Keluarga Nazaret Sebagai Teladan Keluarga

3685
3.7/5 - (4 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Bisakah dikatakan bahwa Bunda Maria dan St Yusuf mengikrarkan kaul kemurnian dan mereka tidak bersetubuh, sehingga Bunda Maria tetap perawan? Kalau benar, apakah Keluarga Kudus Nazaret bisa menjadi teladan keluarga kita?

Teguh Wacana Halim, 08113775xxx

Pertama, pada waktu Maria menerima kabar gembira dari Malaikat Gabriel dikatakan bahwa Maria sudah bertunangan dengan Yusuf, artinya mereka berdua dalam waktu dekat akan menikah secara resmi dan hidup bersama. Saat pewartaan Kabar Gembira, mereka belum tinggal bersama sebagai suami istri. Karena itu, Maria bertanya kepada Malaikat Gabriel, bagaimana hal itu mungkin terjadi sebab Maria belum hidup bersama dengan Yusuf (Luk 1:34). Catatan penginjil akan status Maria yang “bertunangan” dengan Yusuf dan pertanyaan Maria kepada Malaikat Gabriel ini menunjukkan dengan tegas bahwa Maria maupun Yusuf sama-sama tidak mengikrarkan kaul kemurnian.

Kedua, pendapat tersebut didukung latar belakang Israel pada saat itu yang sedang menantikan kedatangan Mesias Daud yang dijanjikan Allah. Karena Yusuf berasal dari keluarga Daud, maka dia memiliki peluang dipilih Allah menjadi sarana pemenuhan janji Allah. Bisa dipastikan bahwa mereka tidak mengikrarkan kaul kemurnian, karena itu berarti menyia- nyiakan kemungkinan menjadi orangtua dari keturunan Daud yang akan menjadi Mesias.

Ketiga, Gereja mengajarkan bahwa Maria adalah tetap perawan, bahkan sesudah melahirkan Yesus. Tetapi keperawanan Maria ini bukan didasarkan kepada kaul kemurnian yang diikrarkan pada waktu Yusuf dan Maria bertunangan. Keperawanan Maria ini merupakan konsekuensi dari sikap Yusuf dan Maria terhadap Bayi Yesus dalam kandungan, yaitu sesudah Maria mengandung dari Roh Kudus (bdk.HIDUP No. 05, Februari 2010). Keperawanan Maria merupakan bukti kesucian Maria, yaitu keterbukaan dan ketaatan kepada kehendak Allah.

Keempat, kiranya terlalu sempit kalau memandang relasi suami istri hanya sebatas persetubuhan, seolah- olah mau mengatakan bahwa jika tidak ada persetubuhan suami istri menyebabkan relasi antara Yusuf dan Maria sama sekali bukan relasi antara suami dan istri. Karena itu, mereka bukanlah sebuah keluarga. Banyak suami dan istri yang karena satu atau lain alasan, tidak lagi bisa melakukan hubungan suami istri, tetapi tetap menjadi sebuah keluarga yang satu, solid, dan bahagia.

Bertolak dari dimensi badan, jiwa, dan roh manusia (1 Tes 5:23), maka kita bisa mengandaikan relasi suami dan istri berkembang menurut tiga tataran, yaitu psikofisik, psikososial dan rasional-spiritual. Kisah masa muda Yesus dalam Lukas dan Matius menunjukkan bahwa Yusuf dan Maria adalah sungguh- sungguh suami dan istri (Mat 1:16.20.24; Luk 2:5). Allah yang memberikan Maria bersama putranya kepada Yusuf (Mat 1:20). Perintah malaikat dan pelaksanaannya (Mat 1:21.25) mengungkapkan pengakuan Yusuf terhadap anak itu.

Kita bisa mengandaikan ada perhatian dan kasih timbal balik antara Yusuf dan Maria sebelum kelahiran Yesus, yaitu saat mencari penginapan (Luk 2:1-6), maupun sesudah kelahiran Yesus, yaitu saat penyingkiran ke Mesir (Mat 2: 13-15). Yusuf menunjukkan tanggung jawab dan kepedulian untuk melindungi anaknya dan ibu anak itu (Mat 2:14). Relasi antara Yusuf dan Maria benar-benar membentuk sebuah keluarga yang nyata (bdk. HIDUP No. 53, 29 Desember 2006 dan No. 1, 5 Januari 2013).

Jadi, Keluarga Kudus Nazaret adalah sungguh sebuah keluarga seperti keluarga kristiani pada umumnya. Relasi antara Yusuf dan Maria mewujudkan relasi suami dan istri yang riil. Karena itu, Keluarga Kudus Nazaret bisa menjadi teladan bagi keluarga-keluarga kita.

Petrus Maria Handoko CM

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here