Antisipasi Pernikahan Campur Beda Agama

1273
3/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK), kita memperoleh pandangan dasar tentang perkawinan atau pernikahan menurut Gereja Katolik. Kita lihat kanon 1055 ayat 1 berbunyi demikian: “Perjanjian (foedus) perkawinan, dengannya seorang laki-laki dan seorang perempuan membentuk antara mereka persekutuan (consortium) seluruh hidup, yang menurut ciri kodratinya terarah kepada kesejahteraan suami-istri (bonum coniugum) serta kelahiran dan pendidikan anak, antara orang yang dibaptis oleh Kristus Tuhan diangkat ke martabat sakramen.”

‘Hanya’ dengan membaca kanon ini saja sesungguhnya kita dapat memahami esensi perkawinan dalam Gereja Katolik. Salah satunya, perkawinan hanya dilangsungkan antara seorang laki-laki beragama Katolik dan seorang perempuan yang juga beragama Katolik. Akan tetapi, untuk konteks Indonesia misalnya, dengan masyarakat yang plural ini, di mana jumlah umat Katolik hanya tiga persen dari 264 juga penduduk, pernikahan campur beda agama tidak bisa dihindari. Dengan kata lain, laki-laki Katolik jatuh cinta pada perempuan beragama lain, dan begitu pun sebaliknya sangat mungkin terjadi. Dan, akhirnya, mereka sampai pada keputusan untuk membentuk keluarga baru. Idealnya memang perkawinan Katolik terjadi antara dua sejoli yang telah dibaptis dan secara Kanonik memenuhi semua persyaratan yang ditentukan dan dikukuhkan dalam Sakramen Perkawinan.

Karena tidak bisa dihindari, Gereja Katolik menyediakan ruang bagi perkawinan campur beda agama dengan mengeluarkan dispensasi. Dispensasi yang dimaksud adalah pembebasan dari hukum sebagaimana terkandung dalam kanon di atas. Dispensasi akan diberikan jika ditemukan alasan yang wajar dan masuk akal. Dengan kata lain, tidak mudah mendapatkan dispensasi tersebut. Langkah-langkah pendampingan akan diberikan terlebih dahulu kepada pihak-pihak yang bersangkutan (calon pasangan) agar terhindar dari perkawinan campur beda agama tersebut.

Sebagaimana disebutkan pada kanon di atas, perkawinan adalah persekutuan seluruh hidup. Mereka tidak lagi dua melainkan satu. Di sana termaktub makna totalitas persekutuan antara keduanya. Pernikahan adalah sakramen suci. Untuk sampai ke pengertian seperti itu, Gereja Katolik menyelenggarakan pendampingan pra-pernikahan seperti program discovery, choice, atau kursus persiapan perkawian. Tujuannya tak lain tidak bukan agar setiap laki-laki dan perempuan Katolik yang ingin membentuk keluarga memikirkan secara matang. Salah satunya adalah jikalau terpaksa harus menempuh perkawinan campur beda agama.

Tantangan yang dihadapi tidaklah ringan. Pasangan suami-istri campur beda agama yang pernah ditemui majalah ini, secara jujur mengakui sekaligus menganjurkan untuk menghindari perkawinan campur beda agama. Problematikanya tidak berhenti pada pasangan yang bersangkutan tetapi juga kepada anak-anak sebagai hasil perkawinan suci mereka. Mengingat perkawinan Katolik adalah sekali seumur hidup, setidaknya, dengan menghindari perkawinan campur beda agama, satu masalah sangat krusial telah diantisipasi sejak awal.

Sekali lagi, Gereja Katolik memang membuka kemungkinan dilangsungkannya perkawinan campur beda agama dengan segala persyaratannya. Pun harus diakui, ada pasangan perkawinan campur beda agama juga menemukan kebahagiaan. Namun perlu diingatkan, jalan ini bukanlah jalan yang ideal.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here