Merubah Pola Pikir Dari Konsumtif Ke Produktif

548
Pelayanan: Karyawan CUSS TP Rantepao sedang melayani anggota.
[HIDUP/Aprianita Ganadi]
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Credit Union bukan hanya mampu meningkatkan ekonomi umat atau kesejahteraan keluarga. Pola pikir anggota yang konsumtif pun berubah menjadi produktif.

Pada tahun 2005, dalam pertemuan para Ketua Komisi PSE dari berbagai keuskupan seluruh Indonesia di Jakarta tercetuslah sebuah topik tentang cara mengatasi pengangguran dan pemberantasan kemiskinan. Lewat pertemuan itu, sejumlah keuskupan mendorong berkembangnya Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di tingkat paroki.

Di saat yang bersamaan, lembaga-lembaga lain juga tengah gencar mendirikan Credit Union (CU) setelah melihat kisah sukses sejumlah CU di Kalimantan Barat. Beberapa keuskupan bahkan kemudian tertarik untuk ikut mengembangkan CU untuk mengatasi masalah ekonomi dan kemiskinan umatnya.

Sebagai tindak lanjut, pada 1 September 2006, Komisi PSE KAMS mengadakan sosialisasi CU di 12 paroki di Kevikepan Makassar. Pada 4-8 Desember 2006, dilanjutkan dengan Lokakarya Strategic Planning CU di Makale, Tana Toraja dengan menghadirkan fasilitator dari Badan Koordinasi Koperasi Kredit Daerah (BK3D) Kalimantan. Di acara itu, para peserta lokakarya bersepakat untuk mendirikan CU Sauan Sibarrung (CUSS), pada 7 Desember 2006.

CUSS akhirnya hadir di tengah masyarakat Tana Toraja yang mayoritas peker jaannya adalah petani dan peternak. Kehadiran CU ketika itu bertujuan untuk meningkatkan kualitas sosial ekonomi masyarakat dan ingin mengubah pola pikir konsumtif menjadi produktif. Dalam menjalankan aktivitasnya, mereka selalu didampingi oleh Komisi PSE KAMS.

Pola Pikir
Nama Sauan Sibarrung, diambil dari bahasa Toraja. Artinya, alat pertukangan yang terbuat dari besi mirip seperti parang atau linggis. Sauan Sibarrung sifatnya keras, sama seperti pikiran orang Toraja yang keras atau teguh memegang adat, misalnya pada adat upacara kematian. Banyak orang Toraja, menjadi konsumtif jika berhadapan dengan upacara kematian. “Demi mengubah pola konsumtif itu, CUSS memanfaatkan kearifan lokal yang dimiliki, yakni manusia, hewan ternak, dan tumbuhan,” kata Ketua CUSS, Romo Fredy Rante Taruk.

Awalnya, banyak umat tidak peduli dengan hadirnya CUSS. Sebagian besar umat berpikir bahwa CU adalah koperasi atau lembaga keuangan. Jika ada uang, umat bisa menabung, tetapi jika membutuhkan, tinggal meminjam. Padahal, yang ditekankan adalah melakukan revolusi atau perubahan pola pikir masyarakat dari konsumtif ke produktif.

Untuk menarik minat masyarakat bergabung menjadi anggota, para pengurus dan pengawas CUSS bekerjasama dengan imam setempat, aktivis, dan tokoh adat untuk mengajak mereka bergabung.

Sedikit demi sedikit, anggota bertambah. Masyarakat yang sudah menjadi anggota, kemudian memberikan kesaksian hidup mereka. Pengalaman itu, menjadi contoh perubahan yang terjadi dan dapat menarik orang masuk ke CUSS. “Kesaksian anggota CUSS, dari mulut ke mulut, akhirnya menjadi daya pikat masyarakat lain untuk bergabung ke CUSS,” kata Romo Fredy.

Fokus Pendidikan
Selain fokus pada perubahan pola pikir masyarakat Toraja, CUSS juga memberi perhatian khusus pada pendidikan para calon anggota. Bagi masyarakat yang ingin menjadi anggota CUSS, mereka diwajibkan mengikuti pendidikan dasar dan motivasi selama dua hari. Tujuan pendidikan adalah agar anggota mengetahui seluk-beluk CUSS, yang bukan hanya gerakan simpan pinjam, tetapi gerakan pendidikan pengelolaan ekonomi keuangan. Pendidikan ini merupakan syarat mutlak untuk menjadi anggota.

Setelah masuk, mereka juga wajib mengikuti pelatihan Financial Literacy atau pendidikan kecakapan keuangan. Tujuannya, agar anggota mampu mengontrol penggunaan uang secara bijaksana. “Pendidikan sangat efektif diterapkan di CUSS. Wajah CUSS sendiri akhirnya menjadi gerak pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan, pelatihan, pendampingan, dan pembimbingan kepada masyarakat,” kata Romo Fredy saat diwawancarai, Sabtu, 16/5.

CUSS menekankan kepada anggotanya bahwa untuk meningkatkan pendapatan tidak hanya sebatas pada pinjaman. Solusi bagi anggota bukan pinjaman, tetapi cara pengelolaan ekonomi rumah tangga yang baik. “Kesulitan orang miskin bukan diselesaikan dengan cara meminjam. Tetapi mengubah pola pikir mereka dalam mengelola keuangan keluarganya,” tandas Romo Freddy.

Model Pendampingan
Untuk model pendampingan, CUSS memiliki cara sendiri. Mereka menyesuaikan dengan keahlian dan kebutuhan anggota. Misalnya untuk petani, CUSS akan memberikan bimbingan teknis tentang cara pemilihan bibit, pembuatan pupuk kompos, pemberantasan hama, dan lain-lain.

Bimbingan untuk para petani, diarahkan pada pertanian ramah lingkungan dengan mempraktikkan sistem pertanian terpadu menuju organik. Dengan sistem ini, biaya produksi menjadi lebih rendah dan hasilnya bisa lebih sehat.

Sama halnya seperti petani yang mengutamakan lingkungan, cara kerja peternak juga harus memanfaatkan kondisi alam sekitar. Maka CUSS mengajarkan para anggotanya untuk memberi makan hewan ternak seperti babi dan ayam dari bahan alam. Misalnya, makanan untuk ayam dan ikan diolah dari limbah dapur.

CUSS juga bekerjasama dengan Orang Muda Katolik (OMK) di KAMS dengan memberikan pelatihan kepemimpinan dan pelatihan usaha. Setiap tahun, CUSS aktif memberi pelatihan tentang penyadaran gender dan human trafficking.

Menurut Romo Freddy yang juga menjabat sebagai Ketua PSE KAMS, keberhasilan sebuah CU bukan dilihat dari berapa besar jumlah aset dan jumlah anggota yang dimiliki. CU dinyatakan berhasil, apabila kualitas hidup para anggotanya banyak yang meningkat. “Indikator sukses, dapat dilihat dari banyaknya anggota yang telah meningkat pendapatannya atau mampu membiayai kebutuhan dasarnya,” imbuhnya.

Saat ini, hingga April 2015, CUSS telah memiliki 29.564 anggota. Asetnya sekitar 314 miliar rupiah. CU itu memiliki sembilan jenis kelompok binaan, yaitu kelompok tani padi, jagung, sayur, ternak babi, industri rumah tangga, CUMI, ternak ayam kampung, budidaya ikan lele dan mas, serta budidaya rumput laut.

CU Mekar Kasih
Tahun 2007, selain CUSS, PSE KAMS juga mendirikan CU Mekar Kasih (CUMK). Jika CUSS melayani umat di wilayah Kevikepan Toraja dan Luwu, CUMK melayani wilayah Makassar, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tenggara. Lantaran karakteristik masyarakat di tiap daerah berbeda dan jarak teritorial antara wilayah satu dengan yang lain jauh, maka PSE KAMS mendirikan CUMK di Makassar.

Diharapkan dengan nama itu anggota CU dapat berkembang sisi jasmani maupun rohaninya. Perkembangan jasmani meliputi kemajuan kesejahteraan melalui modal yang terkumpul, dan perkembangan rohani berarti perbaikan sumber daya manusia (SDM) para anggotanya serta terjadi revolusi pola pikir.

Kini, CUMK memiliki anggota sebanyak 10.831 orang dengan jumlah aset 141 miliar rupiah.

Aprianita Ganadi

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here