In–Ideologisasi

206
5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.com – Pembentukan Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) sungguh merupakan berita gembira (Kompas, 8 Juni 2017). Tujuan utama UKP-PIP adalah menumbuhkan nilai-nilai Pancasila. Program pemerintah era Presiden Joko Widodo ini membutuhkan format baru, mengingat masyarakat masih skeptis dengan pola Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4) zaman Orde Baru yang otoriter.

Fenomena dan aksi-aksi kekerasan, ekstremisme, dan intoleransisme di Indonesia akhir-akhir ini merupakan produk dari pemahaman sempit religiusisme eksklusif. Dari berbagai sumber media sosial, kita mengetahui bahwa mereka melakukan perekrutan, kaderisasi (baca: pencucian otak) bagi anak-anak negeri ini lewat lembaga-lembaga pendidikan, baik negeri maupun swasta. Survei yang dilakukan Setara Institute, 2016, ditemukan 36 % siswa SMA intoleran pasif; dan 2,4 % intoleran aktif. Angka itu sangat mencemaskan.

UKP-PIP dibentuk untuk menyikapi persoalan krusial yang melanda bangsa Indonesia akhir-akhir ini, yakni suatu paham yang hendak dipaksakan kelompok tertentu untuk menggantikan ideologi negara, Pancasila. Kondisi ini sungguh mencemaskan persatuan Indonesia. Para pendiri bangsa telah mengorbankan banyak kepentingan, bahkan nyawa, untuk mempertahankan Pancasila. Pancasila bukan hanya ideologi bangsa, tetapi juga dasar negara. Menggantikannya berarti merobohkan negara.

Dalam menyikapi bahaya yang akan mengoyak persatuan bangsa tersebut, pemerintah membuat format baru pembumian butir-butir Pancasila. Format baru yang dimaksudkan adalah bahan ajar, sistem, dan metodologi pengajaran baru yang efektif dan efisien. Itu tak cukup! Perlu dicermati bahwa perihal “menumbuhkan” atau “membumikan” bukan pertama-tama persoalan benihnya, melainkan “tanah” tempat pertumbuhan benih, yaitu budi dan hati bangsa ini. Benih-benih yang sudah lama dirumuskan dalam “36 Butir-butir Pancasila” merupakan benih unggul pembentukan karakter bangsa. Namun, benih itu kurang bisa tumbuh dengan semestinya, karena tanah tempat pertumbuhannya tidak subur. Penyebab ketidaksuburan tersebut adalah sikap trauma dan skeptis terhadap Pancasila, yang selama 30 tahun lebih disalahgunakan untuk melestarikan kekuasaan Orde Baru.

Dua Solusi
Pertama, in-ideologi. Tugas berat UKP-PIP adalah membidani proses in-ideologi nilai-nilai dasar Pancasila. Bukan indoktrinasi model Orde Baru. Maksud “in-ideologi” di sini adalah menemukan kembali benih nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Upaya penemuan bisa dijadikan gerakan nasional. Yudi Latif, Ketua UKP-PIP, telah banyak memaparkan penemuan nilai-nilai tersebut, sebagaimana dia tuliskan dalam buku Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, Aktualitas Pancasila.

Persoalannya, bagaimana nilai-nilai tersebut diimplementasikan dalam program “karya besar” lembaga yang dipimpinnya. Mungkin, banyak anak bangsa telah menderita alergi dan trauma terhadap Pancasila, karena penyalahgunaan parah yang dilakukan oleh pemerintahan Orde Baru. Namun, dalam konteks bangsa yang sedang babak belur dan tercabik-cabik oleh bahaya disintegrasi, nilai-nilai dasar Pancasila justru menemukan aktualitasnya kembali.

Kedua, Penyembuhan trauma terhadap Pancasila tidak mungkin disikapi dengan “gebuk”. Sebab, para korban traumatis memi-liki sensitivitas psikologis. Jika salah menangani luka-luka psikologis justru akan melahirkan brutalitas yang makin parah. Semua pihak yang terkait dengan UKP-PIP mesti bertindak sebagai: Non iudex, sed medicus ‘bukan hakim, melainkan penyembuh’. “Menggebuk” mereka sama saja dengan melanggar nilai-nilai Pancasila itu sendiri.

Pancasila adalah ungkapan cinta dari para bapak pendiri negeri ini. Cinta hanya impas, jika dibalas dengan cinta. Cara yang tepat untuk mencintai para korban ektremisme dan intoleransisme adalah dengan menemukan dan “melahirkan kembali” nilai-nilai Pancasila yang sudah ada dalam diri mereka. Karya besar ini mesti melibatkan tangan-tangan penyembuh dari seluruh komponen bangsa.

Adrianus Pristono OCarm

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here