Sapta Kirana bagi Nusantara, Perayaan 110 Tahun Karya Ursulin di Bandung

259
Salah satu adegan dalam pementasan drama musikal "Sapta Kirana bagi Nusantara" (HIDUP/Antonius E Sugiyanto)
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – SAMPAH yang memenuhi sungai itu sudah tak terbilang banyaknya. Boleh jadi orang-orang yang ada di situ suadah lama lupa bahwa air sebenarnya berwarna bening, tidak hitam seperti yang sehari-hari mereka lihat. Sampai pada suatu ketika muncul sepasang peri yang mengajak orang-orang yang tinggal di bantaran sungai itu untuk membersihkan sampah yang menggunung. Di titik itu mukjizat terjadi, sungai menjadi bersih dan tak tersisa sampah sedikitpun.

Gambaran mengenai sungai ini menjadi salah satu adegan dalam drama musical “Sapta Kirana bagi Nusantara” yang dipentaskan siswa-siswi Sekolah Santa Angela Bandung. Sebanyak sekitar 800 pemain terlibat dalam pementasan di Sasana Budaya Ganesha, 24/11 ini. Pementasan ini merupakan puncak perayaan 110 tahun karya Suster-suster Ordo Santa Ursula di keuskupan Bandung.

Nuansa nusantara begitu terlihat dalam pementasan selama kurang lebih tiga jam ini. Penonton yang sebagian besar orang tua siswa Sekolah Santa Angela seakan dibawa ke Jakarta di era tahun 1950-an ketika sekitar dua puluh anak menarikan “Jaipong”. Nyok kita nonton ondel-ondel, nyok, ondel ondel ada anaknye….

Tak berhenti di situ, penonton lalu di bawa ke Tanah Minang, saat sekitar 20-an penari jelita membawakan Tari Piring. Siswa-siswa putra tak ketinggalan ketika mereka tiba-tiba membawa semua penonton menuju ujung timur Indonesia dengan persembahan Tari bernuansa Papua.
Stephanus Yogipramata, sang sutradara, berhasil membawa penonton berkeliling Indonesia dengan sajian beragam tarian dan nyanyian tradisional Indonesia. Selain nuansa tradisional, siswa-siswi Sekolah Santa Angela tetap menampakkan jiwa muda yang modern dengan beberapa tarian modern kontemporer.

Tema toleransi juga tak luput diserukan dalam pementasan yang melibatkan siswa Sekolah dari KB/TK sampai SMA ini. “Apakah perbedaan ini dosa kami, apakah kami bisa memilih ketika kami dilahirkan? Kami tidak berbeda dengan kalian,” sekelompok jamur kepada jamur lain karena mereka tidak mau menghargai perbedaan yang telah menjadi kodrat mereka. Percakapan antara dua kelompok jamur ini menjadi salah satu adegan drama.

Dari keseluruhan pertunjukkan, siswa-siswi Sekolah Santa Angela telah berhasil meramu pesan-pesan lingkungan, budaya, dan toleransi. Percampuran ini menjadikan penonton tidak saja terkesima menikmati kekayaan Indonesia namun juga merefleksikan kebhinnekaan Indonesia.

Di inti pertunjukkan, Stef menampilkan kisah tentang seorang Suster Ordo Santa Ursula, Suster Kirana, yang diceritakan mulai mendampingi anak-anak dari keluarga miskin sampai akhirnya berhasil mendirikan sebuah Sekolah untuk mereka. Suster Kirana yang diperankan Karmelita, siswi kelas 11 SMA Santa Angela, seakan mengajak mengenang perjalanan 110 tahun karya Ursulin di Keuskupan Bandung.

Pimpinan Komunitas Santa Angela, Suster Maria Theresia Sani OSU dalam sambutannya mengungkapkan terima kasih dan syukur atas 110 tahun karya konggregasinya di Keuskupan Bandung. “Berbagai gerak dan tari yang indah melambangkam kekayaan Indonesia. Semoga kita menjadi bintang bintang yang menyinari dunia,” ungkap Suster Maria. Di akhir pertunjukkan penonton lalu diberi sajian penutup yang pas, ketika dengan suara merdunya Veronica Anastasia Kartono membawakan “Kupersembahkan”  theme song pertunjukkan itu.

Antonius E Sugiyanto

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here