dirinya bersama satu katekis berkunjung ke umat di stasi terjauh, sekitar 120 kilometer dari pusat paroki. Di tengah perjalanan, awan tiba-tiba berubah menjadi gelap. Hujan bakal segera turun.

Pastor Antoin dilematis. Bila memaksa untuk pergi bisa dipastikan dia tertahan di tengah perjalanan. Tanah liat “mengunci” roda-roda mobilnya. Namun, bila dia mengurungkan niat, dia merasa kasihan kepada umat yang menantikan kehadiran dan pelayanannya.

Pastor Antoin memohon kepada Tuhan agar hujan tak membatalkan atau menyulitkan kunjungannya ke umat. Tuhan ternyata mendengarkan doa hambanya itu. Ada kejadian luar biasa dalam perjalanannya kembali ke pastoran. Saat menoleh kebelakang, Pastor Antoin menyaksikan hujan membuntutinya. Seolah-olah kejadian alam itu mengawal perjalanannya.

Hujan baru jatuh merata begitu Pastor Antoin tiba di pastoran. “Kejadian itu semakin memupuk iman saya. Bila kita punya niat untuk memenuhi kerinduan umat akan pelayanan, Tuhan pasti akan mengabulkan,” ujarnya.

Pastor Antoin mengakui, karya misi terus hidup di sana tak lepas dari kehadiran dan jasa para katekis. Mereka selalu hadir di tengah umat, memberikan pengajaran dan pelatihan, serta memimpin ibadat selama tak ada kunjungan pastor paroki. Karya mereka menyelamatkan keberadaan Gereja.

Saat ini, Paroki Sâo Vicente Nzeto memiliki 16 stasi aktif. Tiap stasi memiliki paling sedikit dua katekis. Tiap pagi mereka berkumpul bersama umat dan menggelar ibadat. Sementara di pusat paroki ada Misa harian pukul 06.30.

Kendati 45 persen penduduk di sana beragama Katolik, kepercayaan kepada hal-hal mistis-magis amat kuat. Masyarakat lokal menyebut istilah tersebut feitiço. Bila ada orang sakit atau dirundung kesedihan, mereka acap mengaitkan kejadian tersebut karena perbuatan orang lain. Korban tuduhan mereka bukan hanya orang tua tapi juga anak-anak.

Ingin Kembali
Kendati merasakan beragam tantangan, Pastor Antoin tetap mencintai tanah misinya. Cinta itu pula yang membuatnya gembira menjalani aneka karya di sana; memberikan pelayanan Sakramen, mengurus administrasi umat, berkebun, dan menjadi tukang bangunan. Baru-baru ini dia merampungkan pembuatan pagar pastoran. Pagar itu amat penting untuk mencegah atau meminimalisir aksi para pencuri.

Awal Agustus lalu, Pastor Antoin kembali ke Tanah Air. Dia mendapat libur tiga bulan setelah tiga tahun berkarya di negeri penghasil minyak dan berlian. Rencananya, dia bakal kembali pada November nanti. Sebab, dia sudah terlanjur jatuh cinta dengan medan misi dan umatnya di sana. “Tak ada cara selain menerima dan mencintai yang dipercayakan kepada saya. Itu yang membuat saya bertahan dan gembira menjalani aneka karya di sana,” pesannya.

Yanuari Marwanto

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here