Uskup dari Gunung Benuah

198
Mgr Samuel Oton Sidin menerima Kalpataru dari Presiden SBY
5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.com – MEDIO 80-an, Pastor Samuel Oton Sidin OFMCap pertama kali menjejakkan kaki di hutan Laverna, Italia. Seketika ia disergap kekaguman. Hutan tempat bermeditasi pada Fransiskus ini dilihatnya sangat indah.

Pengalaman itu sangat membekas di hati Pastor Samuel. Doktor Fransiskanologi tamatan Universitas Antonianum Roma ini sadar orang Eropa sangat peduli dengan lingkungan. Bidang spiritualitas Fransiskan yang didalaminya seiring waktu membuatnya kian mengagumi alam ciptaan Tuhan. Di celah-celah waktu studi, Pastor Samuel menyempatkan diri mengunjungi taman-taman kota dan kebun binatang di Italia.

Hal inilah yang membuatnya bermimpi di kemudian hari, ia mengusung mimpi ingin membuat hutan suaka, sejenis kebun raya di Pontianak.

Ketika itu, ia kerap miris menyaksikan orang-orang di negerinya memperlakukan hutan seenaknya. “Itu berarti, mereka telah merusak ciptaan Tuhan. Mereka hanya menguras kekayaan alam, tanpa pernah berpikir untuk melindungi,” tandasnya prihatin saat ditemui HIDUP di Paroki St Fransiskus Asisi Tebet, Jakarta Selatan, Rabu petang, 4 Juli 2012 lalu.

Hari ini Romo Samuel dipilih Paus Fransiskus untuk menjadi gembala utamaKeuskupan Sintang. Imam dari Ordo Fratrum Minorum Capuccinorum (OFMCap) sejak lama dikenal karena perhatiannya kepada pelestarian lingkungan.

Mgr Samel Oton Sidin OFMCap lahir di Peranuk, Bengkayang, Kalimantan Barat, 12 Desember 1954. Ia memang dibesarkan dalam lingkungan nan hijau. Orangtuanya adalah petani. Keluarganya hidup dari hasil sawah dan perkebunan. “Kami punya kebun karet yang cukup luas,” ungkapnya ketika itu.

Saat menjadi Provinsial provinsial Kapusin (tiga periode, 1997-2009), atas kesepakatan Dewan Provinsial Kapusin, ia merintis pelestarian lingkungan di Dusun Gunung Benuah. Ia menceritakan awalnya, lokasi itu terlantar, bekas kebakaran hutan dan gundul.

Pastor Samuel mulai menggarap lahan tersebut dari nol. Bersama seorang bruder dan tukang, ia membawa tenda. “Selama beberapa minggu kami tinggal di tenda, hingga kemudian kami membangun sebuah pondok dari kayu yang beratap dedaunan,” tuturnya. Ia juga membangun sebuah rumah sederhana yang diberi nama Rumah Pelangi.

Selanjutnya, mereka membangun jalan dengan cangkul dan linggis sepanjang 745 meter dari Rumah Pelangi menuju jalan besar.  Setiap hari Pastor Samuel bekerja fisik hingga bersimbah peluh. Ia terjun langsung di lapangan. Ia mulai menyiapkan bibit, mengangkut bibit ke lahan, menanam, menyirami, hingga membersihkan tanaman.

Kini hutan yang dulu gundul menjadi hijau kembali. Prestasi ini membuatnya dianugerahi Kalpataru untuk kategori Pembina Lingkungan yang diserahkan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono pada Hari Lingkungan Hidup, 5 Juni 2012 lalu.

Selamat berkarya Mgr Samuel.

Antonius E Sugiyanto

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here