Aksi Konkret Lawan Teror

77
3/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.com – “DADA ini langsung bergemuruh. Gigi gemeretuk. Kedua tangan mengepal keras menahan geram, melihat anak tidak berdosa ini menjadi korban biadab kedua orang tuanya yang menjadi pelaku bom bunuh diri,” ungkap Ketua DPR RI Bambang Soesatyo setelah mengunjungi anak yang selamat dari ledakan bom di Surabaya, Rabu, 16/5/2018.

Perasaan sedih Ketua DPR ini tampaknya mampu mewakili isi hati dan perasaan kita tatkala kita menyaksikan bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya, Minggu, 13/5/2018. Hati kita makin diiris pedih ketika kita melihat tumpahan air mata keluarga korban. Duka istri dan putera Aloysius Bayu Rendra Wardhana yang masih bayi, duka Ibu Weni Angelina yang kehilangan dua puteranya sekaligus – Vincencius Evan Hudojo dan Nathanael Ethan Hudojo — sementara dirinya masih dalam perawatan karena terkena bom juga.

Kita kehilangan kata-kata. Bahwa ada pelaku bom bunuh diri terdiri dari keluarga lengkap: suami, istri, dan anak. “Kita sangat menyayangkan keterlibatan anak-anak ini. Begitu hebatnya cuci otak yang merusak seluruh bangsa kita,” Wakil Presiden Yusuf Kalla geram.

Bom bunuh diri tak hanya berhenti di Surabaya. Malam harinya terjadi juga di Sidoarjo. Dan, keesokan harinya terjadi serangan di Riau. Satu orang aparat polisi gugur. Sepekan sebelumnya kita dihentakkan aksi bersenjata sejumlah narapidana tindak pidana terorisme di Mako Brimop Kelapa Dua Depok. Lima aparat kepolisian wafat.

Para korban aksi teror ini adalah pahlawan dan martir kita. Kita berduka atas kepergian mereka. Namun, kita tidak boleh hanya meratap. Kita harus berdiri tegap melawan segala upaya yang ingin merobohkan eksistensi kita sebagai satu bangsa. Kita harus kompak menghadapi teror ini. Aksi biadab teroris harus membangkitkan solidaritas kita melawan para penjahat kemanusiaan ini. Tidak ada agama mengajarkan kekerasan.

Adalah tugas berat di bahu kita kini dan esok. Akar-akar radikalisme dan terorisme telah menjalar dalam diri sejumlah anak-anak dan orang muda kita. The Wahid Institute mensinyalir, lebih dari lima puluh persen orang muda kita bersedia melakukan jihad jika diminta. Anak-anak pun tak segan-segan meneriakkan ujaran kebencian dan permusuhan pada temannya yang beda keyakinan dengannya dan melecehkan tokoh tertentu. Sejumlah dosen di Perguruan Tinggi Negeri ditengarai terpapar benih-benih radikalisme dan terorisme. Begitu juga sejumlah PNS!

Kondisinya sudah darurat! Aksi teror di depan mata. Kita tidak boleh tinggal diam. Kita harus melakukan aksi nyata. Menyitir Prof Musdah Mulia, “Kita harus melakukan penyisiran terhadap bibit-bibit terorisme dalam bentuk ajaran radikalisme agama. Namun ingat, selalu kedepankan cara-cara yang santun dan beradab. Kekerasan tidak pernah menyelesaikan masalah.”

Redaksi

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here