KSATRIA : MEREKA YANG MELEWATI BATAS

190
Kanan ke Kiri: Rachel Stefanie Halim, Jennifer Aiko, Maria Felicia Gunawan dan Ita Sembiring (HIDUP/Edward Wirawan)
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – RACHEL Stefanie Halim sejak kecil mengalami masalah penglihatan. Bertambah usia, akhirnya ia menjadi tunanetra. Namun, cerita hidupnya tak selesai. Dalam kegelapan penglihatannya, ia malah melahirkan karya. Rachel, sapaannya sudah membuat lagu dan menulis dua buku. Salah satunya berjudul “Aku Buta Tapi Melihat.”

Lewat lagu dan kedua buku ini, Rachel ingin mengingatkan orang disabilitas, bahwa keterbatasan fisik bukanlah penghalang. “Entah normal atau disabilitas; diri kita sendiri yang menentukan batasan, mau berkarya atau berdiam diri,” ujarnya dalam Talk Show bertema “Be A Warrior Not A Worrier” yang diadakan Sie Kepemudaan paroki St Laurensius Alam Sutra, Minggu, 23/10. Penulis Ita Sembiring menjadi moderator Talk Show yang dihadiri lebih dari 200 OMK ini.

Selain Rachel, Jennifer Aiko, seorang magician, juga hadir membagi pengalaman hidupnya. Memasuki usia remaja, Jennifer menghadapi kenyataan pahit. Kedua orangtuanya bercerai. Ia pun meninggalkan Jakarta dan mengikuti mamanya ke Padang. Tamat SMA, ia kembali ke Jakarta karena ingin melanjutkan kuliah.

Jennifer sangat menyukai dunia seni. Ia bisa menjadi presenter dan menari dan tentu magician. Di sela waktu kuliahnya, Jennifer selalu menyempatkan diri berlatih. Jennifer dikenal publik ketika tampil dalam sebuah acara kompetisi magician di sebuah stasiun Televisi. Kini ia mengisi beberapa acara TV. “Kemauan kita untuk mengasah diri dan ketekunan kita pasti akan membuahkan hasil,” ungkap Jennifer.

Sementara Maria Felicia Gunawan berbagi pengalamannya menjadi paskibraka pembawa baki bendera dalam upacara HUT Kemerdekaan RI, 17 Agustus 2015 silam. “Tak ada yang instan, butuh kerja keras, latihan dan kemauan,” ujar nona yang akrab disapa Cia ini.

Cia, sejak SMP bercita-cita ingin sekolah di Malang, Jogja atau Jakarta. Cia yakin, bisa lebih berkembang jika bersekolah di lingkungan yang sesuai. Karena berstatus anak bungsu, mamanya agak berkeberatan. Namun keinginan Cia akhirnya terkabul. Ia diijinkan untuk menempuh jenjang SMA di BSD. “Saya belajar untuk mandiri dan menjaga kepercayaan orangtua dengan tanggungjawab dan prestasi,” tukasnya.

Romo Yohanes Aristanto HS MSF bergurau dengan peserta Talkshow (HIDUP/Edward Wirawan)
Romo Yohanes Aristanto HS MSF bergurau dengan peserta Talkshow (HIDUP/Edward Wirawan)

Romo Yohanes Aristanto HS MSF, Direktur Pusat Pastoral Keluarga MSF Propinsi Jawa mengajak OMK yang hadir untuk menempa diri dengan belajar giat dan mengembangkan potensi diri. OMK harus bertumbuh menjadi Ksatria dan bukan menjadi seorang Pencemas.

Ksatria, kata Romo Aris, tidak dilahirkan dan tidak dibuat. “Kita sendiri yang membuat diri kita menjadi Ksatria melalui proses; kesalahan, sakit dan penderitaan dan kemampuan kita untuk menaklukan kesalahan-kesalahan kita.”

Edward Wirawan

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here