Si Plontos, Sketcher Humanis

224
Berbagi: Donald membuka sesi sharing proses kreatif usai kegiatan menggambar sketsa Gedung Raden Saleh Cikini.
[HIDUP/Stefanus P. Elu]
5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.com – Mula-mula ia hanya ingin mempelajari gambar realisme dari dunia sketsa. Nyatanya, sudah empat tahun lebih ia berproses bersama komunitas Indonesia’s Sketchers. Hasil goresan tangannya, beberapa kali ikut pameran.

Seorang pria berkepala plontos mondar-mandir di halaman Gedung Raden Saleh Rumah Sakit PGI Cikini, Jakarta Pusat. Ia menggenggam clipboard, kertas gambar, pena, dan telepon selular. Tanpa suara, ia mendekat dan mengamati beberapa rekan yang duduk menyebar di halaman gedung itu. Mereka sedang menggambar gedung dan pohon yang ada di sekitar mereka. Beberapa kali, dengan telepon selularnya, si pria berkepala plontos itu mengabadikan rekan-rekannya yang sedang asik menggoreskan pena di kertas gambar.

Pria berkepala plontos itu bernama Donald Stephanus Saluling, anggota komunitas Indonesia’s Sketchers. Hari itu, Donald bersama rekan-rekannya sekomunitas berhimpun bersama membuat “Live Sketch” Gedung Raden Saleh.

Di tengah kesibukan menari-narikan pena di atas kertas gambar, Donald berkisah peziarahan kreatif sebagai sketchers yang sudah dilakoni selama empat tahun belakangan. “Ya, saya juga belajar banyak dari teman-teman, terutama saat kumpul bareng kayak gini.

Banting setir
Sebelum menekuni dunia sketsa, Donald adalah seorang pelukis. Aktivitas melukis merupakan pengejawantahan atas ilmu yang sudah ia kenyam saat belajar seni rupa dan desain grafis di Portland State University Oregon, Amerika Serikat. Puluhan frame lukisan sudah ia hasilkan. Tapi, Donald merasa ekspektasi seni dalam dirinya belum tergapai. Ia ingin menggali lajur seni lain. Ia ingin belajar membuat gambar-gambar realisme.

Lantas akhir 2009, ia mulai tekun melacak gambar-gambar realisme. Bertemulah ia dengan situs urbansketchers.org, sebuah situs yang mempubli kasikan hasil karya para sketser dari berbagai negara. “Wah, saya juga kan pernah buat gambar-gambar seperti ini,” gumam batinnya kala itu. Hati Donald terketuk dengan gambar-gambar seperti itu. Ternyata, di Indonesia sudah ada komunitas serupa. Singkat kisah, awal 2010, Donald banting setir dari melukis ke sketsa.

“Sekarang, saya jarang melukis. Kecuali kalau ada pesanan. Kalau tidak, ya saya lebih banyak jalan-jalan dan menggambar sketsa. Buat saya, live sketching itu semacam gaya hidup. Bukan hanya hobi, tapi bukan juga pekerjaan utama,” ujar umat Paroki St Stefanus Cilandak, Jakarta Selatan ini.

Ia membidik jenis sketsa yang humanis, mengandung nilai human interest. Di akun media sosialnya, sketsa dengan intensi ini mudah ditemukan. Ada sketsa seorang laki-laki sedang memancing, orang-orang yang sedang tertidur dalam gerbong commuter line, dan ada pula sketsa wajah Paus Fransiskus. “Untuk menyelesaikan satu sketsa seperti ini, saya membutuhkan waktu lima menit,” ujar Donald. Kalau mau dihitung, sudah lebih dari 10 buku yang ia buat dengan sketsa. Untuk memenuhi satu buku setebal 100 halaman dengan sketsa, Donald membutuhkan waktu satu bulan lebih.

Merekam sejarah
Mengapa memilih sketsa? Donald mengatakan, “Melalui sketsa saya bisa merekam sejarah. Misal saya datang ke suatu tempat, lalu membuat sketsa tempat itu. Sepuluh atau dua puluh tahun kemudian, saat saya balik lagi ke tempat itu, belum tentu gedung atau suasana yang sama seperti saat saya membuat sketsa, masih tetap ada. Pasti sudah berubah!” ungkap ayah tiga anak ini.

Maka, setiap kali bepergian, Donals selalu membawa buku sketsa. Di setiap tempat, bahkan di perempatan jalan sekalipun, ketika ia merasa tertarik dengan tempat dan suasana tertentu, ia rela berlama-lama untuk mengabadikan tempat itu lewat goresan-goresan pena.

Kerapkali, aktivitas Donald mengundang tanya banyak orang. Orang pun datang melihat dan mulai bertanya-tanya. Saat itulah terjadi interaksi. Orang itu kadang bercerita tentang situasi tempat itu lima atau sepuluh tahun silam. Donald pun akan menambahkan catatan itu dalam halaman sketsanya. Kadang ada pula orang yang menatap hasil sketsa Donald, lalu teringat masa lampau. “Dulu saya tinggal di situ, letak rumah orangtua saya tak jauh dari situ. Atau, dulu di sini ada pohon besar, tapi sudah ditebang,” ujar Donald menirukan komentar orang-orang yang melihat hasil sketsanya.

Belajar, berbagi
April tahun ini, Donald bersama rekan-rekannya berencana menggelar pamer an sketsa di Erasmus Huis, Pusat Kebudayaan Belanda, di kawasan Kuningan Jakarta Selatan. Pemeran itu bertajuk “The Kingdom of Netherlands 200 Years of Legacy Heritage”. Pameran yang bakal berisi sketsa bangunan-bangunan tua berarsitek Belanda ini akan berlangsung selama satu bulan. “Suatu hari, kami berkumpul di Kota Tua Jakarta. Ada staf Erasmus Huis melihat kami, lalu menawari membuat pameran sketsa,” cerita Donald.

Ini bukanlah pertama kali, Donald bersama rekan-rekannya membuat pameran. Ia telah beberapa kali mengikutkan karya sketsa dalam pameran di Jakarta dan beberapa kota lain di Indonesia. “Pameran itu satu cara untuk belajar dan berbagi.”

Proses berbagi, ia wujudkan pula lewat pelatihan sketsa secara gratis. Awal Februari lalu, Donald bersama Panitia Paskah 2015 Paroki St Stefanus Cilandak mengadakan workshop  sketsa untuk Putra-Putri Altar. Hasil sketsa ini akan diolah menjadi souvenir Paskah yang dijual.

Donald akan terus menggoreskan pena di lembar-lembar kertas. Melalui sketsa, ia merekam sejarah untuk mengingatkan generasi masa depan akan masa lalu.

Donald Stephanus Saluling
TTL : Makassar, 28 Desember 1973
Istri : Emiyulia
Anak : Daphne, Dylan,dan Dimitri

Pendidikan:
• SDK Mamajang I Makassar, Sulawesi Selatan
• SMP Nusantara Makassar, Sulawesi Selatan
• SMA Katolik Rajawali Makassar, Sulawesi Selatan
• Portland State University, Oregon (Portland Community College, Montgomery College, Rockville, Maryland) Amerika Serikat

Pekerjaan:
• Desainer Grafis dan seniman

Pameran :
• Pameran sketsa bersama komunitas Indonesia’s Sketchers di Hotel Le Meridian dan Gedung Kesenian Jakarta
• Pameran lukisan Jakarta Art Award
• Pameran lukisan Bersama di Tiger Bar, Portland, Amerika Serikat
• Pameran lukisan di Hawthorne Art and Guild, Portland, Amerika Serikat

Stefanus P. Elu

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here