Komsos Belajar dari Kekayaan Tanah Papua

191
Anak-anak Papua pada Lokakarya Genposting di Aula Katedral Sorong, Senen, 13/8.[HIDUP/Hasiholan Siagian]
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com Rapat Pleno Komisi Komsos di Sorong menjadi ajang penyadaran dan belajar bersama dari kekayaan Tanah Papua.

GAYA anak-anak muda yang berkumpul di Graha Lux Ex Oriente (Aula Katedral) Sorong tak ubahnya gaya anak-anak muda Metropolitan Jakarta. Gawai model terbaru tak pernah lepas dari genggaman mereka. Sebagian asyik berswafoto, sebagian sibuk membuat video pendek.

Beberapa kelompok anak yang tidak memegang gawai tampak bengong saja menyaksikan tingkah kekinian teman-temannya pada lokakarya “genposting” (generasi positive thinking) yang diselenggarakan Komisi Komunikasi Sosial Konferensi Waligereja Indonesia (Komisi Komsos KWI) bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika, Senin, 13/9.

Sekitar 150 pelajar ‘bergoyang’ menikmati acara bertema, “Transformasi Komunikasi Sosial di Era Digital” ini. Di hari kedua, Selasa,14/8, sedikitnya 500 pelajar, mahasiswa, dan elemen kaum muda lainnya memadati aula yang sama. Para pembicara, masing-masing Rosarita Niken Widiastuti, Richardus Eko Indrajit, dan Errol Jonathans, ‘menyihir’ perhatian mereka.

Tak jarang mereka terpingkal-pingkal dan berteriak saat Eko mengocok perut mereka dengan pelbagai macam permainan yang bersentuhan langsung dengan teknologi komunikasi.

Transformasi Komunikasi
Dua hari kegiatan di atas merupakan rangkaian acara “Rapat Pleno Komisi Komsos Keuskupan se-Indonesia”, Senin-Minggu,13-19/8. Lokakarya dan seminar kiranya mampu membelalakkan mata peserta rapat yang terdiri dari ketua-ketua Komisi Komsos keuskupan atau yang mewakili.

Bahwasanya di satu sisi, sebagian besar masyarakat kita tengah mengalami transformasi komunikasi sosial, terutama generasi milenial yang begitu dahsyat. Tak dipungkiri, genangan lautan era digital di media sosial riuhnya merengsek ke segala arah.

Namun di sisi lain, sebagian masyarakat masih berada pada titik tergagap-gagap dengan segala perubahan dan pergeseran yang begitu cepat. Hal itu terlihat terang benderang pada data yang disorongkan Niken, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

Hasil survei 2017, penetrasi pengguna internet di Indonesia telah menyasar 143,26 juta jiwa alias 54,68% dari total populasi penduduk Indonesia sebesar 262 juta jiwa. Bandingkan misalnya dengan tahun 2016. Pengguna internet sebesar 132,7 juta jiwa alias 47,5%.

Lihat lagi data berikut: durasi pengguna internet per hari: 1-3 jam sebesar 43,89%, 4-7 jam sebesar 29,63%, dan lebih dari tujuh jam sebesar 26,48%!

Masih ada lagi: 4 dari 10 orang aktif di media sosial, 60% tak punya rekening tabungan tapi 85% mempunyai telepon seluler (300-400 juta gawai untuk 262 juta jiwa penduduk), bisa hidup tanpa ponsel paling lama tujuh menit, dan mengakses internet rata-rata 8-11 jam sehari.

Internet menjadi primadona! Terhadap data yang disodorkan Niken, dalam kesempatan terpisah, seorang peserta rapat dari Regio Papua sambil terkekeh mengatakan, kendati di pedalaman belum ada signal telepon seluler (internet), warga sudah punya gawai. “Isinya apa, ya bisa macam-macam,” ujarnya tersenyum.

“Perkembangan dan transformasi ini bagaikan pisau bermata dua, bisa membawa dampak baik atau buruk bagi kita. Unggahan konten positif akan berdampak positif sedangkan unggahan konten negatif seperti berita bohong, berita palsu, kebencian, radikalisme, dan lain-lain akan berdampak negatif, dan bahkan mengancam NKRI,” ujar Niken.

“Bersiliweran 3,3 juta info per menit di twitter dan 29 juta di WA (WhatsApp) telah terjadi tsunami, bukan hanya banjir informasi yang memenuhi kehidupan kita setiap saat,” imbuh Niken.

Ironisnya, minat baca amat rendah. Indonesia menempati peringkat ke-60 dari 61 negara, baca buku rata-rata 27 halaman per tahun alias sebaris sehari, sementara minat media sosial amat tinggi (4 dari 10 orang aktif di media sosial). Kondisi ini sangat berbahaya untuk jangka panjang.

Eko mengemukakan ‘evolusi’ komunikasi dari komunikasi manual ke komunikasi digital, pengaruh komunikasi multi pihak, serta permasalahan sosial oleh media sosial harus disikapi dengan cerdas dan bijak. Dampaknya sangat dirasakan di mana-mana dan ke segala arah, termasuk warga yang tinggal di pedalaman nun jauh di Papua.

Rapat Pleno tidak secara langsung membahas paparan pembicara lokakarya dan seminar. Namun, ‘aroma’ lokakarya dan seminar menyelimuti rapat yang diisi dengan laporan dan rencana kegiatan masing-masing keuskupan.

Dengan melihat laporan tergambar geliat warna-warni, jatuh-bangun Komsos-komsos keuskupan. Tsunami arus informasi dan dahsyatnya perkembangan teknologi komunikasi, internet, dan media sosial dirasakan sangat kental mempengaruhi dinamika karya pastoral Komsos-Komsos keuskupan.

Sayangnya, rapat ini dinyatakan tertutup. Laporan dan sharing antar peserta hanya menjadi komsumsi peserta saja. Ketua Komisi Komsos KWI Mgr Datus Lega, sudah  mewanti-wanti, rapat ini merupakan pembelajaran bersama menghadapi transformasi komunikasi di era ini.

Sharing karya untuk saling membantu, saling memperkaya. Karena sepraktis apapun karya kerasulan Komsos, kita seharusnya berada dalam tataran bersama belajar.

Penyelenggaran rapat di Sorong ini semoga menyadarkan kita bahwa kita boleh belajar dari kekayaan Tanah Papua,” Uskup Sorong-Manokwari tersebut menegaskan. Ya. Gaya anak-anak muda pada lokakarya dan seminar adalah potret dari semuanya itu!


Banyak Belajar
Pastor Damianus Tri Widaryati, Ketua Komsos Keuskupan Tanjung Selor: “BANYAK hal belajar berkaitan dengan karya Komsos yang menjadi media komunikasi sekaligus pewartaan tiap keuskupan.

Bersyukur bisa belajar dari para imam, bapak/ibu yang mewakili di mana Komsos sangat berkembang dan berjalan luar biasa. Dalam pertemuan ini saya mendapat gambaran sekaligus merancang kegiatan Komsos kami ke  depan.”

Ciptakan Tokoh
Pastor Lucius Joko Ketua Komsos Keuskupan Agats-Asmat: “DUA manfaat dari rapat pleno ini. Pertama, menambah pertemanan dan persaudaraan sesama penggiat dan penggerak Komsos. Kedua, banyak tukar pikiran dan ide terlebih demi perkembangan dan kemajuan Komsos di tiap keuskupan.

Rencana ke depan, salah satunya adalah menciptakan tokoh Komsos “Ido Sinono,” Si Anak Asmat) yang nanti akan mengisi seluruh pelayanan Komsos mulai dari video pewartaan, animasi sederhana, dan lain-lain.”

Peserta Rapat Pleno Komisi Komsos KWI berfoto bersama dengan Ketua Komisi Komsos KWI di Aula Katedral Sorong, Rabu, 15/8. [HIDUP/Hasiholan Siagian]
Empat Hal Penting
Pastor Kamilus Pantus, Sekretaris Komsos KWI: “MENURUT saya yang perlu segera dilakukan. Pertama, perlu sosialisasi karya pastoral Komsos ke tingkat Paroki, agar para pastor paroki merasa penting adanya seksi Komsos dalam struktur Dewan Paroki.

Demikian juga dengan Komisi Komsos KWI, semakin gencar melaksanakan workshop, seminar, sosialisasi pastoral Komsos di keuskupan (bukan di paroki). Kedua, bangun komunikasi yang baik dengan uskup masing-masing.

Saya percaya, uskup akan mendukung program kerja Komsos yang disusun dengan baik sesuai dengan arah pastoral keuskupan. Ketiga, bangun jaringan kerjasama dengan Komsos KWI, komisi lain di keuskupan, regio, Signis, Pemerintah, perkumpulan para wartawan, pelaku media, lembaga pendidikan, dll. Keempat, Komsos KWI dalam kerjasama dengan Kominfo sudah/ sedang menerbitkan Buku Panduan Penggunaan Media Sosial.

Buku ini diterbitkan dalam 2 versi. Versi pendek dalam bentuk infografis yang dikhususkan bagi kaum muda. Buku versi pendek sudah dicetak dan sebagian sudah dibagikan kepada OMK di keuskupan.

Sedangkan versi lengkapnya sedang dalam proses cetak. Buku versi lengkap ini bisa menjadi bacaan tambahan bagi ketua Komisi Komsos selain 3 bacaan utama yang diterbitkan Vatikan: Inter Mirifica, Communio et Progressio dan Aetatis Novae.”

 

Hasiholan Siagian

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here