Rosario Plastik

561
Rate this post

Ia mendengar mereka sangat yakin diri mereka akan digunakan oleh orang-orang hebat dan dipuja oleh orang-orang itu. Beberapa mulai menyombongkan kelebihannya. Perdebatan tentang siapa yang lebih hebat pun terjadi. Dalam diam dan mindernya, Tutu heran dengan mereka.

Ia pun mulai berpikir. Apakah hal semacam ini harus diperdebatkan? Bukannya misi kita semua sama,ya? Harusnya kan kita gak sombong tentang diri kita? Pikiran Tutu merayap merenungkan hal itu. Tidak sadar, ia menginjak sesuatu dan terpeleset.

Ia jatuh ke dalam lubang dangkal. Tutu merasa sakit, tapi rasa malu karena dilihat orang membuat ia ingin cepat pergi dari tempat itu. Tutu dan kawannya pun cepat-cepat pergi dari tempat itu.

***

Tutu pulang. Ia bertemu kembali dengan pemiliknya, seorang frater Keuskupan Teopolis.
“Gimana, Tu? Asik gak pekan rayanya?” tanya frater.
Tutu mengangguk-angguk sambil tersenyum suram. Frater melihat lebih seksama. Ternyata salib Tutu patah. Itu penyebab rasa sakit Tutu tadi.
“Ada apa, Tu?” tanyanya lagi.

Tutu berusaha menutup-nutupi tapi salib yang patah tidak dapat berbohong. Akhirnya, ia menceritakan semua yang dia alami kepada frater. Tutu mulai menangis. Ia merasa dirinya tidak ada harganya lagi. Apa bagusnya rosario murah yang salibnya patah? Bahkan, aku dibuat dari daur ulang sampah. Itu artinya aku adalah sampah. Sekarang, salibku patah. Tidak indah, tidak berguna.

Tutu berujar, “Ter, mending Frater beli rosario yang bagus aja…”
Frater menyadari mindernya Tutu dan ia tersenyum sambil menggeleng.

“Tu, Frater gak akan beli rosario lagi. Frater gak butuh rosario yang luar biasa, mahal, dan hebat. Frater perlu rosario buat membantu Frater dekat sama Tuhan, bukan buat pamer atau gaya-gaya. Jadi, kamu tetep berharga kok buat Frater. Lagipula, salib patah bukan berarti hubungan Frater sama Tuhan patah kan?

Justru lewat bahan plastik daur ulang dan salibmu yang patah, Frater selalu diingatkan untuk menjadi orang yang miskin dihadapan Allah.

Kami ingat kata-kata ini; Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga. Orang miskin itu sederhana. Itu artinya Tuhan deket dengan orang yang sederhana.

Dan kamu mengingatkan aku buat jadi orang sederhana, kamu membawa aku lebih dekat dengan Tuhan. Kamu menjalankan tugasmu dengan sangat baik kok. Jadi, gak usah minder, okey?”

Tutu mengangguk dan menyeka air matanya.
“Kalo gitu… sekarang, ayo kita berdoa,” ajak frater.
Tutu mengangguk.

***

Pada akhirnya, Tutu mengerti bahwa yang penting bukanlah sebaik apa, seindah apa, dan sehebat apa ia terlihat dan terbentuk. Namun, yang memberinya arti adalah kesederhanaan yang hidup dalam dirinya.

Kesederhanaan itu merupakan sebuah pesan yang mengajak pemiliknya untuk hidup dengan sederhana, untuk berdoa dengan sederhana, dan untuk mencintai dengan sederhana.

Dan memang, pada akhirnya tujuan Tutu adalah bukan mendekatkan pemiliknya kepada Tutu, tapi mendekatkan pemiliknya kepada Tuhan. Seperti kata Yohanes Pembaptis, “Ia harus semakin besar, tapi aku harus semakin kecil.”

***

Fr. Benito Cahyo Nugroho

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here