Festival Kue Bulan: Mempererat Kerukunan Keluarga

1008
Festival Kue Bulan. [ilustrasi:www.zcool.com]
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com Setiap penanggalan lunar tanggal 15 bulan ke delapan selalu dirayakan Mid-Autumn Festival atau dalam bahasa Mandarin disebut zhong qiu jie (中秋節 zhōng qiū jié). Persis hari Senin, 24/9, adalah perayaan kue bulan menurut penanggalan lunar.

Ilustrasi-kue bulan. [HIDUP/AB]
Masyarakat keturunan Tionghoa di seluruh dunia secara umum merayakan perayaan kue bulan pada hari ini, yang bermakna untuk mempererat tali silaturahmi antar keluarga.

Biasanya pada malam hari setelah sembahyang bulan, seluruh keluarga berkumpul menyantap kue bulan dan minum teh, sambil menikmati indahnya sinar bulan purnama.

Kue bulan juga bermakna untuk menghormati leluhur yang telah mendahului dan sekaligus ucapan syukur atas musim panen. Pada zaman dinasti Ming, kue bulan digunakan sebagai pengiriman pesan tersembunyi. Kue diisi surat yang disampaikan kepada para petani suku Han untuk melawan bangsa Mongol.

Tokoh pemimpin yang muncul dan membuat gerakan ini adalah Zhu Yuan Zhang (朱元璋 zhū yuán zhāng), yang menjadi kaisar pertama dinasti Ming. Namun, sebenarnya makanan kue bulan sudah ada sejak zaman dinasti Song dan jauh sebelum dinasti Ming berdiri.

Kerukunan dan sukacita antar karyawan majalah Hidup terpancar saat merayakan ulang tahun Regina dan Andrew dengan sepotong roti dan kue bulan, bertepatan dengan Festival kue bulan, Senin, 24/9 di kantor Redaksi Jakarta Barat. [HIDUP/Simon Ray]
Perayaan kue bulan tidak terlepas dari berbagai macam legenda yang ada selama ini. Ada banyak legenda, salah satunya bercerita tentang Wu Gang (吳剛 wú gāng) yang tamak dan akhirnya harus tinggal di bulan.

Kisah Wu Gang
Menurut legenda, dahulu kala di tepi sungai Ying (穎河 yǐng hé), ada satu keluarga bermarga Wu (吳 ) yang merupakan keluarga berada. Keluarga tersebut mempunyai dua orang anak, anak pertama bernama Wu Gang (吳剛 wú gāng) dan anak kedua bernama Wu Qiang (吳強 wú qiáng).

Kedua kakak beradik tumbuh di keluarga yang bahagia dan menjadi anak baik. Sebelum sang ayah meninggal, pesan yang disampaikan kepada kedua anaknya adalah kakak beradik harus saling akur dan tolong menolong, menjaga usaha keluarga dan sang kakak diminta menjaga adiknya.

Wu Gang sebagai anak sulung menyanggupi pesan dari ayahnya. Setengah tahun kemudian, Wu Gang menikah dan merasakan ketidaknyamanan jika di rumahnya tinggal sang adik. Wu Gang berkata kepada adiknya, “Kamu sudah dewasa, sudah sepantasnya tinggal sendiri untuk mandiri, di depan ladang ada dua pondok jerami, ada seekor kerbau tua, dan kapak untuk menebang kayu bakar, silahkan diambil.” Wu Qiang pun menerima perintah dari kakaknya dan tinggal sendiri.

Setelah berpisah tempat tinggal, kehidupan sang adik cukup memprihatinkan. Kehidupan sehari-hari dilalui dengan menebang kayu bakar dan ditemani seekor kerbau tua. Kerbau tua ini sudah tidak sanggup membawa kayu yang berat, tetapi mampu menggarap sawah.

Setahun kemudian, tepat pada tanggal 15 bulan ke 8 penanggalan lunar, Wu Qiang duduk di depan pondok sambil menikmati bulan purnama. Tiba-tiba kerbau tua di sampingnya berbicara dan meminta Wu Qiang naik ke atas punggung sambil membawa kapaknya.

Menurut kerbau tua tersebut, di bulan ada pohon cassia emas (金桂樹 jīn guì shù). Jika sekali ditebang, maka akan jatuh banyak buah kacang emas (金豆子 jīn dòu zǐ), dan dibawa pulang dapat membeli berhektar-hektar sawah. Itu dapat membuat kehidupan Wu Qiang menjadi lebih baik.

Pohon Cassia
Setelah mendengar kerbau tua bercerita, Wu Qiang sontak naik ke punggung kerbau, langsung terbang ke bulan dan berhasil menemukan pohon tersebut. Kerbau tua itu lalu meminta Wu Qiang menebang, tapi tidak sampai hati karena kasihan. Wu Qiang menggoyangkan batang pohon, berharap supaya beberapa biji buah kacang emas itu jatuh.

Tiba-tiba angin kencang berhembus, dan dari pohon cassia emas, jatuh tujuh biji buah kacang emas. Setelah kacang emas diambil, ia pun kembali turun ke bumi. Hari demi hari, dilewatinya dengan kehidupan semakin baik. Ia membeli berhektar-hektar sawah dan rumah serta memperoleh panen yang berlimpah.

Setelah tiga tahun berlalu, sang kakak Wu Gang yang hanya mau hidup enak dan tidak mau bekerja, kemudian mendapati usahanya bangkrut dan istrinya lari. Wu Gang akhirnya menjadi pengemis.

Suatu ketika, Wu Gang ke rumah adiknya untuk meminta makanan. Ketika Wu Qiang melihat kondisi kakaknya, ia langsung mengajak sang kakak masuk ke dalam rumahnya,  memberikan makanan dan tempat tinggal. Wu Gang bertanya kepada adiknya, bagaimana bisa kaya raya seperti saat ini. Wu Qiang bercerita kepada kakaknya secara jujur yang dialaminya selama ini.

Tinggal di Bulan
Tepat pada tanggal 15 bulan ke 8 penanggalan lunar, Wu Gang meminjam kerbau tua dan kapak kepada adiknya. Pada malam harinya, Wu Gang naik ke punggung kerbau tua dan membawa kapak, dan dibawa terbang ke bulan. Ketika menginjakkan kaki di bulan, Wu Gang melihat pohan emas penuh buah lebat.

Saat itu Wu Gang langsung menebang pohon dengan sekuat tenaga. Akibatnya buah kacang emas pada jatuh ke tanah. Wu Gang masih dengan liarnya tetap menebang pohon dan buahnya banyak yang jatuh.

Waktu pun berlalu, Wu Gang mengumpulkan seluruh buah kacang emasnya, dan bersiap-siap turun ke bumi. Tanpa disadari, ternyata kerbau tua sudah kembali ke bumi. Wu Gang yang berhati tamak akhirnya mesti tinggal di bulan, dengan terus menebang pohon emas yang tak kunjung habis.

Dalam legenda ini Wu Gang dikisahkan sebagai seorang yang tamak dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekayaan. Kisah legenda ini turut menurunkan tradisi pada saat perayaan Mid-Autumn Festival, yaitu menikmati keindahan pohon cassia.

Pohon dan bunga cassia. [dok.www.huitu.com]
Sampai saat ini dipercaya bahwa pohon cassia adalah pohon yang tidak bisa mati. Dari kepercayaan ini, banyak yang ingin menanam pohon cassia sebagai lambang panjang umur dan rejeki berlimpah.

 

Henky Honggo

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here