Corak Pengadilan Akhir

180
[dok.LDS]
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com Ef. 3:14-21; Mzm. 33:1-2,4-5,11-12, 18-19; Luk. 12:49-53

KETIKA kedatangan Yesus ditolak oleh sebuah desa Samaria, Yohanes, dan Yakobus, yang disebut juga sebagai Boanerges (=anak-anak guruh), minta agar “api diturunkan dari langit untuk membinasakan mereka” (lih. Luk. 9:51-56).

Mereka ingin Yesus seperti Nabi Elia, yang dua kali menurunkan api dari langit untuk membinasakan 50 utusan Raja Ahazia yang menyembah Baal-Zebub (lih. 2 Raj. 1:10.12). Tetapi, Yesus menegur mereka, karena permintaan itu mencerminkan kesombongan diri bahwa mereka adalah yang paling suci dan benar.

Namun pada Luk. 12:49 ini, Yesus justru mengatakan: “Aku datang untuk melemparkan api ke Bumi, dan betapakah Aku harapkan, api itu telah menyala1” Mengapa sikap Yesus berbeda?

Perikop ini memang harus ditempatkan dalam konteks pengajaran Yesus kepada para murid-Nya, sepanjang perjalanan-Nya menuju Yerusalem (lih. Luk. 9:51-19:41). Para murid diajak untuk melihat Bumi (Yun. ge) yang konkret, serta arah eskatologisnya.

Simeon sudah mengatakan, kedatangan Yesus itu “menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan” (Luk. 2:34). Kedatangan-Nya itu seperti “kapak yang tersedia pada akar pohon, untuk menebang dan membuang ke dalam api setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik. ”

Begitu khotbah Yohanes Pembaptis (lih. Luk. 3:9). Untuk itu, “Dia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus dan dengan api” (Luk. 3:16). Api Ilahi itulah yang akan membersihkan manusia dari dosanya, dan menguji kemurnian iman, agar pantas menyambut Hari Kedatangan Tuhan (lih. 1 Petr. 1:7).

Dari kerangka zaman eskatologis, pengajaran dan kehadiran Yesus memang menimbulkan pemisahan dan pemilahan, di mana kesatuan keluarga pun terkena dampaknya. Loyalitas tunggal kepada Kristus memang menjadi inti kekristenan.

Ia berada di atas semua loyalitas lainnya. Menempatkan sebuah loyalitas di atas Allah adalah penyembahan berhala, seperti yang dilakukan oleh Raja Ahazia. Melalui perikop Luk.12:49-53, kita diajak merefleksikan kembali loyalitas kita masing-masing.

 

Henricus Witdarmono
M.A. Rel. Stud. Katholieke Universiteit te Leuven, Belgia

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here