Pendoa bagi Kesembuhan Janin

1490
Di tengah keramaian Paus Paulus VI menyempatkan diri menyalami seorang anak di Paroki Yesus Raja Ilahi.
[The Catholic Weekly]
3.7/5 - (3 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Kedua janin itu sebenarnya sudah tak punya harapan hidup. Namun berkat doa dalam perantaraan mendiang Paulus VI, dua janin terselamatkan dengan ajaib.

Pagi itu seorang ibu muda asal California bangun dengan rasa sakit di area perutnya. Di dalam rahimnya, ia tengah mengandung. Kehamilannya baru memasuki usia 24 minggu saat rasa sakit itu datang. Rasa sakit itu berbeda dari biasanya. Perutnya terasa kaku dan membengkak di beberapa bagian.

Tidak hanya itu, ibu itu juga mengalami kenaikan berat badan yang tidak beraturan hanya dalam beberapa hari. Saat ia membaringkan tubuhnya, rasa sesak seketika menyerang bagian dada. Tak tahan menahan nyeri yang demikian hebat, ia pun pergi mengunjungi dokter kandungan.

Dalam perjalanan menuju Rumah Sakit, ibu muda itu merasakan mual yang luar biasa. Perutnya mulas tak keruan. Perawat segera merujuk ibu tersebut ke ruang gawat darurat. Dokter yang menanganinya, segera melakukan pemeriksaan pada pembengkakan yang terjadi di perut sang ibu. Dengan alat pencitraan di rumah sakit itu, dokter mencoba mencari penyebab pembengkakan. Dalam kecemasan, sang ibu yang tengah mengandung, menunggu hasil diagnosa dokter.

Harus Aborsi
Bibir pucat sang ibu bergerak lemah sambil mendaraskan Salam Maria. Dari bibirnya tak terdengar suara, namun jelas hatinya terarah para Sang Bunda Yesus. Di hadapannya, terpampang raut tegang wajah sang dokter. Di tangannya, dokter itu memegang kertas diagnosa. Tanpa menunda-nunda, dokter itu berujar, “Kandungan Ibu harus diaborsi!”

Sontak, aliran darah sang ibu turun hingga ujung kaki. Anjuran sang dokter membuat hatinya hancur. Ibu mana yang hatinya tak hancur mendengar saran harus “membunuh” anak yang baru saja berdiam di rahimnya. Peristiwa itu terjadi pada tahun 1990-an.

Dokter memvonis, bayi yang sedang dikandung ibu itu memiliki masalah kesehatan serius. Masalah ini dapat menimbulkan risiko tinggi kerusakan otak. Tidak hanya itu, kandung kemih sang bayi juga diketahui mengalami kerusakan kronis. Belum sempat menghela nafas, dokter kembali melaporkan bahwa ia memiliki ascites (munculnya cairan di perut) dan anhydramnios (tidak adanya cairan di kantung ketuban). Pikiran logika manusia akhirnya seperti memaksa sang dokter untuk mengatasi permasalahan itu dengan aborsi.

Berbekal iman, harapan, dan kasih, sang ibu tidak serta merta jatuh dalam lubang kesedihan. Ia butuh waktu untuk memahami apa yang dialaminya. Ia pun tidak segera mengiyakan keputusan dokter.

Terlahir Sehat
Di tengah kekalutan hatinya, ia lalu meminta saran dari seorang biarawati. Sang Ibu percaya, Tuhan yang ia imani akan memberikan jalan keluar terbaik. Perjumpaan dengan biarawati itu pun menghasilkan buah yang baik.

Sang biarawati yang masih ada ikatan keluarga dengan ibu itu, memberi saran agar berdoa untuk mempercayakan masalah kehamilan itu dalam doa dengan perantaraan mendiang Paus Paulus VI. Biarawati ini ternyata pernah bertemu langsung dengan Paus Paulus VI. Biarawati itu mengenang sosok Paus yang dikenal menolak kontrasepsi artifisial.

Dengan penuh kepercayaan, sang ibu memanjatkan doa melalui perantaraan Paus yang memiliki moto hidup “Cum Ipso in Monte”, ‘bersama-Nya di gunung itu’. Tiap kali memanjatkan doa, sang ibu memegang lebih erat potongan jubah Paus (relikui kelas kedua) yang diberikan oleh biarawati itu kepadanya dalam genggaman.

Perawatan ibu itu terus berjalan. Sepuluh minggu setelahnya, hasil tes medis menunjukkan peningkatan substansial pada kesehatan janin. Hingga akhirnya ibu itu melahirkan sang buah hati yang awalnya didiagnosa memiliki kelainan itu. Bayi itu dilahirkan melalui operasi caesar pada minggu ke-39 usia kehamilan. Kini, anak itu tumbuh menjadi remaja yang sehat dan dianggap benar-benar sembuh.

Melalui penelisikan panjang, komisi medis Vatikan menyimpulkan, peristiwa kesembuhan dan kelahiran bayi itu tak dapat dijelaskan berdasar argumentasi-argumentasi medis. Para Teologi dari Kongregasi Penggelaran Kudus setuju bahwa penyembuhan itu terjadi di luar nalar manusia. Menurut Postulator Kongregasi Penggelaran Kudus Pastor Antonio Marrazzo,
ada intervensi ilahi dalam peristiwa itu. “Penyembuhan ini merupakan intervensi Ilahi,” begitu kata Pastor Antonio.

Postulator berkebangsaan Italia ini mengatakan, tidak mungkin memberikan rincian lebih lanjut tentang kasus ini. Hal ini juga untuk menghormati privasi keluarga dan anak laki-laki yang bersangkutan. Ia menjelaskan, sangat logis untuk tidak lagi mengganggu anak itu. Agar ia dapat menjalani kehidupannya selayak anak lain. “Saya pikir tidak penting pada tahap ini untuk mengetahui siapa yang menerima mukjizat, tetapi, lebih tepatnya, tahu apa keajaiban itu.”

Laporan keajaiban ini menjadi pembuka jalan untuk proses beatifikasi Paus Paulus VI. Paus yang meneruskan takhta yang ditinggalkan Paus Yohanes XXIII pada 21 Juni 1963 ini melayani sampai pada saat ia mangkat pada 6 Agustus 1978. Paus Paulus VI digelari Venerabilis pada 20 Desember 2012 oleh Paus Benediktus XVI. Paus yang sama memimpin Misa beatifikasi paus yang di masa kepemimpinannya mampu menyelesaikan Konsili Vatikan II ini di Roma pada 19 Oktober 2014.

Mukjizat Kedua
Di tahun 2012, Paus Benediktus XVI mengakui kebajikan heroik dari Paulus VI dan memberinya gelar “Yang Mulia”. Namun untuk sampai kanonisasi, Vatikan perlu menerima rincian mukjizat lain yang dikaitkan dengan Paus Paulus VI, yang terjadi setelah tanggal beatifikasi. Namun, hal ini bebas dikesampingkan apabila Paus yang sedang bertahta menghendakinya. Hal ini sama terjadi dengan Paus Yohanes XXIII.

Kongregasi Penggelaran Kudus dengan suara bulat telah menyetujui pengakuan mukjizat yang dikaitkan dengan Beato Paulus VI. Hal ini berarti, ia akan dikanonisasi sebagai orang kudus dalam Gereja Katolik. Tahta Suci Vatikan telah menentukan tanggal kanonisasi St Paulus VI pada 14 Oktober 2018 mendatang. Ia akan dikanonisasi bersama Uskup Agung San Salvador St Oscar Romero.

Meski begitu, Vatikan juga mengakui keajaiban yang menyangkut penyembuhan seorang anak yang belum lahir, yang menderita penyakit yang berpotensi mematikan. Pada tahun 2014, EWTN News melaporkan mengenai keajaiban yang terjadi kepada seorang ibu di Verona, Italia. Pada bulan kelima kehamilannya, sang ibu divonis mengandung bayi yang tidak sehat. Bayi yang dikandungnya berpotensi mengalami kecacatan bahkan kematian
pada janin dan ibu. Tidak hanya itu, ia juga berpotensi mengalami keguguran. Alhasil,
dokter pun menyarankan sang ibu untuk melakukan aborsi.

Tidak begitu saja menyerah dan menerima saran dokter, sang ibu memutuskan mencari jalan lain. Beberapa hari setelah beatifikasi Paus Paulus VI tanggal 19 Oktober
2014 di Roma, ia pergi ke Brescia, sebuah desa tempat dahulu keluarga Paus Paulus VI tinggal. Di sana sang ibu mengunjungi Tempat Suci Maria Rahmat yang baru diberkati di Santuario delle Grazie. Ia berdoa memohon suatu mukjizat yakni kesembuhan bayi yang dikandung.

Tidak ada yang mustahil bagi Allah, berkat pertolongan doa Beato Paulus VI, anak yang divonis sakit itu pun lahir dengan kesehatan yang baik. Seorang bayi perempuan sehat menggemaskan memberikan keceriaan pada seisi rumah sang ibu. Dewan Medis Kongregasi Penggelaran Kudus memutuskan bahwa penyembuhan itu tidak dapat dijelaskan secara medis. Begitu jaga para teolog anggota konsultores bersepakat menyatakan mujizat itu terjadi karena perantaraan doa almarhum Paus Paulus VI.

Paus Paulus VI, yang dilahirkan dengan nama Giovanni Battista Enrico Antonio Maria Montini pada tahun 1897 di Concesio, Italia. Ia terlibat sejak awal mula dimulai Konsili Vatikan II. Dia dikenal karena menerbitkan Ensiklik Humanae Vitae pada tahun 1968. Ia menegaskan kembali ajaran Gereja terhadap kontrasepsi. Paus Fransiskus menyetujui dekrit penggelaran kudus untuk Paus Paulus VI. Hal ini disampaikan Bapa Suci dalam dialog dengan para Pastor Paroki Roma di Basilika Lateran.

Paus Fransiskus dalam homilinya pada Misa penutupan Sinode Luar Biasa Keluarga menyebutkan Paus pendahulunya, Paus Paulus VI sebagai Paus Agung dan Rasul yang tak kenal lelah. Paus Paulus VII berani dalam kerendahan hati dan kenabiannya. “Ia adalah saksi cinta Kristus dan Gereja-Nya,” ungkap Bapa Suci.

Sebelum kemunculan arus masyarakat sekuler yang banyak menimbulkan pertentangan, Paus Paulus VI menjadi contoh keteguhan untuk bersandar pada kebijaksanaan dalam mengemudikan Takhta Petrus. Di tengah tantangan yang demikian keras, Paus Paulus VI tidak pernah kehilangan sukacita dan kepercayaannya kepada Tuhan.

Paus Fransiskus menyimpulkan pendahulunya ini secara total menyerahkan kepada Allah apa yang menjadi milik Allah dengan mengabdikan seluruh hidupnya untuk tugas kudus yang serius dan berat dalam sejarah dan setia melaksanakan misi Kristus di bumi. Dengan demikian, Gereja dapat menjadi ibu yang penuh kasih bagi seluruh keluarga dan pada saat yang sama menjadi perantara kepada sang keselamatan sejati.

Felicia Permata Hanggu

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here