Paroki Yesus Gembala Baik Palangka Raya: Gereja Inkulturatif dan Hijau

998
Penanaman pohon sengon di kompleks Gereja Gembala Baik Palangka Raya.
[Dok.Pribadi]
5/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.com Usia paroki ini baru delapan tahun, namun telah meletakkan dasar-dasar pelayanan pastoralnya.

PAROKI Yesus Gembala Baik Palangka Raya terletak di Tjilik Riwut Km 9 kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Paroki yang masuk dalam wilayah Keuskupan Palangka Raya ini merupakan pemekaran dari Paroki Katedral Santa Maria.

Saat ini ini terdiri dari sembilan lingkungan, sembilan komunitas biara, dan sembilan stasi. Usia paroki ini terbilang muda, baru delapan tahun, namun telah meletakkan dasar-dasar pelayanan pastoralnya.

Paroki Yesus Gembala Baik memiliki visi menjadi Gereja yang mandiri, inkulturatif, berdaya pikat dalam dialog ekumenis dan peduli lingkungan hidup. Guna mewujudkan visi tersebut, hasil pleno paroki memutuskan untuk melaksanakan program Misa dalam nuansa budaya lokal.

Pastor Paroki Cornel Fallo SVD menjelaskan usaha ini sebagai gambaran Gereja Katolik menghidupi inkulturasi dalam dirinya. Selain itu, program peduli lingkungan hidup menjadi agenda kegemaran umat. Pastor Cornel melanjutkan, program ini berangkat dari pemahaman bahwa ibu pertiwi membutuhkan perawatan dan penjagaan terhadap kelestarian.

Pastor Cornel menjelaskan, gambaran umat diaspora melekat pada paroki ini. Berdasarkan data himpunan pastoral, jumlah umat terdata sebanyak 1.700 jiwa yang terdiri dari suku Dayak, Nusa Tenggara Timur, Jawa. “Berdasarkan komposisi umat tersebut, paroki mengambil kebijakan untuk mengadakan misa dalam nuansa budaya lokal dengan menggunakan lagu-lagu, busana, dan bahasa dari suku-suku yang terhimpun di paroki ini,” ujar Pastor Paroki Gembala Baik ini.

Pastor Cornel menyampaikan bahwa Misa dalam nuansa budaya lokal merupakan program rutin. Tujuan diadakannya untuk mewujudkan Gereja yang cinta akan budaya serta menunjukkan Gereja yang hidup dari kekayaan budaya umat. “Diharapkan dengan program ini, umat dapat mencintai budaya sendiri sekaligus mencintai dan menghargai sesama manusia yang terdiri dari suku dan budaya yang berbeda-beda.”

Tahun ini pelaksanaan Misa nuansa budaya lokal dilaksanakan setelah minggu Paskah. Misa dimulai dari Paguyuban Dayak, Paguyuban Jawa, Paguyuban Batak, dan Paguyuban Flobamora/NTT. Masing-masing umat dari paguyuban mempersiapkan diri dengan berlatih musik, lagu, dan tarian dari budaya asalnya untuk dipersembahkan di dalam misa yang bernuansa inkulturatif.

Khusus tarian dipersembahkan pada saat arak-arakan imam dan persembahan. Salah satu umat, Grosman Harianja mengungkapkan, Misa inkulturasi memiliki durasi lebih lama. Namun, ia mengakui bangga bahwa di paroki mulai merintis Misa semacam ini. “Saya senang dapat menyaksikan budaya saya dan lebih mengenal budaya saudara-saudara yang lain,” ujarnya.

Gereja Hijau
Usaha lain yang dibuat umat paroki adalah melakukan penanaman sengon sebanyak 100 pohon di kompleks gereja dan 300 pohon di kebun milik paroki di Desa Tangkahen. Pastor Cornel mengatakan, usaha ini sebagai perwujudan visi kemandirian andalan bidang ekonomi.

Selain sengon juga telah ditanam pohon ulin, gaharu dan buah-buahan di komplek gereja. Hal ini juga bertujuan untuk menyadarkan umat akan pentingnya pelestarian lingkungan hidup. “Alam dapat hidup tanpa manusia, tetapi manusia tidak dapat hidup tanpa alam,” ujar Pastor Cornel.

Uskup Palangka Raya Mgr Aloysius M. Sutrisnaatmaka MSF mengingatkan, menanam sengon berarti masuk surga, maksudnya menanam sengon membantu menuai kesejahteraan hidup umat beriman. “Menanam seperti halnya menanam kebaikan, cinta kasih, kepedulian, solidaritas serta kebajikan bagi sesama kita,” kata Mgr Sutrisnaatmaka.

 

Andreas Palem Santosa (Palangka Raya)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here