Melibatkan Anak dalam Tugas Ekaristi

963
Anak-anak membawa persembahan saat perayaan Ekaristi. [HIDUP/Hermina Wulohering]
3.3/5 - (3 votes)

HIDUPKATOLIK.com Pengalaman religius pada masa kanak-kanak akan sangat berpengaruh dalam perkembangan mereka.

ANAK-ANAK memiliki dunianya sendiri. Imajinasi, pola pikir, pemahaman, dan sikap mereka tentang liturgi jelas amat berbeda dengan orang dewasa kala mengikuti Perayaan Ekaristi.

Terkait hal itu, Paroki Maria Bunda Karmel Tomang, Keuskupan Agung Jakarta, memberikan perhatian khusus bagi pembinaan iman anak dan orangtuanya. Setiap bulan mereka mengadakan misa khusus untuk anak, seperti yang berlangsung pada Minggu, 24/6, di auditorium paroki. Pukul 09.00 WIB, sekitar 170 anak bersama orangtua masing-masing berkumpul di sana.

Misa dipimpin oleh Kepala Paroki, Pastor Andreas Yudhi Wiyadi OCarm. Perayaan berlangsung lebih luwes. Misal, lagu-lagu yang dinyanyikan anak-anak dalam Perayaan Ekaristi berasal dari lagu yang biasa disenandungkan selama Bina Iman Anak (BIA).

Mengawali khotbah pada Pesta Kelahiran St Yohanes Pembaptis, Pastor Yudhi mengajak anak-anak dan orangtua untuk berdiri dan menyanyikan lagu “Happy Birthday, Yohanes”. Anak-anak bernyanyi gembira sambil bertepuk tangan.

Pastor Yudhi juga tak membawakan khotbah dengan berdiri di belakang mimbar, layaknya Misa biasa. Dia berada di tengah anak-anak, sambil menyampaikan secara interaktif. Selain memberikan pelajaran bagi anak-anak, Pastor Yudhi juga mengemas isi khotbahnya tentang menumbuhkan dan mengembangkan iman anak oleh orangtua.

“Kelahiran seorang anak adalah peristiwa ajaib. Kita hendaknya selalu bersyukur atas kehadiran anak-anak dalam keluarga dan bertanggungjawab untuk mewariskan iman kepada mereka,” pesannya.

Hal menarik lain dari Misa tersebut adalah keterlibatan anak-anak dalam perayaan itu. Selain melayani sebagai putra-putri altar, mereka juga menjadi lektor dan pemazmur, bergantian membaca doa umat, mengumpulkan kolekte, dan membawa persembahan.

Menurut Pastor Yudhi, iman semestinya ditanamkan sejak masa kanak-kanak. “Di usia ini, mereka ibarat kertas putih dan polos. Inilah waktu yang tepat kita menuliskan ajaran iman kepada mereka,” katanya menjelaskan.

Koordinator BIA Paroki Tomang, Regina, mengatakan, peserta yang mengikuti Misa adalah anak-anak dari usia nol sampai dengan 12 tahun atau kelas VI SD. Misa ini, tambahnya, berlangsung setiap Minggu terakhir dalam bulan. Sementara pada Minggu lain, mereka mengikuti BIA di Ruang St Benedictus, lantai dua auditorium.

Pada November 1973, Takhta Suci mengeluarkan Pedoman Misa Bersama Anak-Anak (PMBA) atau Directorium de Missis cum Pueris sebagai salah satu bantuan untuk menyelenggarakan Misa yang melibatkan peran anak-anak.

Mereka dikatakan memendam bakat religius yang luar biasa. Pengalaman religius yang diperoleh pada masa kanak-kanak akan sangat berpengaruh dalam perkembangan mereka.

PMBA juga mengatakan, mengikuti Misa berarti anak-anak mengalami nilai-nilai manusiawi, antara lain kebersamaan, pemberian salam, kemampuan untuk mendengarkan, kemampuan untuk minta ampun dan memberi ampun, ungkapan rasa terima kasih, penghayatan lambang-lambang, jamuan persahabatan, dan perayaan pesta.

 

Hermina Wulohering

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here