Biarawati di Sinode 2018: Merangkul Anak Muda Tiongkok

809
5/5 - (6 votes)

Namun karena umur saya yang masih terbilang muda dan tidak bersekolah di sekolah menengah, kongregasi saya mengundang saya untuk bersekolah di luar. Setelah tiga tahun saya kembali ke biara dan saya menyadari, saya tidak lagi terbiasa hidup dalam komunitas. Jadi saya diminta untuk menjalani pengalaman kerja di luar biara.

Selama masa kerja, saya berbagi kehidupan dengan kolega saya, semua anak muda yang saya temui. Disitu saya menyadari betapa kaum muda sangat membutuhkan pertolongan. Saya berkata kepada diri sendiri bahwa saya akan mengabdikan hidup saya untuk membantu orang muda.

Enam bulan kemudian, saya kembali ke komunitas saya dan melanjutkan perjalanan panggilan saya yakni menuju pengikraran kaul kekal.

Seperti apakah kehidupan anak muda Tionghoa?
Masyarakat saat ini tampaknya kurang aman dan stabil daripada dulu. Banyak anak muda hidup dalam keadaan khawatir dan takut yang konstan. Orangtua mereka bekerja tiada henti: banyak dari mereka jauh dari rumah sepanjang tahun untuk bekerja, dan mengabaikan kebutuhan nyata anak-anak mereka.

Tanpa kehadiran orang tua, hal yang paling penting dalam kehidupan anak muda adalah barang material, uang, dan persahabatan dunia maya. Kaum muda juga memiliki banyak tekanan terkait pekerjaan; ada banyak persaingan di antara mereka.

Pesatnya perkembangan dunia maya berarti bahwa banyak orang muda bergantung pada internet: dunia yang sempurna, di mana Anda dapat menjalani kehidupan yang Anda inginkan, tetapi menghindari menghadapi realitas nyata, diri sejati. Internet menjadi tempat berlindung dari kesendirian batin dan kebingungan kehidupan nyata.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here