Gereja Berjalan Bersama Orang Muda

565
Seminar “Orang Muda, Iman, dan Diskresi Panggilan” di Unika Atma Jaya, Semanggi, Jakarta Selatan, 29/9. [HIDUP/Antonius E. Sugiyanto]
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com Sinode tentang orang muda melihat kembali cara pendampingan Gereja bagi kaum muda.

SINODE para uskup tentang orang muda dilaksanakan pada 3-28 Oktober 2018 di Roma, Italia. Ini menjadi kesempatan bagi Gereja untuk melihat kembali cara pendampingan kaum muda. Gereja mengakui dan menerima panggilan orang muda menuju kepenuhan hidup dan kasih.

Sebagai persiapan menuju sinode, Komisi Kepemudaan (Komkep) Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) mengadakan seminar “Orang Muda, Iman, dan Diskresi Panggilan” di Unika Atma Jaya, Semanggi, Jakarta Selatan, Sabtu, 29/9.

Ketua Komkep KWI, Mgr Pius Riana Prapdi menjelaskan, ada kalanya orang muda dihadapkan pada situasi jatuh, galau, dan bimbang. Dalam situasi ini, mereka tak dapat memilih keputusan secara tepat. Untuk itu, yang perlu mereka lakukan adalah mengakui bahwa mereka sedang jatuh.

Langkah selanjutnya adalah merenungkan, lanjut Mgr Riana. Sikap ini merupakan kerelaan untuk diam dan belajar dari tokoh-tokoh Kitab Suci. Ini adalah usaha untuk menyadari bahwa dalam situasi jatuh itu, Roh Allah berbicara.

Ada usaha membaca pengalaman dengan bercermin pada tokoh-tokoh itu, kepada orang yang dapat menunjukkan jalan. “Ketika ada kesempatan seperti itu, kita akan mengenali cara-cara mengambil keputusan, dengan merenungkan dalam hati kita,” ungkap Uskup Ketapang ini.

Tahap berikutnya adalah mengambil sebuah keputusan. Mgr Riana menjelaskan, ketika mengambil keputusan, orang dituntut untuk setia pada pilihannya. Terus menerus mengulang kembali apa yang sudah diputuskan. Tidak mudah, namun itu yang perlu dijalankan. “Ketika mengambil keputusan berarti orang dituntut untuk setia di situ,” ujarnya.

Selain Mgr Pius, seminar ini juga menghadirkan dua peserta Pra Sinode Kaum Muda, Dewi Kartika dan Anne Priskila. Pembicara lain adalah psikolog Yohana Ratrin Hestyanti dan Stacy Indrawan sebagai perwakilan Indonesia dalam Sinode Kaum Muda mendatang.

Pada bagian lain seminar dibahas juga bagaimana kaum muda harus bersikap di hadapan tindakan-tindakan intoleran. Yohana menjelaskan, situasi semacam itu kadang berhubungan dengan konstelasi politik yang sengaja diciptakan.

Kaum muda sedapat mungkin mengaplikasikan prinsip balancing sehingga dapat melihat situasi yang dihadapi secara lebih baik. “Kita mencoba menghindari emosi dan memandang ini sebagai bentuk grand design dan jangan sampai kita kalah pada situasi itu,” kata Yohana.

Menurut Yohana, orang muda harus memiliki concern kepada masyarakat, jangan sampai tatanan sosial yang sudah baik diobrak-abrik oleh situasi intoleran. Yohana menambahkan, orang muda perlu cerdik, pintar dalam mencari cara yang kreatif untuk menciptakan perdamaian, jangan terbawa emosi yang kadang sengaja diciptakan.

“Begitu kita emosi, maka sudah hancur semua,” tegasnya. Sulitnya menarik minat orang muda Katolik (OMK) untuk terlibat dalam kegiatan menggereja juga menjadi tantangan yang tiada henti. Stacy mengungkapkan, perlu diciptakan wadah, dimana orang muda dapat mengembangkan diri.

Ketika hal ini didapatkan, maka orang muda akan datang dengan sendirinya. “Gereja adalah tempat yang penuh pengampunan, di mana saat mereka melakukan kesalahan, mereka dapat tetap diterima,” imbuhnya.

 

Antonius E. Sugiyanto

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here