Ragam Praktik Liturgi di KAJ

579
Simulasi: Praktik prosesi pembukaan Misa dalam TOT bagi Para Pemandu Pendalaman Liturgi se-KAJ.
[HIDUP/Yanuari Marwanto]
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – “Training of Trainers Liturgi” di Wisma Samadi, semarak. Persoalan praktik mengemuka. Upaya peningkatan pengetahuan dan pemahaman liturgi tak hanya menjadi kebutuhan awam, tapi juga imam.

Suasana Aula Besar Wisma Samadi, Klender, Jakarta Timur, terdengar riuh. Aneka pertanyaan dan tanggapan muncul silih berganti dari para peserta Training of Trainers (TOT) Liturgi se-Keuskupan Agung Jakarta (KAJ), Sabtu, 8/11. Alur pertemuan sesi ke-3 dalam rangkaian TOT berjalan alot. Kondisi ini agak berbeda dengan dua sesi sebelumnya. Meski berlangsung pada jam rawan usai makan siang, terlihat pandangan mata peserta tak menunjukkan ngantuk sedikit pun.

Beragam pertanyaan dan tanggapan dari para penggiat liturgi di paroki mengemuka. Perlengkapan liturgi, piranti liturgi, tata ruang dan tata gerak liturgi, hingga posisi perlengkapan diletakkan menjadi perbincangan hangat, sengit, panjang, dan menarik. Seandainya tak dibatasi, sesi ini tak akan selesai selama dua jam. “Wuih, baru membahas posisi ambo saja sudah hampir setengah jam. Belum perlengkapan dan sikap liturgi,” tutur seorang frater sambil tersenyum.

Beberapa Pemicu
Munculnya beragam pertanyaan dan tanggapan soal praktik liturgi tersebut dipicu oleh beberapa faktor. Pertama, masih banyak umat belum mengetahui sikap liturgi yang benar sesuai TPE dan Pedoman Umum Missale Romanum (PUMR). Selain itu, umat juga belum memahami makna dan alasan atas sikap/ gerakan dalam masing-masing bagian liturgi. Hal itu disebabkan oleh minimnya sosialisasi soal liturgi kepada umat.

Kedua, kondisi bangunan gereja di setiap paroki di KAJ berbeda-beda. Ada paroki yang punya bangunan gereja luas sehingga para petugas liturgi bisa leluasa bergerak. Sementara ada paroki yang ruang geraknya terbatas karena kondisi ba ngunan gereja kecil. Ditambah lagi, umat yang hadir dalam Perayaan Ekaristi sangat banyak.

Ketiga, imam yang kadang membuat Seksi Liturgi Paroki kewalahan saat mene rapkan dan mensosialisasikan tentang tata gerak dan sikap liturgi kepada umat. Materi yang mereka sampaikan kepada umat seringkali tidak sinkron dengan gaya dan praktik dari pastor paroki. “Kurang efektif jika pembinaan liturgi seperti ini hanya diikuti awam. Seharusnya para Romo Paroki juga diikutsertakan agar pu nya pemahaman yang sama. Karena, bagaimanapun Romo Paroki yang memegang kendali dan lebih didengarkan umat,” ungkap salah seorang peserta.

Banyak peserta TOT pesimis soal harapan Komisi Liturgi (Komlit) KAJ untuk menyeragamkan aturan tata gerak dan sikap liturgi di setiap paroki dalam yurisdiksi KAJ. Harapan itu “bakal jauh panggang dari api” andaikata kegiatan so sialisasi ini hanya diikuti awam. Berdasarkan pengalaman di tingkat dekanat, sudah tersusun pedoman liturgi dari hasil diskusi bersama seluruh paroki sede kanat. Misal, Dekanat Jakarta Barat II. Namun, nyatanya tidak semua paroki bisa menerapkan pedoman liturgi sesuai dengan kesepakatan bersama. “Pokoknya, semua itu tergantung dari Romo. Kami hanya bisa memberitahu yang sudah dida pat dari pelatihan ini kepada Romo dan umat. Tujuan tercapai atau tidak, se muanya kembali lagi kepada Pastor Paroki,” ujar seorang peserta.

Selain itu, menurut Ketua Seksi Liturgi dari salah satu paroki di Dekenat Tangerang, jangankan berbicara jauh soal tata gerak liturgi, soal mengapa hanya anak laki-laki yang bertugas sebagai pelayan altar (Putra Altar) pun masih kerap ditanyakan umat. Padahal di paroki lain, anak-anak perempuan juga terlibat sebagai Putri Altar. “Mungkin, setiap ordo atau kongregasi imam punya kebijakan sendiri. Kalau ada landasan aturan, mbok kami diberitahu agar bisa menjelaskannya kepada umat,” kata peserta lain.

Ragam Karakteristik
Banyaknya pertanyaan dan tanggapan dari para peserta TOT sangat dimaklumi oleh Ketua Komisi Liturgi KAJ, Romo Hieronymus Sridanto Aribowo. Ia meng akui, tak mudah menyatukan atau menyeragamkan liturgi di paroki-paroki. Pasalnya, terdapat 22 kongregasi imam yang berkarya di KAJ. Selain itu, mereka da tang dari berbagai macam seminari dan daerah. Kemudian, kualitas pemahaman liturgi masing-masing imam pun berbeda. “Ada yang lulus liturgi, tapi juga ada yang lolos. Lulus artinya benar-benar berhasil. Kalau lolos, lulus dengan nilai C+. Maksudnya lulus dengan katrol,” canda Romo Danto.

Menyikapi hal itu, Romo Danto berencana membawa semua pertanyaan dan tanggapan dari para peserta dalam agenda pertemuan para imam KAJ. Rencana ini tak bermaksud ingin menyudutkan atau menyalahkan para imam, tapi ingin menjelaskan kepada rekan-rekan sepanggilannya, banyak persoalan liturgi yang dialami umat.

Selain itu, ia berharap agar para imam di KAJ senantiasa memperbarui dan meningkatkan pengetahuan serta pemahaman soal liturgi. “Umat saat ini sudah banyak mengetahui dan memahami liturgi. Mereka mencari bacaan dari berbagai referensi: buku, internet, seminar, kursus, dan sebagainya. Imam harus mampu mengimbangi, setidaknya pengetahuan dan daya kritis umat soal liturgi,” demikian pendapat Romo Danto.

Menurut Master Liturgi lulusan San Beda Liturgical Graduate School, Mendiola, Manila, Filipina ini, jika ada umat yang bertanya soal liturgi, imam hendaknya tak sekadar menjawab boleh atau tidak, benar atau salah. Tetapi, perlu disertai alasan jelas, mendasar, dan sesuai aturan.

Pendapat tersebut diamini oleh Pastor Ke pala Paroki St Matius Penginjil Bintaro, Ger pasius S. Rantetana SX. Menurut imam kelahiran Toraja, Sulawesi Selatan, 19 Juni 1966 ini, dalam diri seorang imam melekat juga peran sebagai guru, mendidik. Dalam khotbah, Pater Gerpasius kerap memasukkan unsur katekese praktis soal liturgi. “Umat yang hadir lebih banyak saat misa. Sehingga banyak orang yang mendengar dan mengetahui,” saran imam yang di tahbiskan pada 6 Juli 1996.

Angkatan Perdana
TOT Liturgi di Klender diikuti utusan dari Seksi Liturgi dan Kateketik paroki-pa roki di KAJ, diselenggarakan oleh Komlit dan Komisi Kateketik (Komkat) KAJ. Kegiatan ini diikuti 113 orang. Lewat kegiatan perdana ini, Komlit dan Komkat KAJ ingin mempersiapkan para peserta sebagai katekis yang mampu mening katkan kesadaran dan keaktifan umat dalam berliturgi.

Romo Danto berpendapat, selama ini para katekis di paroki lebih sering dibekali seputar Kitab Suci, padahal Gereja Katolik sangat kaya. Selain Kitab Suci, katekis pun mesti diperkaya dengan pengetahuan tradisi Katolik magisterium Gereja, dan liturgi. “Saat ini yang belum kita miliki adalah spiritulitas liturgi,” jelasnya.

Rencananya, kegiatan ini akan berlangsung setiap tahun agar kian banyak umat yang mampu menjadi fasilitator dan animator liturgi di paroki.

Yanuari Marwanto

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here