Belajar Berani dari Santo Ignasius

1297
3.7/5 - (3 votes)

HIDUPKATOLIK.com SAMPAI umur 26 tahun dia seorang yang hanya memikirkan permainan duniawi, dan kesenangan pokoknya adalah latihan senjata dengan keinginan besar mau memperoleh kehormatan,” (Wasiat & Petuah St Ignatius Loyola, no. 1). Itulah gambaran masa muda Santo Ignasius Loyola.

Bagaimana mungkin pria yang sangat egosentris tersebut akhirnya menjadi seorang Santo? Buku karangan L.A. Sardi ini mau menjawab pertanyaan tersebut dan menunjukkan perjalanan transformasi seorang Inigo menjadi Ignasius, seorang pendosa yang bertobat dan akhirnya mendirikan Ordo Serikat Yesus (SJ).

Dengan sederhana dan mendalam, penulis menjabarkan pengalaman hidup Ignasius dalam empat belas kisah yang inspiratif. Setiap kisah mewakili satu tempat yang pernah disinggahi Ignasius.

Alur buku disusun secara kronologis dari Benteng Pamplona (Spanyol), tempat kaki Ignasius terkena peluru meriam, hingga Roma, kota di mana ia menghabiskan sisa hidupnya sebagai Jenderal SJ.

Berbeda dari buku biografi pada umumnya, keunikan buku ini terletak pada bagian “Konsiderasi” yang selalu ada di akhir sebuah bab. Selain mendalami sejarah hidup Ignasius, pembaca juga diundang untuk membaca sejarah hidupnya sendiri. Setiap kisah menyimpan pelajaran yang bisa diterapkan dalam hidup sehari-hari.

Misalnya, dalam bab Pamplona, poin konsiderasi yang bisa dicecap-cecap adalah kuasa Allah yang tak terduga “membidik kelemahan kita untuk dididik-Nya dalam keutamaan” (hlm. 14). Saat kaki Ignasius patah karena peluru meriam, Tuhan juga mematahkan ambisi-ambisi hidupnya yang sia-sia.

Pada momen terpuruk dan gagal seperti itu di mana mimpi menjadi ksatria tangguh sudah pupus, Tuhan mulai mengajak Ignasius untuk membarui hidupnya. Dari sana, pembaca diajak untuk bertanya pada dirinya sendiri, “Perisitiwa atau kegagalan apa yang hingga kini sulit kita terima? Adakah suara Tuhan memanggilku di sana untuk memperbarui hidupku?” (hlm. 14).

Muara dari buku ini adalah kesadaran bahwa dalam hidupnya, Ignasius harus selalu mengambil keputusan. Dengan berulang kali jatuh-bangun dalam berdiskresi, Ignasius tidak lagi berjalan dalam jerat ambisi semu. Seperti yang dituliskan dalam Pengantar, kisah hidup Ignasius adalah experencia. Dalam bahasa Spanyol kata tersebut memuat pembelajaran, dan ujian (hlm.7).

Hidup kita sendiri juga penuh dengan pilihan, apalagi di tengah gempuran arus informasi dan tawaran-tawaran barang, pekerjaan, pendidikan, dan sebagainya. Oleh karena itu, seperti judul buku ini, kita diajak untuk belajar dari Ignasius agar berani mengambil keputusan-keputusan yang tepat dan bermutu.

Artinya, keputusan-keputusan yang kita ambil bukan lagi melulu demi keuntungan diri kita sendiri saja, tetapi juga ad maiorem Dei gloriam (Demi lebih besarnya kemuliaan Tuhan). Buku ini cocok bagi siapapun yang mau mengenal Santo Ignasius dan spiritualitasnya.

Seperti harapan yang diutarakan Paus Fransiskus dalam ekshortasi terbarunya Gaudete et Exsultate (GE), buku ini dapat memotivasi siapa pun yang membacanya untuk mau keluar dari hidup yang mediocore (biasa-biasa saja) dan dengan gembira meneladan para Kudus. Hidup para kudus belum tentu selalu sempurna, “…tetapi di tengah kesalahan dan kegagalan mereka, mereka terus bergerak maju dan terbukti berkenan bagi Tuhan,” (GE, 3).

 

F. Ray Popo SJ

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here