Menghadirkan Borobudur di Vatikan

567
Hernowo Muliawan.
[NN/Dok.Pribadi]
5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.com – Segudang pengalaman merestorasi obyek-obyek budaya, menjadi dasar penunjukan Hernowo sebagai Arsitek Taman Borobudur. Ia menampilkan Indonesia di Vatikan.

Oktober silam, Taman Borobudur di Museum Vatikan diresmikan. Taman ini mulai dirintis pada 2011; diawali dengan restorasi terhadap 24 replika relief Candi Borobudur. Seiring waktu, Museum Vatikan memberikan ruang kepada pemerintah Indonesia untuk membentuk Taman Borobudur.

Sejak masa restorasi itu, Kementerian Budaya dan Pariwisata (sekarang Kementerian Pariwisata) mempercayakan penggarapan Taman Borobudur kepada Hernowo Muliawan dan tim. Hernowo mengaku, ia bukanlah arsitek spesialis candi. Namun, alumnus Wageningen University Belanda ini, banyak makan asam garam dalam restorasi, revitalisasi, dan pengembangan obyek-obyek budaya. Ia juga terlibat dalam restorasi candi, situs cagar budaya, bangunan keraton, museum, ataupun kawasan kota tua.

Hernowo, memang kerap terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan program-program promosi pariwisata maupun perencanaan strategis kepariwisataan nasional. “Kembudpar menegaskan, Taman Borobudur menjadi ruang promosi tetap Indonesia di Museum Vatikan. Misi kami, memperkenalkan Indonesia dengan segala kekuatan budaya dan pariwisatanya,” kata Hernowo.

Proses penataan Taman Borobudur sendiri berlangsung selama sepuluh bulan. Agar atmosfer Taman Borobudur terasa lengkap, Hernowo menempatkan replika stupa ukuran satu berbanding satu dengan stupa asli di Candi Borobudur. Ukuran stupa ini bertujuan agar pengunjung bisa punya gambaran tentang sebesar apa Candi Borobudur. Apalagi, di bagian indoor museum, terdapat miniature Candi Borobudur. Selain itu, juga disajikan informasi yang lengkap tentang Borobudur.

Promosi Global
Replika stupa terbuka dan tertutup dengan patung Buddha didalamnya dibuat di Indonesia. Sementara batu untuk lantai dasar dan komponen landscape lain berasal dari Italia. Sejak 2011, Hernowo rata-rata dua kali setahun ke Vatikan dengan durasi selama satu pekan. “Saya lebih ke merancang, karena pekerjaan fisik dilakukan oleh tim kontraktor Italia yang disiapkan oleh pihak Museum Vatikan.”

Pada 2013, selama dua pekan, Hernowo bersama tim dari Museum Nasional Indonesia melakukan katalogisasi 110 artefak, serta pendokumentasian terhadap artefak lain yang ada di gudang museum Vatikan. “Total ada 1150-an artefak, jadi baru 10 persen saja yang telah terdokumentasi dan terkatalog, selebihnya perlu didokumentasi, dikatalogisasi dan dikonservasi untuk siap nantinya ditampilkan.”

Selama penggarapan, Hernowo banyak berdiskusi dengan tim arsitek dan kurator dari Museum Vatikan, seperti Pastor Nicola Mapelli dan Khaterine Aigner, keduanya bertindak sebagai tim kurator. Hernowo juga berdiskusi dengan Giovani Cecchin dan Vitale Zanchetin sebagai tim arsiteknya. Selain itu, ada beberapa anggota tim konservasi lain yang bekerjasama dengan Hernowo.

Dari cerita Mapelli, Hernowo mengetahui, bahwa koleksi Indonesia untuk artefak etnologi ini merupakan koleksi terbesar kedua setelah Tiongkok di Museum Vatikan. Bagi mereka, jelas Hernowo, Borobudur merupakan ikon yang sangat penting; lebih-lebih karena ini merupakan Situs Warisan Budaya Dunia yang telah diakui dan ditetapkan oleh UNESCO. “Sehingga mereka menyebutnya sebagai karya-karya masterpiece dunia yang harus dihadirkan, dan karena itulah penataan Taman Borobudur menjadi sesuatu yang berarti.”

Hernowo juga berdiskusi dengan Barbara Jatta selaku Direktur Museum Vatikan. Diskusi dengan Jatta lebih kepada hal administratif dan dalam konteks kerjasama atau kolaborasi penataan ruang pamer Indonesia di Museum dengan kisaran pengunjung enam juta setahun itu. “Untuk konten dan teknis, kami lebih intens berdiskusi dengan kurator khususnya Pater Mapelli, baik melalui diskusi langsung maupun via email,” imbuh ayah satu orang putri ini.

Makna Penting
Sedari awal, Tim pengembangan Taman Borobudur menetapkan tema “Culture Diversity and Religious Harmony”. Taman Borobudur, jelas Hernowo, sarat dengan penghargaan atas warisan budaya adiluhung; nilai-nilai multikulturalisme, dan harmoni yang dimiliki bangsa Indonesia.

Keistimewaan Taman Borobudur, tidak hanya terletak dalam bentuk dan letak tetapi juga makna penting lainnya. Taman Borobudur, jelas Hernowo, merupakan representasi Taman Buddha, yang menceritakan kisah perjalanan pencerahan Buddha pada ke-24 reliefnya dengan stupa terbuka dan tertutup. Taman ini, ia melanjutkan, dipersembahkan oleh negara Indonesia yang adalah negara Muslim terbesar di dunia, untuk negara Vatikan yang adalah pusat agama Katolik dunia.

Tak berhenti di situ, dalam proses perencanaan, produksi, dan konstruksi, Taman Borobudur ini juga melibatkan tim yang juga lintas iman. Nyoman Mustafa, seorang seniman Muslim dari Muntilan menjadi pembuat patung Buddha dan replika stupa; Hernowo sendiri, sebagai arsitek, adalah seorang Kristen Protestan; tim kesenian dalam acara peresmian mayoritas beragama Hindu. Di pihak pemerintah, I Gde Pitana, penanggung jawab kegiatan dari Kementerian Pariwisata adalah seorang Hindu. Ia ikut meresmikan Taman Borobudur bersama Kardinal Giuseppe Bertello. Sementara Agus Sriyono, Duta Besar Indonesia untuk Vatikan, yang mengawal komunikasi dan koordinasi dengan Pemerintah Vatikan bersama tim KBRI adalah seorang Katolik. “Jadi, ini kerja kolaborasi luar biasa, yang menggambarkan harmoni yang sesungguhnya.”

Untuk memperkuat tema, Hernowo dan tim juga membuat film pendek yang diputar secara terus-menerus. Film itu menceritakan kekayaan budaya Indonesia dan nilai kebhinekaan serta harmoni lintas iman yang kita jaga di bumi Indonesia. Dunia luar, lanjut Hernowo, mengagumi Indonesia yang bhinneka sebagai laboratorim antropologi yang terbesar di dunia. Indonesia bisa menggunakan ini sebagai modal untuk menjadi negara adidaya di bidang kebudayaan.

Hernowo, sebelumnya, mengenal Vatikan melalui layar kaca, saat khotbah Sri Paus di misa Paskah atau Natal; Juga melalui film-film yang menggambarkan ruang-ruang dan relung Kota Vatikan. Selama menjadi arsitek Taman Borobudur, Hernowo menjelajahi satu persatu sudut kota Vatikan.

Ia mendatangi Basilika St Petrus, maupun bangunan-bangunan di dalam komplek museum Vatikan dengan koleksi yang megah, termasuk mahakarya Michaelangelo yaitu patung Pieta di Museum Vatikan dan lukisan “Penghakiman Terakhir” di plafon Kapel Sistina. “Ada juga pengalaman berkesan mengikuti misa yang dipimpin langsung oleh Sri Paus di lapangan Basilika St Petrus pada 2013 silam,” jelas umat Gereja Kristen Muria Indonesia (GKMI) Yogyakarta ini.

Di Vatikan, Hernowo berdiskusi dengan kurator dan konservator museum kelas dunia. Hernowo menganalogikan konservator kelas dunia itu seperti dokter spesialis menangani seorang pasien. “Artefak diperlakukan layaknya seperti manusia dengan peralatan khusus yang modern dan bagaimana kemudian mempresentasikannya dengan standar kelas dunia.”

Di era globalisasi yang banyak menciptakan keseragaman dan simplicity ini, jelas Hernowo, lokalitas adalah hal yang paling dicari. Indonesia yang kaya budaya, tidak boleh hanyut dalam arus globalisasi dan modernitas. Poin itu, lanjutnya, menjadi tantangan bagi kalangan arsitek untuk memperkuat unsur lokalitas dan transformasinya dalam era kekinian. “Tujuannya, identitas dan budaya lokal tetap hidup, terjaga dan diapresiasi lintas generasi, sekaligus menjaga kebhinnekaan dengan nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung di dalamnya.”

Hernowo Muliawan
TTL : Blora, 20 Februari 1968
Istri : Adjeng Prihatanti Siwi
Anak : Ardhya Devanty Cahyaningtyas

Pendidikan:
• SMP Negeri 1 Pati
• SMA Negeri 1 Pati
• S1 Teknik Arsitektur, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
• S2 Tourism Planning and Environment, Wageningen University Pekerjaan
• Konsultan (Arsitektur dan Perencanaan Wilayah)

Edward Wirawan

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here