Mgr Datus, Kisah Seorang Anak Bupati

1186
Mgr Datus Hilarion Lega berfoto bersama umat Fakfak (Foto Insert: Bupati Frans Sales Lega). [Marthina Fifin da Lopez/Dok. KOMSOS Paroki St Yosef Fakfak]
3/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Dalam kesempatan perayaan HUT ke-33 Sakramen Imamatnya, Uskup Manokwari-Sorong (KMS) Mgr Datus Hilarion Lega menceritakan secuil kisah tentang masa kecilnya. Perayaan yang digelar dengan Misa di Gereja Santo Yosef Fakfak, Papua Barat ini dihadiri oleh ribuan umat di seluruh kawasan Tim Pastoral Wilayah (TPW) Fakfak, Kamis sore, 15/6.

Mgr Datus berkisah, dirinya adalah seorang putra Bupati Manggarai, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Ia lahir di Kupang, Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur, 21 Oktober 1956. Ayahnya berasal dari Manggarai. Sedangkan sang ibu adalah putri asal Kupang yang masih berdarah Portugis. Mgr Datus tinggal di Kupang hingga ayahnya terpilih menjadi Bupati Manggarai. Ketika ayahnya diangkat menjadi orang nomor satu di kampung halamannya, Mgr Datus baru kelas 5 SD. Keluarga Lega pun hijrah ke Manggarai karena sang kepala keluarga akan mengawali tugas barunya.

Meskipun ayahnya seorang Bupati, Mgr Datus sudah terbiasa sejak kecil tidak merasa harus diperlakukan khusus karena kedudukan sang ayah. “Saya sejak berumur 12 tahun sudah masuk seminari. Dan pada saat itu, saya masih kecil,” tutur Uskup yang menerima tahbisan imamat di Katedral Santa Maria Assumpta-Santo Yosef Ruteng, 15 Juni 1984 ini.

Merefleksikan pengalaman masa kecil tersebut, Mgr Datus menegaskan bahwa pendidikan dan pendampingan anak-anak harus dengan keleluasan dan penanaman nilai-nilai Kristiani yang luhur. Dengan demikian, lanjut Mgr Datus, anak akan bertumbuh sesuai dengan bakat-bakat dan aneka kemampuannya sehingga menjadi pribadi yang mandiri; bukan karena embel-embel, status, dan jabatan dari orangtuanya.

“Saya rasa, karena anak-anak itu bertumbuh sesuai dengan bakat dan kemampuannya, mereka juga dapat kita bentuk. Peran para guru di sekolah formal maupun pendidik yang informal sungguh luar biasa,” tegasnya. Ia berpesan agar para guru sungguh memperhatikan pengabdian khas dan dedikasi mereka yang tinggi selama mendampingi anak-anak didiknya. Pembentukan karakter anak-anak amat dipengaruhi oleh guru-guru mereka. “Guru-guru di zaman sekarang harus bisa lebih maju sehingga berhasil mengantar anak-anak didiknya menjadi penerus Gereja dan bangsa ini.”

Nama ayah Mgr Datus adalah Frans Sales Lega. Sejak menjadi Bupati Manggarai, ia lebih dikenal dengan sebutan Bupati Lega. Penerima anugerah Prasamya Purnakarya Nugraha ini sempat mengenyam formasi sebagai calon imam di seminari. Namun, dalam perjalanan panggilannya, ia memutuskan untuk mengambil jalan sebagai awam dan melanjutkan ke pendidikan guru.

Frans Sales Lega memimpin Manggarai sejak 24 Agustus 1967 hingga akhir masa jabatannya pada 24 November 1978. Di kalangan masyarakat Manggarai, Bupati kelahiran Lale, Satar Mese, Manggarai ini dikenal sebagai tokoh perjuangan terhadap kondisi keterbelakangan di Manggarai. Selama masa kepemimpinannya, ia berhasil menyulap wajah Manggarai yang terkesan suram, menjadi berseri-seri dan penuh harapan. Ia melakukan pembangunan di berbagai bidang, seperti membuka Bandara Satar Tacik, Bandara Komodo, PLTA Wae Garit, Irigasi Wae Sale di Lembor, dll. Seluruh kekuatan dan potensi yang ada di daerahnya berusaha digenjot untuk membangun dan memajukan Manggarai. Berkat jasa-jasanya, namanya diabadikan untuk mengganti nama Bandara Satar Tacik yang dulu ia rintis. Kini nama bandara itu menjadi Bandara Frans Sales Lega.

R.B.E. Agung Nugroho

Laporan: Marthina Fifin da Lopez (Papua Barat)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here