Kekerasan Seksual Masih Marak

207
Pembicara studi dan diskusi “Kekerasan Seksual dan Pandangan Gereja Katolik mengenai Seksualitas” berfoto bersama para peserta diskusi di aula Sekolah Gembala Baik, Jakarta Timur, Sabtu, 1/12. [HIDUP/Gerry Gabriel]
Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM –  Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual belum disahkan, mengendap di DPR.

Komisi Nasional Perempuan mencatat, selama 12 tahun, sejak 2001- 2012, paling sedikit ada 35 perempuan menjadi korban kekerasan seksual setiap hari. Tahun 2012, setidaknya tercatat, 4336 kasus kekerasan seksual, di mana 2920 kasus terjadi di ranah publik atau komunitas, dengan mayoritas bentuknya adalah perkosaan dan pencabulan. 

Pada 2013, kasus kekerasan seksual bertambah menjadi 5629 kasus. Artinya dalam tiga jam, paling kurang dua perempuan mengalami kekerasan seksual. Usia korban yang ditemukan antara 13-18 tahun dan 25-40 tahun.

“Komnas Perempuan melihat data angka tertinggi yaitu kekerasan dalam rumah tangga. Inses mendominasi catatan laporan,” ungkap Komisioner Komnas Perempuan, Magdalena Sitorus, dalam studi dan diskusi mengenai Kekerasan Seksual dan Pandangan Gereja Katolik mengenai Seksualitas, di aula Sekolah Gembala Baik, Jakarta Timur, Sabtu, 1/12.

Sementara itu, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang mengatur tindak pidana khusus dari KUHP sudah dibahas beberapa kali oleh Panja (Panitia Kerja-red.) RUU Penghapusan Kekerasan Seksual di DPR, namun mengendap di tangan wakil rakyat.

RUU tersebut tak kunjung disahkan meski situasi kekerasan seksual di Indonesia kian darurat. Tak pelak, kekerasan seksual menjadi lebih sulit untuk diungkap dan ditangani dibanding kekerasan terhadap perempuan lain karena sering dikaitkan dengan konsep moralitas masyarakat.

Perempuan dianggap sebagai simbol kesucian dan kehormatan, karenanya ia kemudian dipandang menjadi aib ketika mengalami kekerasan seksual, misalnya perkosaan. Korban juga sering disalahkan sebagai penyebab terjadinya kekerasan seksual.

Ini membuat perempuan korban seringkali bungkam. Sementara, dosen Bioetika Universitas Sanata Dharma, Pastor C. B. Kusmaryanto SCJ, menjelaskan, baik laki-laki maupun perempuan memiliki martabat yang sama: sebagai citra atau gambar Allah dan ciptaan Tuhan paling sempurna.

Hal tersebut tertulis dalam Kitab Kejadian 2:20. Pastor Kus menegaskan, tak boleh terjadi pemaksaan kehendak sesama manusia, terutama antara laki-laki dan perempuan, sebab setiap manusia dianugerahi kehendak bebas dan otonomi masing-masing.

“Pemaksaan kehendak dengan kekerasan, baik fisik, psikologis, maupun mental merupakan pengingkaran terhadap otonomi dan kebebasan manusia. Hak manusiawi harus dimengerti secara baik, di mana orang tidak boleh mengurbankan yang fundamental dengan yang kurang fundamental,” ujarnya.

Studi dan diskusi ini merupakan kerja kolektif dari beberapa komunitas yang memiliki keprihatinan dan bekerja dengan persoalan-persoalan tersebut, yakni Mitra Imadei, Kongregasi Suster Gembala Baik, Single Mother Community, JPIC Ursulin, JPIC Suster Hati Kudus Yesus, dan Kongregasi Biarawati Karya Kesehatan (BKK). Acara ini juga merupakan rangkaian Kampanye 16 hari Penghapusan Kekerasan Perempuan.


Gerry Gabriel

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here