Harapan Orangtua

1878
3/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Dalam buku The Leader in Me(2008) karya Stephen R. Covey, menceritakan hal yang dilakukan guru A.B. Combs, Elementary Schoolsebelum mengembangkan program mengajari siswa cara menjalankan kehidupan pribadi dan cara berhasil pada abad 21. Guru A.B. Combs juga meminta masukan dari orangtua siswa tentang hal-hal yang mereka inginkan dari sekolah. Kebanyakan orangtua menginginkan sekolah mendidik anak-anak mereka.

Dalam survei yang melibatkan ribuan orangtua murid di Jakarta, melalui wawancara dan focus group disscussion  (FGD), saya juga berhasil merangkum harapan orangtua terhadap sekolah. Orangtua mengharapkan sekolah dapat membantu anak-anak mengembangkan potensi dan bakat, kecerdasan emosional, dan kecerdasan intelektual. Sekolah yang diharapkan orangtua adalah sekolah yang mampu membentuk karakter anak menjadi pribadi yang disiplin, kreatif, kritis, santun, jujur, setia kepada komitmen, bersemangat melayani, tangguh dan tidak mudah menyerah, serta rendah hati namun memiliki rasa percaya diri.

Ternyata harapan orangtua itu selaras dengan hasil survei dari Universitas Bentley (2014) tentang soft skill yang diutamakan para pemimpin di perusahaan agar sukses di tempat kerja, seperti integritas, profesionalisme, dan sikap positif. Sikap ini merupakan hasil pengalaman panjang dari individu yang membentuk sikap dan karakter. Lalu, bagaimana peserta didik disiapkan dengan soft skill seperti itu?

Orangtua menaruh harapan kepada guru. Guru yang bisa menjadi teladan atau role model dalam hal disiplin, kemampuan mengontrol emosi, menghargai, dan memberi contoh perilaku yang baik. Bila ada konflik, guru bisa memberi teladan cara menyelesaikan masalah melalui dialog dan bahasa yang santun. Ketika terjadi kesalahan, justru menjadi kesempatan guru melatih para siswa untuk mampu melihat sudut pandang orang lain.

Masih dalam survei, orangtua cenderung menghindari sekolah, di mana gurunya otoriter, mudah naik pitam, pilih kasih, menggunakan kekerasan fisik, verbal, psikologis, kata-katanya kasar, berkepribadian lemah, tidak disiplin, keras kepala, tidak bisa berdialog, mengajar tanpa persiapan, dan mengajar tak dengan hati. Karakter guru yang demikian menurut orangtua menjadi virus yang melemahkan kepribadian anak.

Dalam survei, orangtua juga diminta memberi saran untuk pengembangan pendidikan. Orangtua menyarankan agar para guru mendidik siswa bertanggung jawab dan menghargai proses, bukan mendidik dengan mentalitas instan.

Misal jika besok anak kelas II SD melakukan kegiatan menggunting kertas, maka instruksi mengenai bahan-bahan jangan diberi satu hari sebelumnya. Tapi bisa diberikan satu minggu sebelumnya, agar siswa mempunyai waktu untuk merencanakan, kapan akan membeli bahan yang dibutuhkan untuk minggu depan. Ini latihan bertanggung jawab. Para guru juga sebaiknya merangsang anak berpikir dan bukan hanya mengajar sesuai dengan buku teks. Seorang guru profesional mampu melihat urgensi dari hal yang diajarkan terhadap kebutuhan anak didik. Misal anak-anak kelas 1 SD, apakah harus menghafal nama tarian, nama lagu, dan senjata tradisional daerah? Ini mungkin bisa diperkenalkan kepada siswa, tapi tak perlu menjadi bahan hafalan. Murid kelas 2 SD disuruh menghafal tugas dan hak anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Karena ini ditanya saat ulangan, akhirnya anak stres menghafal semua hal yang belum mampu mereka cerna secara sehat.

Orangtua juga mengharapkan ada program ekstrakurikuler yang lebih mengembangkan bakat dan potensi anak. Kegiatan Pramuka hendaknya melatih disiplin, harus serius. Jika tidak serius, hasilnya nihil. Itulah sejumlah harapan orangtua terhadap sekolah. Semoga awal tahun ini bisa menjadi permenungan bagi setiap institusi sekolah Katolik dalam menyusun resolusi pada 2015, sehingga sekolah makin sesuai dengan harapan orangtua..

Fidelis Waruwu

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here