Kedepankan Pendidikan Holistik

397
Pertunjukan seni Tari Saman oleh anak-anak Sekolah St Aloysius Bandung. [Sr Floren M KSFL]
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com Sekolah St Aloysius Bandung mendidik siswa-siswi untuk tidak saja memiliki kemampuan intelektual tetapi juga kematangan emosional dan spiritual.

KETIKA orang lain tidur kita harus bangun. Ketika orang lain bangun, kita harus berdiri. Ketika orang lain berdiri, kita harus berjalan. Ketika orang lain berjalan kita harus berlari. Ketika orang lain berlari kita harus terbang. Spiritualitas ini mewarnai perjalanan panjang, 88 tahun Sekolah St Aloysius Bandung. Ekadasa Windu Sekolah Aloysius ini dirayakan secara meriah, Rabu-Kamis, 29-30/8.

Merefleksikan tema, “Merajut Nilai Kebangsaan, Memberdayakan Sendi-sendi Pendidikan”, panitia menyelenggarakan Pertunjukan Kolosal di Gedung Sasana Budaya Ganesha, Taman Sari Bandung. Pertunjukan ini melibatkan 880 siswa-siswi dari jenjang TK sampaki SMP.

Jiwa Nasionalisme
Dalam sambutannya, Pengurus Yayasan Mardiwijana Satya Winaya, Sekolah Aloysius Bandung, Sherly Liana mengatakan bahwa pagelaran ini merupakan salah satu cara dan usaha dalam menumbuhkan serta meningkatkan jiwa nasionalisme dalam diri generasi muda yang akhir-akhir ini sering dilupakan.

Pertunjukan kolosal tersebut, menurut Sherly, merupakan hasil kreativitas anak-anak. Hal ini tak terpisahkan dengan kegiatan pembelajaran mereka disekolah. Pertunjukan kolosal tersebut mempersembahkan sederet penampilan seni seperti paduan suara, drumband, drama, tarian, dan lagu-lagu nusantara yang melegenda dari Sabang sampai Merauke, dari Tari Saman Aceh hingga lagu Yanko Rambe dari Papua.

“Selain itu ada juga sajian angklung, karinding, rampak kendang, dan bedug, kicir-kicir, angin mamiri, cublaksuweng, dan hela rotane,” ujar Sherly. Sherly tak menampik bahwa apa yang diraih Sekolah Aloysius tak lepas dari perjuangan.

Sekolah ini berkiprah sejak tuhan 1930, mengalami jatuh bangun dan pasang surut. Dalam perjalanannya Sekolah Santo Aloysius Trunojoyo merupakan tonggak sejarah persekolahan Santo Aloysius Bandung. Dari tempat inilah persekolahan Santo Aloysius mulai bertumbuh dan berkembang hingga saat ini.

Pada masa penjajahan Jepang tahun 1942-1945, gedung sekolah Santo Aloysius digunakan oleh tentara Jepang, sebagai markas Ken Pei Tai (Polisi Tentara Jepang), penjara dan kamp tawanan orang-orang Belanda.

Pada tahun 1948 persekolahan Aloysius kembali berjalan seperti sediakala. Pada pertengahan dekade 1970-an, para bruder CSA meninggalkan Bandung. Sekolah Aloysius diserahkan kepada Keuskupan Bandung, kemudian, keuskupan Bandung meminta Ordo Salib Suci (Ordo Sanctae Crucis/ OSC) untuk menangani persekolahan ini.

Pastor Henk Van Iperen, OSC ditugasi pada saat itu mengelola sekolah Santo Aloysius. Sejak saat itu persekolahan Aloysius semakin berkembang dengan visi dan misi yang tajam. Pada tahun  1978 Pastor Henk merintis pendirian TK Santo Aloysius di Jalan Trunojoyo.

Sekolah St Aloysius pertama-tama bukan mengedepankan bidang kognitif semata tetapi juga spiritualitas dan emosional. Kesadaran dan kepedulian yang lahir dari kebiasaan yang terus-menerus diperjuangkan dan dihidupi.

Spiritualitas Santo Aloysius, Ad Maiora Natus Sum ‘aku lahir untuk sesuatu yang lebih’, mengajak siswa-siswi untuk senantiasa menumbuh-kembangkan aspek–aspek kecerdasan: spiritualitas, emosional, motorik, sosial, dan intelektual secara seimbang.

 

Sr Floren M KSFL (Bandung)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here