Josef Berty Fernandez : Anak Supir Jadi Duta Besar

648
Puncak karir: Josef Berty Fernandez (kanan) memberi kue dalam perayaan HUT RI kepada seorang warga Indonesia di Peru.
[NN/Dok.Pribadi]
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Awal 2010, pria kelahiran Flores, Nusa Tenggara Timur, 20 Maret 1955 ini, resmi dilantik sebagai Dubes RI untuk Peru dan Bolivia yang berkedudukan di kota Lima, Peru. Ia dilantik bersama 19 Duta Besar Luar Biasa Berkuasa Penuh (LBBP) RI yang bertugas di sejumlah negara sahabat.

Bagi Berty, berkarya sebagai seorang Duta Besar merupakan puncak karir tertinggi. “Tugas itu adalah rahmat dan perutusan dari Tuhan. Menjadi Duta Besar, tentu bukan mau saya. Tugas ini yang memutuskan Presiden dan Kementerian Luar Negeri. Saya rasa, ini rencana Tuhan. Saya hanya bisa berdoa dan berusaha,” tandas ayah empat anak ini.

Anak supir
Berty lahir dalam sebuah keluarga sederhana. Sang ayah bekerja sebagai supir. Sementara, ibundanya mengais rejeki sebagai petani. Keluarga ini menyandarkan hidup pada hasil pertanian dari lahan sawah yang digarap sang ibu. Berty tumbuh dan besar di sebuah kampung, di daerah Ruteng, Manggarai Barat, Flores. Budaya dan tradisi masyarakat di tempat ini amat kental dengan nuansa kekatolikan. Berty pun bertumbuh dalam binaan dan asuhan pendidikan Katolik. Banyak kerabat keluarga yang memilih jalan panggilan sebagai biarawan dan biarawati. Tak heran, dalam benaknya terbit cita-cita menjadi seorang imam.

Selepas sekolah dasar, Berty mengejar mimpinya. Ia masuk ke SMP dan kemudian SMA Seminari Pius XII Kisol, `Flores. Namun sayang, setelah menjalani pendidikan di seminari, ia justru merasa panggilannya bukan menjadi seorang imam. Ia pun harus mengubur mimpi itu.

“Setelah saya keluar dari seminari, yang terpikirkan hanya melanjutkan kuliah. Saat itu, saya melihat banyak pejabat di daerah lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta,” kisah Berty. Ia pun berupaya agar bisa terdaftar sebagai mahasiswa UGM. Setelah mengikuti tes masuk perguruan tinggi, Berty diterima di Jurusan Ilmu Pemerintahan UGM. Ia pun hijrah ke Kota Pelajar, Yogyakarta.

Pada 1983, Berty mengikuti tes masuk pegawai baru di Kementerian Luar Negeri (Kemenlu). Hanya mengikuti sekali tes, Berty langsung diterima dan bekerja sebagai staf di Kemenlu. Ia mengikuti pendidikan dan pelatihan, serta sekolah dinas luar negeri. Berty pun mulai belajar tentang hubungan internasional, etika internasional, dan hubungan dengan para diplomat.

Pekerjaan pertama yang dijalani Berty adalah sebagai staf di Sekretariat Direktorat Jenderal Politik Kemenlu. Tiga tahun kemudian, Berty mendapat tugas baru, menjadi staf Kedutaan Besar RI untuk Vatikan. Dua tahun berselang, ia kembali ke tanah air dan berkarya di Direktorat Eropa, khusus menangani negara-negara Eropa Selatan.

Sejak 1993, Berty mulai berhubungan dengan negara-negara di kawasan Amerika Latin, seperti Kolombia dan Meksiko. Ia juga pernah mendapat mandat menangani persoalan perbatasan RI di wilayah Papua. Pada 2010 ia menggapai tonggak karir yang tertinggi, diutus sebagai Dubes untuk Peru dan Bolivia.

Belajar Peru
Selama tiga tahun menjalankan peran sebagai Dubes, Berty banyak mendapat pelajaran dari masyarakat Peru. Selama tiga tahun itu pula, ia harus belajar bicara dalam bahasa Spanyol, mengenal makanan khas Peru, memantau pergerakan peta politik dan ekonomi Peru, melihat dan mempelajari budaya Peru. Berty merasa kagum kepada Suku Inca, karena mereka sudah bisa mengolah emas secara tradisional. “Peru itu kaya akan emas. Mereka sungguh hebat, karena bisa mengolah emas dengan cara tradisional, tanpa bantuan alat canggih. Emas itu lalu dijadikan perhiasan atau aksesoris. Di Peru, produk perhiasan bernilai sangat tinggi,” tutur umat Paroki St Anna Duren Sawit, Jakarta Timur ini.

Selain itu, Berty juga amat terkesan dengan perjuangan suku-suku asli di Peru dalam meraih kemerdekaan. Berkat perjuangan meraih kemerdekaan itu, kini hak-hak suku asli dilindungi oleh pemerintah. “Hak-hak mereka diutamakan. Mereka tidak lagi menjadi warga yang termarginalkan. Mereka mendapat kedudukan istimewa, dan negara menghargai itu,” beber suami dari Maria Fifi Fernandez ini.

Menurut Berty, warga suku-suku asli di Peru memiliki pola pikir yang kritis dan memiliki gaya bicara yang lugas dan terbuka, tanpa paksaan. “Saya sangat mengagumi mereka. Mereka tetap menjaga adat istiadat dan budaya,” kisah Berty.

Josef Berty Fernandez

TTL : Flores, 20 Maret 1955
Isteri : Maria Fifi Fernandez
Anak : Roby Fernandez, Jakobus Fernandez, Andreas Fernandez, Jane Fernandez

Pendidikan:
• SD Santo Mikael Ruteng, Manggarai
• SMP-SMA Seminari Pius XII Kisol, Flores
• Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Pekerjaan:
• Staf Kedutaan Besar RI untuk Vatikan (1986-1989)
• Staf Kemenlu, Direktorat Eropa (1990-1993)
• Kepala Bidang Politik Kedutaan RI di Kolombia (1993-1998)
• Staf Kemenlu, Direktorat Amerika (1998-2000)
• Kepala Bidang Politik Kedutaan RI di Meksiko (2000-2004)
• Staf Kemenlu, Direktorat Amerika (2004-2006)
• Kepala Badan Perbatasan dan Mengurus Urusan Luar Negeri Provinsi Papua (2007-2010)
• Dubes RI untuk Peru dan Bolivia (2010-2013)
• Badan Penelitian dan Pengkajian Kemenlu (2013-sekarang)

Penghargaan:
• Penghargaan “Commendatoren Ordinis Sancthi Silvestri Papae” dari negara Vatikan (1990)
• Bintang penghargaan “La Orden E Sol del Peru en El Grado den Gran Cruz” atas jasa meningkatkan hububangan bilateral RI-Peru (2014)

Aprianita Ganadi

HIDUP NO.15 2014, 13 April 2014

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here