Renungan Minggu, 10 September 2017 : Hidup dalam Nama Tuhan

839
[HIDUP/Prayogi Dwi Sulistyo]
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Minggu Biasa XXIII: Yeh 33:7-9; Mzm 95:1-2,6-7,8-9; Rm 13:8-10; Mat 18:15-20

MANUSIA merupakan makhluk monodualistis, artinya makhluk individu dan juga makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia hidup saling membutuhkan. Manusia semakin menyadari individualitas melalui kehidupan bersama orang lain. Esensi manusia sebagai makhluk sosial adalah kesadaran manusia tentang status dan posisinya serta bagaimana tanggungjawab dan kewajibannya di dalam kebersamaan. Di lain pihak, manusia diciptakan berbeda satu sama lain. Perbedaan itu bisa menjadi alasan saling membutuhkan, tetapi juga menjadi ancaman yang melahirkan pertentangan.

Hidup bersama dalam nama Tuhan mengandung nilai-nilai kebersamaan sesuai dengan ajaran Tuhan. Seseorang disebut berdosa bila ia tak bisa hidup dalam kebersamaan dalam nama Tuhan. Dalam Injil Matius, Yesus memberi petunjuk bagaimana menyelamatkan orang yang hidup di luar kebersamaan. “Tegurlah dia empat mata, kalau tidak berhasil libatkan beberapa orang, dan kalau masih tidak berhasil sampaikan soal itu kepada jemaat. Kalau masih juga tidak berhasil maka orang tersebut dianggap tidak mengenal Tuhan sebagaimana dihayati dalam norma-norma kebersamaan” (bdk. Mat 18:15-20). Yang menarik dari petunjuk Yesus adalah sikap menghargai kebebasan individu dalam kebersamaan. Kesalahan dan dosa apapun yang dilakukan seseorang, jangan cepat menghakimi. Kita harus memberi ruang dan waktu, agar proses pertobatan dapat dijalani.

Makna kebersamaan terungkap dalam firman Tuhan: “sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka.” Makna kebersamaan menurut firman Tuhan hari ini, hendaknya kita hidup bersama orang lain dan kebersamaan itu dalam nama Tuhan.

Yesus memanggil para murid untuk hidup bersama sebelum mereka diutus. Tinggal bersama Yesus menjadi hal yang sangat penting dalam proses menjadi seorang murid-Nya. Hidup bersama Yesus membawa dampak dalam kehidupan mereka secara pribadi, maupun dalam kebersamaan. Perubahan apa yang terjadi dalam hidup mereka? Para murid terpanggil untuk tumbuh dalam persaudaraan yang akrab denganYesus. Panggilan ini terungkap secara khusus dalam Injil Yohanes. Dalam cerita panggilan yang pertama (Yoh 1:39), Yesus mengundang murid-murid-Nya dengan mengatakan, “Marilah dan kamu akan melihatnya”, Yohanes menambahkan, “dan hari itu mereka tinggal bersama-sama dengan Dia.”

Hidup bersama Yesus merupakan puncak dari persahabatan dengan-Nya. Pada awal Injilnya Yohanes mengatakan “Mereka tetap bersama-Nya” (Yoh 1:39) dan menjelang akhir Injilnya Yesus sendiri menegaskan agar para murid “tinggal di dalam-Nya” (Yoh 15:14). Tinggal dalam Yesus memang tujuan dari kerasulan. “Tinggalah di dalam Aku dan Aku tinggal di dalam kamu”(Yoh 15:4). Pandangan yang sama diungkapkan St Paulus bahwa misinya kepada bangsa-bangsa sebenarnya adalah Kristus dapat menjadikan hati mereka sebagai rumah-Nya (Ef 13:17).

Dengan hidup bersama Yesus dan mengikuti-Nya, para rasul perlahan-lahan mulai belajar untuk berpikir dan bertindak seperti Yesus. Mereka mulai melihat masalah dan memecahkan persoalan berdasarkan pandangan Yesus. Dengan demikian, mereka ikut berperan serta melaksanakan kasih Yesus.

Yesus mengajak para murid untuk bersama dalam satu kelompok, tapi kadang terjadi ketegangan misalnya ada beberapa yang “mencari muka” (Mrk 10:38). Ini karena mereka orang biasa dan tak sempurna. Namun, Yesus menerima mereka dan mengajak mereka untuk berkembang sampai sungguh-sungguh menyadari arti mengikuti Yesus dan bertindak seperti yang dikehendaki-Nya.

Berkumpul atau hidup bersama dalam nama Tuhan menjadi inti dari seluruh kegiatan apostolik. Prasyarat karya apostolik yang berhasil adalah adanya pengalaman hubungan pribadi yang akrab dengan Kristus. Apa yang kita wartakan sebenarnya adalah hubungan kita yang mendalam dengan Kristus sendiri. Seperti Yohanes kita hendaknya juga mewartakan pengalaman kebersamaan kita dengan Kristus (1Yoh 1:1-4).

Pengalaman hidup umat perdana menjadi pelajaran bagi kita untuk merealisasikan ungkapan Yesus dalam Matius 18:20: “sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka.” Gambaran tentang jemaat perdana dan bagaimana hidup bersama dalam nama Tuhan tertuang dalam Kisah Para Rasul 2:41-47 dan 5:32-35. Belajar dari umat perdana, maka kebersamaan dalam nama Tuhan membutuhkan pengakuan iman akan Yesus, mendengarkan firman-Nya, berdoa bersama, hidup berbagi khususnya bagi mereka yang berkekurangan.

Mgr John Philip Saklil

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here