Janda

621
5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM –  YA, sekarang. Bukan aku yang menghendaki, tetapi Tuhan telah mengambil nyawa suamiku secara mendadak, memang, itu statusku menjelang perayaan pernikahan kami yang ke-10. Tidak, aku sama sekali tak menyalahkan Tuhan atas kejadian yang mengubah jalan hidupku selanjutnya.

Aku berusaha memaknainya sebagai bagian dari rencana Tuhan, meski belum kuketahui sepenuhnya. Setahun aku berkabung, lalu aku bergabung dengan paduan suara ibu-ibu di paroki. Sebelumnya aku hanya mengikuti kegiatan-kegiatan kerohanian di lingkungan dan wilayah bersama suamiku.

Bukan lantaran aku sibuk mengurus anak atau bekerja. Aku tak perlu melakukan kedua aktivitas itu. Sampai akhir hayatnya suamiku ingin aku tinggal di rumah saja, supaya terbebas dari stres kerja, sambil berharap kami dikaruniai buah hati. Ternyata jalan Tuhan berbeda dengan rancangan manusia, meski belum kuketahui sepenuhnya.

Aku senang bisa menyanyi buat Tuhan. Setidaknya kepedihan hatiku ikut lenyap, saat aku membuka mulut untuk memujiNya. Aku juga senang bergaul dengan ibuibu dari berbagai kalangan dan usia. Ada saja yang kami perbincangkan sebelum dan setelah berlatih paduan suara.

Meski  ada yang suka melempar gosip, aku lebih memilih tidak menanggapi kalau sudah menyinggung pribadi tertentu. Namun, sikap dan perlakuan sebagian dari mereka berubah, setelah mengetahui statusku.

***

Suatu malam, seusai latihan, aku berbincang dengan seorang teman lamaku semasa sekolah. Ia menjemput istrinya yang juga ikut paduan suara. Di tengah pembicaraan kami, sontak sang istri menggamit lengan suaminya dan mengajaknya segera pulang, diiringi tatapan tajam ke arahku. Aku hanya tersenyum kecut.

Mungkin para pembaca menganggapku baper alias terlalu sensitif. Tetapi, begitulah kenyataan yang kuhadapi. Memang, usiaku belum kepala empat. Kata mereka, jalanku masih panjang. Mengapa aku tidak menikah lagi? Kalau dilontarkan pertanyaan seperti itu, aku balik bertanya, “Mengapa aku harus menikah lagi?”

Bagiku masa pacaran tiga tahun dan sepuluh tahun hidup bersama suamiku merupakan masa emas yang tak tergantikan. Jika Tuhan sekarang membebaskan aku dari ikatan perkawinan, tentu Ia punya maksud khusus terhadapku, meski belum kuketahui sepenuhnya. 

Agaknya status baruku ini juga jadi ganjalan bagi sebagian orang di sekitarku, termasuk beberapa pastor yang semasa hidup suamiku cukup dekat dengan kami. Pernah suatu malam, seusai menghadiri misa di wilayah lain, spontan aku mengajak Romo pulang. Ini biasa kami lakukan tatkala suamiku masih ada, karena jalan ke rumah kami melewati pastoran. 

Aku baru menyadari kekeliruanku, ketika sejurus Romo menatapku, lalu berkata, “Ah, tidak usah repot-repot, Bu. Saya pulang nanti saja bersama umat lain.” Begitu mengerikankah status janda? Sungguh, tak terlintas di benakku reaksi negatif yang bakal muncul dari umat atas niat baikku itu.

Aku teringat kisah Nabi Elia dengan janda di Sarfat. Nabi Elia mendatangi si janda atas perintah Tuhan dan menumpang di rumahnya. Tidak ada yang menggunjingkan mereka. Tetapi, sudahlah. Aku bisa memaklumi tanggapan Romo. Bukankah para imam memang harus menjaga kesucian hidup mereka?

Belum lagi kalau sudah menyangkut relasi, di zaman serba komunikatif ini, sesuatu yang baik dan positif bisa diputar-balikkan menjadi buruk dan negatif. Segala informasi dengan mudah didapat dan dibagikan, tanpa saringan benar-tidak benar, pantas-tidak pantas.

Mungkin sudah jadi persepsi umum, apalagi tayangan di sinetron-sinetron, menggambarkan janda sebagai makhluk haus kasih sayang yang siap menggempur demi mendapatkan pasangan hidup baru. Padahal, tak pernah kuceritakan kepada ibu-ibu itu, entah berapa kali aku tidak menggubris telepon masuk atau sapaan penuh maksud terselubung dari para lelaki hidung belang.

Tetapi, untuk apa aku membela diri. Agaknya, di sini masih sulit memandang janda sebagai perempuan lajang yang bermartabat. Padahal, di dalam Alkitab, janda-janda mendapat perhatian khusus sejak zaman Nabi Musa hingga rasul Paulus.

***

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here