Romo Sarto SVD Rayakan Perak Imamat

1202
Rate this post

Romo Antonius Sarto Mitakda merayakan ulang tahun ke-25 tahbisan imamat, di Gereja St Mikael Kranji Bekasi, Keuskupan Agung Jakarta, Minggu, 13/8.

Perayaan pesta perak Kepala Paroki Kranji ini dirayakan bersama umatnya dalam Misa Konselebrasi yang dipimpin oleh Uskup Agung Jakarta, Mgr Ignatius Suharyo, serta didampingi oleh sejumlah imam dari Serikat Sabda Allah (Societas Verbi Divini/SVD) serta Dekanat Bekasi.

Romo Sarto, demikian panggilannya, lahir di Saumlaki, Ambon, 7 Februari 1966. Lulus dari TK dan SD Don Bosco, Sarto melanjutkan pendidikannya ke Seminari Kecil St Yohanes Maria Vianney, kemudian ke Seminari Menengah St Yudas Tadeus Langgur, Kei Kecil, Keuskupan Amboina.

Begitu merampungkan studi di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana Malang, Jawa Timur, Keuskupan Malang, Frater Sarto menjalani Tahun Orientasi Pastoral di Paroki St Petrus dan Paulus Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, Keuskupan Palangkaraya, pada 1989-1990.

Dua tahun kemudian, Diakon Sarto menerima tahbisan imamat dari Uskup Amboina waktu itu, Mgr Andreas Peter Cornelius Sol MSC (1915-2016), di Gereja Katedral St Fransiskus Xaverius Ambon. “Saya imam terakhir yang ditahbiskan di gereja katedral yang lama, sebelum bangunan itu direnovasi,” ujar Romo Deken Dekanat Bekasi ini.

Sebagai imam baru, Romo Sarto diutus oleh SVD ke Ghana, Afrika Barat. Misi perdananya ke Benua Afrika itu sempat tertunda selama dua tahun karena sedang terjadi perang antar suku di sana. Akhirnya Romo Sarto melayani umat Paroki St Arnoldus Janssen Bekasi, sebagai pastor rekan dan menjadi pendamping kaum muda. “Saya bersyukur, orang-orang muda yang saya dampingi pada waktu itu, kini banyak yang menjadi aktivis di parokinya,” ujar Romo Sarto.

Dua tahun di Paroki Bekasi, Romo Sarto kemudian terbang ke Ghana. Semula ia memilih Jepang. Tapi tarekat justru mengutusnya ke Afrika. Kata Romo Sarto, seperti yang disampaikan pimpinan tarekat kepadanya, “Kamu punya pengalaman dalam peristiwa konflik.”

Ghana saat itu, kenang Romo Sarto, masih dalam situasi perang antar suku. Bahkan ketika berkarya di sana, nyawanya nyaris terancam, lantaran dituduh melatih anak-anak berperang. Padahal saat itu, Romo Sarto sedang memberikan pelajaran bina iman untuk para bocah di parokinya. “Kepala suku berhasil menjelaskan kepada mereka, sehingga saya bisa selamat,” bebernya.

Yanuari Marwanto

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here