Terorisme dan Radikalisme: Kegagalan Memahami Keragaman

241
Peserta diskusi publik berfoto bersama dengan narsum Dr. Matteo Vergani, Peneliti di Deakin University, Australia. PhD in Social Research, Catholic University, Milan. [Dok.Nicolaus Laga]
1/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.com – Beberapa waktu lalu, GUSDURian Bogor menghelat acara Ngabuburit in Harmony; Memperteguh Toleransi, Membangun Harmoni, 26 Mei 2018 .

Acara ini menjadi begitu penting di tengah terus meningkatnya gelombang radikalisme di beberapa lini.

Di satu sisi, radikalisme dari kalangan kelompok Islam puritan terus menguat ditandai dengan serangan-serangan kekerasan yang tak hanya muncul dalam tindakan fisik, namun juga verbal; yakni ujaran-ujaran kebencian yang terus disebar terhadap mereka yang berbeda keyakinan.

Di sisi lain, gelombang Islamophobic yang ditandai dengan menguatnya kemenangan politik kelompok far-right di sebagian negara Eropa, yang kemudian kerap mencitrakan semua muslim adalah teroris dan kelompok minoritas lain sebagai pihak yang layak didiskriminasi, juga sama mengerikannya.

Hadir sebagai narasumber dalam diskusi yang digelar di Pesantren Inggris Assalam tersebut, adalah Dr. Matteo, seorang full-time researcher di Deakin University Australia; Francesca, jurnalis SBS Australia, dan Abdul Malik, alumnus CSRS UGM dan seorang ahli di bidang literasi media.

Matteo dan isteri Francesca bersama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia.
[Dok.Nicolaus Laga]
Dari hasil diskusi tersebut, kami bersepakat bahwa memahami terorisme tak sekadar persoalan mengkampanyekan “terorisme tak punya agama” sebab faktanya terorisme bermula dari ideologi radikalisme: penghayatan keagamaan yang dilandasi kebencian terhadap “sang liyan” (mereka yang dianggap berbeda-red.), kegagalan menerima dan merangkul keragaman.

Muslim di seluruh dunia memiliki tugas besar untuk menyadari, merenungi dan terus berbenah dalam menghayati Islam sebagai Rahmatan Lil ‘alamin.

Selesai diskusi berkunjung ke Jamaah Ahmadiyah Indonesia, di Kemang, Bogor.
[Dok.Nicolaus Laga]
Media-media pun memiliki tanggung jawab yang sama untuk merekam dan mengkampanyekan fakta bahwa Islam dan agama-agama yang ada sejatinya lahir dari keluhuran pesan yang sama-sama agung dan mulia: kita memang berbeda, tapi tujuan kita sama, membangun peradaban manusia yang lebih damai dan aman di bumi yang telah dititipkan-Nya kepada kita.

Untuk kita, bangsa Indonesia, terlebih umat muslim perlu betul-betul memupuk rasa syukur lantaran kita hidup di tanah air Pancasila yang betapapun ada celah-celah sedikit untuk dikritisi, kita tetap jauh lebih baik ketimbang negara-negara lain yang tengah terbenam dalam kubangan konflik dan perang yang begitu menguras tenaga, air mata dan nyawa.

Matteo Vergani dan Francesca, bersama Nicolaus Laga, Kordinator Gusdurian Bogor.
[Dok.Wahab-PMII]
Melawan terorisme mesti dimulai dari langkah-langkah kita yang sederhana: jangan mudah percaya dengan narasi-narasi, bahasa-bahasa provokatif di media yang menumbuhkan kebencian kita terhadap saudara sebangsa.

Semua agama mengajarkan Cinta, tinggal kita mewujudkannya demi kemuliaan Tuhan, Penguasa Alam Semesta. Selamat hari Pancasila.

 

Amar Alfikar, Nicolaus Laga

 

1 COMMENT

  1. Radikalisme dan terorisme berasal dari sikap intoleran yg berkembang menjadi KEBENCIAN terhadap mereka yg berbeda. Untuk mencegahnya, anak-anak Indonesia wajib diperkenalkan akan keragaman budaya, adat dan agama di indonesia. Mereka wajib diajari tentang hidup rukun bersama orang lain..

Leave a Reply to Nicolaus Laga Cancel reply

Please enter your comment!
Please enter your name here