Ke Mana Harus Mencari Tuhan?

402
4/5 - (3 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Pada era zaman banjir informasi akibat perkembangan teknologi media saat ini kadang membuat hidup kita terasa padat, sibuk, dan kadang bisa menimbulkan stres. Setiap hari, kita dibanjiri aneka informasi baik dari televisi, radio, internet, jejaring media sosial, media cetak, dll., yang kadang tidak penting bagi hidup kita. Di kota-kota besar, orang juga disibukkan dengan kemacetan jalan, juga diramaikan dengan aneka iklan yang bertebaran di pinggir jalan, bus, kereta api, taksi, ojek online, dll., yang membuat hidup kita menjadi terasa ramai bahkan ruwet dengan tawaran yang akhirnya membuat hidup kita mudah lelah.

Dalam suasana sibuk atau tegang, orang akan ingat Tuhan ketika mereka sedang mengalami kesulitan atau takut. Ketika orang sudah penat dengan keramaian, kadang mereka rindu akan keheningan. Konon katanya, Tuhan juga lebih mudah ditemukan dalam keteduhan dan kesunyian.

Suasana hening dan sunyi pernah menjadi kerinduan Romo Yohanes Indrakusuma CSE ketika masih duduk di Seminari Menengah. Setelah lulus, ia ingin sekali masuk biara kontemplatif, tetapi tidak kesampaian dan akhirnya masuk novisiat Karmel pada 1960. Di novisiat, kerinduannya untuk hidup dalam kesunyian kembali bergolak. Sebelum ditahbiskan menjadi imam pun, ia pernah menyampaikan keinginannya untuk tinggal di pertapaan Karmel di Wolfnitz, Austria. Keinginan itu tak terwujud, sampai ia mendapat kabar bahwa pertapaan itu tutup karena animo Karmelit menjadi pertapa berkurang.

Keinginan Romo Yohanes baru terkabul pada 1976, ketika permintaannya untuk bertapa di Ngroto, Malang bersama dengan Romo Cyprianus Verbeek OCarm disetujui Romo Hadisumarta OCarm, Provinsial Karmel waktu itu. Setelah jeda dua tahun untuk belajar spiritualitas di Jepang dan India, ia kembali bertapa lagi seorang diri sampai pindah ke Ngadireso.

Usaha hidup bertapa Romo Yohanes menarik perhatian umat. Sampai suatu saat ada tiga perempuan yang tertarik untuk mengikuti cara hidupnya dan berhasil membentuk komunitas Suster Putri Karmel (PKarm) pada 1982. Selang beberapa tahun kemudian, ada tiga pemuda yang mengikuti jejak Romo Yohanes dan terbentuklah Kongregasi Carmelitae Sancti Eliae (CSE) pada 1986. Beberapa bulan kemudian, sekelompok awam pun mendirikan Komunitas Tritunggal Mahakudus (KTM) pada 1987 setelah mendapat pencerahan. Ketiga kelompok ini terus berkembang dan memberikan banyak pelayanan salah satunya di Lembah Karmel, Cikanyere, Jawa Barat.

Apakah animo umat dalam mencari Tuhan dalam keheningan berkurang saat ini? Rupanya tidak. Sampai sekarang kerinduan orang untuk mencari kedamaian dalam keheningan masih tetap banyak, terlihat dengan bertambahnya anggota komunitas yang didirikan Romo Yohanes.

Kita patut bersyukur, usaha Romo Yohanes dan komunitasnya dalam menggairahkan minat umat untuk mencari Tuhan dapat berkembang. Di tengah banyaknya orang berlomba-lomba mendirikan mega proyek duniawi, mereka telah merintis mega proyek kerohanian yang akhirnya menyebar ke beberapa penjuru Nusantara. Semoga apa yang diperjuangkan Romo Yohanes ini dapat terus dipelihara dan dikembangkan oleh anggota CSE, suster PKarm, para awam KTM, juga kita semua agar gerakan ini bisa menjadi oasis umat yang haus kedamaian dalam keheningan.

Redaksi

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here