Pengamanan Rumah Ibadah

265
2.3/5 - (3 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Ketika kru majalah ini mengikuti Misa di sebuah gereja di jantung Kota Surabaya sepekan setelah di beberapa gereja di kota belum lama ini, cukup terasa nuansa ketidaknyamanan. Saat memasuki pintu gerbang gereja, aparat kepolisian sudah berjaga-jaga di setiap pintu masuk halaman gereja. Tas-tas pun diperiksa. Tampak pula para pemuda Banser ikut mengatur lalu-lalang setiap kendaraan yang melintas di ruas-ruas jalan di sekitar gereja. Halaman gereja sendiri bersih dari kendaraan pribadi umat yang biasanya memenuhi halaman. Tidak ada yang diizinkan parkir di halaman. Ketika memasuki gereja pun, beberapa aparat keamanan berjaga dengan mengenakan pakain biasa. Dan, sebelum misa dimulai, beberapa kali diumumkan agar umat saat meninggalkan gereja tidak bergerombol di halaman maupun di gerbang gereja. Langsung saja meninggalkan lokasi gereja. Pengumuman yang sama masih diulangi sesaat sebelum berkat penutup.

Suasana agak ‘mencekam’ itu memang kini perlahan-lahan berkurang. Namun pengamanan terhadap gereja (rumah-rumah ibadah khususnya gereja) ditingkatkan baik oleh aparat kepolisian (dibantu TNI) maupun aparat keamanan sendiri (Satuan Pengamaman-Satpam) setempat. Situasi seperti ini tidak hanya terjadi di Keuskupan Surabaya. Peningkatan keamanan di gereja-geraja di Jakarta misalnya, pun dilakukan. Pintu-pintu gerbang gereja yang biasanya dibiarkan terbuka sekarang ini sudah tidak kita termukan lagi. Pintu gerbang selalu tertutup kecuali ada kendaraan masuk atau keluar.

Ya, ada rasa waswas. Jangan sampai terulang kembali peristiwa yang merenggut nyawa Aloysius Bayu Rendra Wardana alias Bayu, Ketua Petugas Keamanan Gereja Santa Maria Tak Bercela, Surabaya, Jawa Timur. Ayah dua anak ini berupaya menghadang dua orang teroris yang mengendarai sepeda motor yang hendak menerobos ke dalam gereja dan saat itu juga bom meledak. Korban meninggal tak terhindarkan, termasuk Bayu sendiri.

Rumah-rumah ibadah memang menjadi sasaran aksi bom bunuh diri. Peristiwa di Surabaya bukan yang pertama. Peristiwa yang serupa menimpa Gereja Santo Yosep, Matraman, Gereja Santa Anna Duren Sawit di Keuskupan Agung Jakarta pada Malam Natal tahun 2000 yang juga merenggut korban meninggal, luka berat, dan luka ringan.

Maka, majalah ini mengusulkan agar pengamaman gereja ke depan menjadi perhatian setiap paroki bersangkutan. Sudah saatnya menerapkan sistem pengamanan yang lebih profesional mengingat gejala merebaknya radikalisme dan terorisme belakangan ini. Gereja tidak bisa lagi bersandar kepada aparat kepolisian yang jumlah personilnya sangat terbatas sementara rumah ibadah cukup besar jumlahnya. Tentu saja jika melibatkan kepolisian akan menambah biaya (anggaran). Memang pada event besar seperti Natal dan Paskah perlu meminta bantuan kepolisian dan TNI untuk memberi rasa nyaman bagi umat. Namun pada hari-hari biasa makin mendesak rasanya meningkatkan pengamanan tanpa harus terlihat mencolok.

HIDUP NO.23, 10 Juni 2018

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here