Rasul Kaum Muda Kroasia

226
Beato Ivan Merz.
[imagessaintes.canalblog.com]
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Keluarganya tak pernah mendidik dan menanamkan nilai dan tradisi Katolik. Ia merasa asing dengan imannya. Pemuda yang sempat kehilangan orientasi iman ini justru menjadi rasul bagi kaum muda di Kroasia.

Sejak kecil, Ivan Merz tak pernah mendapat pendidikan Katolik dari orangtuanya. Meski dibaptis, ibu dan ayahnya tak pernah memberi teladan kesalehan untuk anak semata wayangnya itu. Orangtuanya seolah lepas tangan mendidik dan mengarahkannya menjadi orang Katolik yang baik dan taat.

Lingkungan tempat tinggalnya juga bukan lahan subur untuk bertumbuhnya benih-benih kekatolikan. Masyarakat di sana sangat heterogen, baik kultur maupun keyakinan. Kondisi itu semakin membuat Ivan acuh akan imannya. Pengetahuannya soal agama minim. Ia tak pernah mengikuti perayaan Ekaristi atau kegiatan- kegiatan Gereja. Bahkan, sikap hormat kepada ritual agama pun terus memudar.

Teguran Guru
Tabiat buruk Ivan terbawa hingga lingkungan sekolah. Gurunya, Ljubomir Marakovic mengungkapkan, pengetahuan Ivan tentang kekatolikan sama sekali nol. Sikapnya terkesan seperti orang yang tak beragama. “Selama saya berada di Banja Luka, dialah satu-satunya siswa yang butuh perhatian khusus,” katanya.

Suatu kali, Marakovic menegur Ivan. Ketika semua orang mengatupkan tangan saat konsekrasi, Ivan justru melipat tangan di belakang pinggang. “Tolong, bersikaplah sopan saat konsekrasi,” ungkapnya mengulangi teguran kepada Ivan usai Misa. Teguran Marakovic seakan membelalakkan mata hatinya. Tiba-tiba Ivan merasa kaget dan malu.

Dalam buku hariannya, Ivan menulis, Marakovic adalah orang yang paling berjasa menanamkan nilai-nilai moral dan rohani dalam hidupnya. “Bukan karena keluarga atau peraturan sekolah yang mengarahkan hidup rohani saya. Namun, berkat teladan dan pengaruh seorang guru, yaitu Ljubomir Marakovic, seorang awam Katolik yang sangat baik,” tulisnya.

Ivan terkenang akan minatnya yang sangat besar terhadap mata pelajaran Sastra dan Seni. Dua bidang inilah yang menjadi titik pijak perjumpaan yang kian intensif dengan sang guru pengampu pelajaran itu, Marakovic. Perlahan-lahan persahabatan mereka terbina dengan baik. Ivan sadar, lewat sastra dan seni, Marakovic membimbing, mengarahkan, dan menanamkan nilai-nilai moralitas dan rohani dalam dirinya. “Seorang awam Katolik telah menyelamatkan saya untuk keabadiaan,” tulisnya memuji guru dan sahabatnya itu.

Ivan juga mengakui, Marakovic telah berhasil memotivasi Ivan terus menulis pengalaman hidup dan rohani dalam buku harian. Ivan mulai menulis buku harian sejak berusia 17 tahun. Aktivitas itu terus ia geluti dengan setia selama delapan tahun. Saat disalin, kumpulan tulisannya setebal 800 halaman. Melalui warisan diari itu, publik bisa mengetahui pergulatan hidup, peziarahan rohani, dan ungkapan cinta Ivan Merz.

Ragam Keilmuan
Ivan Merz lahir di Banja Luka, Bosnia- Herzegovina, 16 Desember 1896. Kemudian pada 2 Februari 1897, ia dibaptis. Daerah kelahirannya merupakan kota terbesar kedua setelah Sarajevo. Dulu, teritori ini masuk dalam wilayah yurisdiksi Kerajaan Austria-Hungaria.

Kasih sayang, bahkan cenderung over afeksi, menghiasi hidup Ivan. Ia amat dimanja orangtuanya. Maklum, ia anak tunggal. Sebagai penerus trah keluarga, orangtuanya memasukkan Ivan di sekolah terbaik. Keluarganya tergolong kelas atas. Ayahnya adalah Pemimpin Perusahaan Kereta Api. Sebelum terjun di dunia bisnis, sang ayah menjadi perwira di Kerajaan Austria-Hungaria.

Ivan mengawali pendidikannya di Banja Luka. Namun, saat duduk di kelas tiga, ia pindah ke Prijedor karena ayahnya mendapat tugas penempatan di sana. Lalu tahun keempat hingga lulus pada 1914, ia kembali ke Banja Luka. Pada masa itu, situasi chaos mewarnai negaranya. Perang Dunia I (1914-1918) meletus.

Usai menuntaskan pendidikan dasar, Ivan ingin mendalami Ilmu Sastra dan Seni. Bidang yang sangat diminati sejak masih berada di bangku pendidikan dasar. Namun, ayahnya menentang keinginan buah hatinya. Sang ayah ingin agar putranya mengikuti jejak karirnya.

Tanpa tawar-menawar, Ivan dimasukkan Akademi Militer di Wiener Neustadt, sebelah Selatan Vienna, Austria. Di tempat ini, ia hanya bertahan 3 bulan. Ia keluar dari lembaga pendidikan militer itu karena merasa tidak cocok dengan karakter dan keinginannya. Selain itu, kuatnya aroma korupsi di lembaga itu semakin membuatnya tak kerasan.

Masa Pencarian
Tahun 1915, Ivan masuk Fakultas Hukum di Vienna, demi menyenangkan hati ibunya. Namun di sela-sela kuliahnya, ia mendaftarkan diri di Fakultas Sastra. Selama di Vienna, ia makin keranjingan dengan dunia sastra dan seni. Ia rajin membaca sastra, menonton teater, konser, dan opera.

Intimitas dengan sastra dan beragam ilmu sempat membuatnya meragukan kebenaran iman. Namun, berbagai pertanyaan dan sikap kritis pada iman justru mendewasakan pola pikir. Bahkan, imannya pelan-pelan malah semakin tumbuh. Dalam buku hariannya, Ivan berkali-kali menulis tentang rasa kagumnya pada Ekaristi. “Saya mengikuti perayaan Ekaristi Hari Minggu. Perayaan ini membuat saya semakin yakin, Yesus telah menunjukkan kasih-Nya yang teramat besar bagi saya dan umat manusia lain,” tulisnya singkat.

Kuliahnya terpaksa berhenti. Ivan kembali ke kampung halamannya karena menjalani wajib militer. Namun, ia tak nyaman selama menjalani wajib militer. Ia pun meninggalkan dunia itu. Segera ia melanjutkan kuliah di Vienna (1919-1920), lalu di Universitas Sorbonne dan Institut Katolik Paris, Perancis (1920-1922).

Selama di Paris, Ivan mempersiapkan disertasi filsafatnya di Archiepiscopal Gymnasium, Zagreb, Kroasia. Tahun 1923, ia lulus dengan disertasi berjudul “Pengaruh Liturgi terhadap Para Sastrawan Perancis”. Selain itu, ia juga berhasil menjadi Profesor di bidang Sastra dan Bahasa Perancis.

Pembinaan Kaum Muda
Selama di Kroasia, Ivan sangat menaruh perhatian terhadap pembinaan rohani kaum muda. Apalagi pada masa itu, angin liberalisme sedang berhembus kencang sehingga banyak orang muda meninggalkan iman mereka. Seruan profetis Gereja tak diladeni lagi oleh kaum muda. Keprihatinan ini memecut kesadarannya. Ia membidani lahirnya “League of Young Croatian Catholic”, “Croatian League of Eagles”, dan “Croatian Catholic Action Movement”.

Beberapa organisasi bentukannya itu bertujuan untuk mendorong kaum muda berada di garda depan karya kerasulan Katolik. Langkah ini cukup efektif untuk menggerakkan kaum muda agar mampu menyelamatkan teman-temannya dalam perangkap liberalisme. Ivan juga mendorong karya dan profesi kaum muda agar bermuara kepada Kristus dalam Korban Ekaristi. Sebagai seorang intelektual, ia sangat gigih menggenjot cinta kaum muda pada Ekaristi.

Peziarahan kerasulan serta dedikasinya pada Gereja melalui kaum muda terpaksa terhenti karena sakit. Sebelum wafat pada 10 Mei 1928, Ivan mengatakan, seluruh hidupnya dicurahkan bagi kaum muda. Ia sadar, masa depan Gereja berada di pundak kaum muda. Rasul kaum muda ini wafat dalam usia 32 tahun. Jenazahnya dimakamkan di Katedral Hati Kudus Yesus, Zagreb, Kroasia.

Pada 5 Juli 2002, Bapa Suci Yohanes Paulus II mengakui dan mengesahkan dekrit keteladanan hidup, dedikasi, dan keutamaan kristiani Ivan Merz. Kemudian pada 22 Juni 2003, saat kunjungan apostolik ke Bosnia-Herzegovina, Bapa Suci menggelari Ivan Merz sebagai Beato. Dalam khotbah Misa beatifikasinya, Bapa Suci Yohanes Paulus II menjuluki Beato Ivan Merz sebagai figur teladan hidup kristiani bagi kaum muda Katolik. Gereja Katolik mengenang “Rasul Kaum Muda Kroasia” ini tiap 10 Mei.

Yanuari Marwanto

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here