Ketika Yesus Lahir di Samosir

957
Rate this post

Natal dan Keluarga
Kerendahan hati yang ditunjukkan oleh para gembala sebenarnya menjadi ajakan bagi setiap orang untuk dengan kesederhanaan menyambut kelahiran Yesus. Kandang Natal yang diletakkan di setiap gereja setiap Natal jelas menggambarkan kesederhanaan itu.

Kandang Natal yang awalnya mulai dibuat oleh St Fransiskus Asisi ingin menjadi tradisi yang membantu umat merenungkan Natal dalam kesederhanaan. Hal inilah juga yang terlihat dalam dekorasi Natal di Susteran Fransiskanes St Elisabeth, Pangururan, Samosir.

Dekorasi Natal di Susteran Fransiskanes St Elisabeth, Pangururan, Samosir. [HIDUP/Antonius E. Sugiyanto]
Sr Florentina Sihombing FSE mengungkapkan, kandang Natal ini dibuat untuk menghadirkan suasana Natal seperti yang terjadi di kandang Bethlehem saat Yesus dilahirkan di sana. “Bisa merasakan dinginnya malam, itu alasan mengapa kami membuat Kandang Natal ini,” ungkapnya. 

Meski kesederhanaan selalu meliputi setiap perayaan Natal, namun pada Natal di KAM, tema ini direnungkan bersamaan dengan fokus pastoral keuskupan yang ingin mengajak umat membangun “Keluarga Rukun”.

Saat memimpin Misa Natal Pagi di Gereja Stasi St Fransiskus Asisi Rianiate, Pastor Maseo Sitepu OFMCap mengungkapkan, bahwa dalam keluarga, orangtua memili “tri dharma tugas”.

Misa Natal pagi di Gereja Stasi St Fransiskus Asisi Rianiate Paroki St Mikael Pangururan dipimpin Pastor Maseo Sitepu OFMCap. [HIDUP/Antonius E. Sugiyanto]
Tri Darma ini mengacu pada pesan Sinode VI KAM. Tiga macam tugas inilah yang harus dijalankan untuk membentuk sebuah keluarga yang rukun. Pertama, orangtua adalah imam. Dengan peran ini, maka orang tua bertanggung jawab dalam membina iman seluruh anggota keluarga. 

Ia bertugas mengajarkan kepada anak-anak bagaimana cara beriman yang baik seturut nilai-­nilai Injil. “Hamu amang dohot inang, hamu si pangolu partangiang, ‘Kamu ibu dan ayah adalah pemimpin doa-doa di dalam keluarga’,” ujar Kepala Paroki Pangururan ini.

Kedua, orangtua adalah guru. Dalam peran ini, maka orangtua bertindak mengajarkan nilai-­nilai kebaikan kepada anak-anak. Setiap orangtua bertanggungjawab mendidik, mengajar, melatih, dan menjadi guru iman pertama bagi anak.

Ketiga, sebagai gembala, orangtua mengarahkan keluarga, menjadi teladan, dan menyediakan kebutuhan.

 

Antonius E. Sugiyanto (Samosir)
HIDUP NO.02 2019, 13 Januari 2019

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here