Keselamatan Yudas Iskariot

2922
5/5 - (3 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Pastor, Yudas Iskariot adalah salah satu murid yang mengkhianati Yesus. Ia pada akhirnya memutuskan untuk bunuh diri. Apakah dia akan mendapatkan kebahagiaan abadi?

Rafael, Makasar

Yudas sejak awal, bahkan dalam kisah penetapan para rasul, sudah digambarkan sebagai pengkhianat (lih Mat 10:4; Mrk 3:19; Luk 6:16). Penggambaran ini menunjukkan bahwa para penginjil, betapapun mengakui dia berada dalam bilangan para rasul yang ditetapkan Yesus, namun akhirnya gagal menghayati dan menjalani rahmat dan tugas sebagai rasul Yesus. Dialah yang membawa orang untuk menangkap Yesus. Dia sebenarnya sudah diperingatkan akan hal ini oleh Yesus (lih Mat26:21-26; Mrk 14:18-21; Yoh 13:21-30 ). Dalam Injil Lukas saat peristiwa perjamuan malam, Yesus mengatakan tentang hal ini, “Celakalah orang yang yang olehnya Dia diserahkan” (Luk 22:22) atau dalam bahasa Yohanes dikatakan, “kerasukan iblis (lih Yoh 13:27).

Penginjil Matius ketika menuliskan tentang kisah kematian Yudas Iskariot mengatakan hahwa dia menyesal setelah Yesus dijatuhi hukuman mati, dan mengaku diri telah berdosa karena itu, namun kemudian dia memilih untuk menggantungkan diri (lih Mat 27:3-5). Dalam Kisah para rasul Petrus, pemimpin para rasul, menggambarkan kisah kematian Yudas dengan mengatakan, “Yudas ini telah membeli sebidang tanah dengan upah kejahatannya, lalu dia jatuh tertelungkup, dan perutnya terbelah sehingga semua isi perutnya tertumpah keluar” (Kis 1:18). Panggilan suci sebagai rasul diakhiri dengan kisah tragis, yang tidak saja tidak sesuai namun pula menodai keluhuran martabat rasul.

Paparan Kitab Suci ini menunjukkan gambaran negatif tentang Yudas Iskariot. Dia adalah rasul yang gagal dalam menjawab panggilan Tuhan. Memang para rasul lainnya pun mempunyai kegagalan, seperti Petrus yang akhirnya menyangkal Yesus. Kegagalan para rasul lain adalah cermin dari kerapuhan dan kelemahan manusia dalam diri mereka. Mereka gagal memahami serta mengenal rencana Allah, namun mereka kembali, menyesal dan menangis, seperti Petrus yang menangis setelah mendengar ayam berkokok (lih Mat 26;75; Mrk 14:72; Luk 22:62). Yudas digambarkan hanya menyesal, namun lalu menggantung diri. Dia tidak berusaha untuk kembali, namun malahan semakin menjauh dari belaskasih Allah. Bisa dikatakan dari sini, Yudas menolak Allah.

Dengan memilih untuk pergi-menjauh dan bunuh diri, Yudas menolak rahmat pengampunan. Dia tidak datang dan memberikan diri kepada Tuhan dalam pertobatan, namun memutuskan sendiri hidupnya, dengan mengakhiri hidupnya sendiri. Manusia bukanlah pemilik kehidupan, maka dia tidak bisa memutuskan sendiri atas hidupnya sendiri. Katekismus Gereja Katolik karenanya menyebutkan bahwa bunuh diri merupakan pelanggaran berat, terhadap diri, melanggar cinta kepada sesama dan bertentangan dengan cinta kepada Allah yang hidup (no 2281). Yudas menolak kehidupan, menyangkal cinta Allah.

Apakah lalu kita bisa mengatakan bahwa karena ada Yudas, maka terjadilah penyaliban, berlangsunglah tindak penyelamatan; tanpa dia tidak mungkin akan ada wafat dan kebangkitan Tuhan. Apakah karenanya dia berjasa? Realitas penyaliban berbicara tentang kenyataan kedosaan. Sosok Yudas berbicara tentang manusia yang menolak Allah, manusia yang menolak keselamatan kasih Allah. Dia bukan orang yang berjasa dalam karya keselamatan, sebab dia menolak keselamatan tersebut. Yudas Iskariot, karenanya, menjadi figur di mana dosa berkuasa, karena dia membiarkan diri dituntun oleh Setan, sebab memang kematian Yesus adalah akibat dan karena ada dosa. Di sini Yudas memainkan peran penting, peran tentang bagaimana kedosaan membutakan dirinya, yang menjadikan rahmat panggilan rasul tidak hidup dalam dirinya. Rahmat disangkal, sehingga pemberi rahmat ditolak, hingga pada kematian salib. Keselamatan tidak disongsongnya, namun disangkalnya.

Benar, kematian Yesus adalah untuk menebus hutang dosa. Akan tetapi tindak penebusan tersebut tidak saja ditandai dengan kematian, namun terutama karena kebangkitan: Dia menang atas maut, menang atas dosa. Kebangkitan berbicara tentang kehidupan. Namun Yudas telah memilih kematian, bukan kehidupan. Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa Yudas tidak masuk ke dalam kebahagiaan abadi, sebab dia telah menyangkal dan menolaknya. Yudas menolak Tuhan dan tawaran keselamatan kasih-Nya.

T. Krispurwana Cahyadi SJ

HIDUP NO.40 2018, 7 Oktober 2018

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here