Mgr Rubiyatmoko Soal Gaya bicara yang “Nyrempet-nyrempet”

183
Mgr Robertus Rubiyatmoko saat memberikan berkat perdananya sebagai Uskup Agung Semarang
Rate this post

SAAT menjalankan tugasnya sebagai Dosen Hukum Gereja di Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma, Mgr Robertus Rubiyatmoko terkenal sebagai sosok yang ceplas-ceplos. Beberapa bahkan mengatakan bahwa gaya bicaranya yang cenderung vulgar. Sadar akan hal ini, Mgr Rubiyatmoko sempat menjadikan serba-serbi ini pada awal sambutannya di akhir tahbisannya sebagai Uskup Agung Semarang di Lapangan Bayangkara, Akpol Semarang, 19/5.

Di kalangan para Romo, suster, bruder, frater dan umat pada umumnya, kata Mgr Rubiyatmoko, muncul dua pertanyaan. Ia mengungkapkan pertanyaan itu pertama soal gaya bicaranya yang terkadang seneng “nyrempet-nyrempet” (vulgar-red). “Iseh saru ra yo (masih vulgar tidak ya), itu pertanyaan yang muncul,” katanya.

Mgr Rubyatomoko melanjutkan, bahwa umat tidak perlu kawatir karena dia akan menghentikan kebiasaan itu. “Untuk hal ini ga usah kawatir… langsung mati pet…, kalau pas ingat,” candanya.

“Pertanyaan kedua berkaitan dengan penampilan saya, tetap berkumis atau dicukur  klimis. Pertanyaan ini cukup menggelisahkan saya, maka saya sowan Mgr Suharyo khusus untuk bertanya soal hal ini,” canda Mgr Rubiyatmoko sekali lagi.

Gaya bicara yang penuh canda semacam ini tentu akan mewarnai setiap perjumpanya dengan umat di Keuskupan Agung Semarang (KAS). Canda kadang dibuthkan umat sebagai jembatan untuk dekat dengan gembalanya. Mgr Rubiyatmoko tentu akan tetap menjadi dirinya sendiri dengan beragam gaya dan canda-candanya untuk membawa umat KAS lebih dekat kepada Tuhan.

Pada masa penggembalaannya, Mgr Rubiyatmoko mengungkapkan bahwa menjadi uskup bukan soal penampilan saja. Ditahbiskan menjadi Uskup adalah panggilan dan perutusan yang membutuhkan kerelaan, kemauan, dan kesiapsediaan untuk menanggapi kehendak Tuhan yakni melayani umat-Nya.

Mgr Rubiyatmoko yang bercita-cita menjadi imam yang tinggal di tengah-tengah umat akan semakin dekat dengan umatnya. “Yang sejak kecil saya cita-citakan adalah ingin menjadi imam yang biasa, yang tinggal di tengah-tengah umat dan melayani umat.”

Namun Mgr Rubiyatmoko akhirnya berpasrah kepada kehendak Tuhan. Ia pun percaya akan penyertaan dan kekuatan dari Tuhan.

Antonius E. Sugiyanto

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here