Syarat Pemimpin Indonesia

357
Rhenald Kasali (berdiri) dan Romo Franz Magnis-Suseno menjadi narasumber Seminar Pembukaan Tahun Berhikmat “Kepemimpinan Transformatif untuk Melayani Negeri” di aula Katedral Jakarta, Sabtu, 5/1. [HIDUP/Marchella A. Vieba]
5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM –  Pemimpin bangsa ini kelak harus memiliki sejumlah kualitas di tengah aneka transformasi dan ancaman perpecahan.

LAGU Indonesia Raya berkumandang di aula atas Katedral Jakarta, Jakarta Pusat, Sabtu, 5/1. Lagu kebangsaan tersebut dilantunkan oleh ratusan orang yang berasal dari perwakilan paroki­-paroki di Keuskupan Agung Jakarta (KAJ).

Lagu tersebut mengawali Seminar Kepemimpinan Transformatif untuk Melayani Negeri. Seminar yang diadakan oleh panitia Tahun Berhikmat KAJ menjadi pembuka rangkaian kegiatan Tahun Berhikmat sepanjang tahun 2019, dengan tema pastoral Amalkan Pancasila: Kita Berhikmat, Bangsa Bermartabat.

Hadir sebagai pembicara, Guru Besar Filsafat STF Driyarkara Jakarta, Romo Franz Magnis Suseno, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Rhenald Kasali, serta Uskup Agung Jakarta Mgr Ignatius Suharyo.

Romo Magnis mengatakan, siapa pun pemimpin Indonesia yang terpilih nanti harus menyadari tantangan terbesar bangsa saat ini. Salah satunya mempererat kembali persatuan. Pemimpin diharapkan memiliki perhatian kepada semua kelompok, bukan hanya kepada golongan tertentu.

“Orang Katolik yang memilih nomor satu atau dua tidak kurang baik sebagai orang Katolik. Penting sekali menghargai perbedaan politik. Jangan stigmatisasi orang yang memilih salah satu dari dua calon (presiden ­wakil presiden). Tetapi secara persatuan itu yang tidak boleh dilupakan,” sarannya.

Imam berdarah Jerman itu juga mengajak masyarakat Indonesia menuntut presiden wakil presiden terpilih untuk menjunjung tinggi Pancasila. Bukan hanya sekadar perkataan, melainkan Pancasila harus ada di dalam hatinya. Selain itu, ia berharap, pemimpin yang bakal terpilih pada Pemilu 2019 sungguh bersikap demokratis dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. 

Hal lain, Magnis mengingatkan pemimpin kelak untuk memberantas korupsi. Sebab, selain merugikan, rasuah menurunkan kualitas kemanusiaan Indonesia. Sementara Rhenald Kasali melihat bangsa saat ini tengah dihadapkan pada transformasi di banyak aspek. 

“Teknologi semakin jauh berkembang. Perubahan­-perubahan menciptakan bidang studi dan persaingan baru. Namun di tengah perubahan dan kemajuan dewasa ini ada satu hal yang tak dapat diubah: Teknologi tidak dapat menggantikan cinta,” ujarnya, mencontohkan.

Di tengah berbagai kemajuan, menurut Rhenald, pemimpin saat ini harus mampu mengecek kebenaran, mampu membaca yang tak tampak, berpikir strategis, dan mampu bekerja sama. Selain itu, pemimpin saat ini amat penting memiliki sifat wirausaha. Dengan begitu, pemimpin mampu berpikir kreatif dan menerjemahkan ide­-ide.

Sedangkan Mgr Suharyo mengatakan, setiap pemimpin seharusnya bisa memberikan pengaruh besar dan positif lewat kepemimpinannya. Uskup Agung Jakarta itu mencontohkan Paus Fransiskus. Salah satu yang dinilainya membuat kepemimpinan Paus amat berpengaruh adalah karena pengalaman rohaninya.

Usai seminar, dilanjutkan dengan Misa Pembukaan Tahun Berhikmat. Perayaan Ekaristi diadakan secara konselebrasi. Mgr Suharyo menjadi selebran utama. Pada perayaan tersebut diluncurkan logo Tahun Berhikmat dan Patung Bunda Segala Suku Bunda Berhikmat.

Pada penghujung perayaan, Mgr Suharyo mengutus seorang imamnya, Pastor Ambrosius Lolo, ke Paroki Maria Menerima Kabar Gembira Bomomani, Keuskupan Timika, Papua. “Dengan mengutus imam-­imam ke misi domestik, KAJ ingin menunjukan wajah misionernya,” terang Mgr Suharyo.

 

Marchella A. Vieba
HIDUP NO.2 2019, 13 Januari 2019

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here