Menggunakan Hak Pilih sebagai Perwujudan Iman dan Pribadi Berhikmat

607
Seminar Mengapa kita harus memilih. [HIDUP/Antonius Bilandoro]
Rate this post

HIDUPKATOLIK.comKeikutsertaan kita dalam Pemilu adalah sebagai perwujudan iman dan pribadi yang berhikmat. Lihat saja sang calon, apa yang telah, sedang, dan akan dilakukan oleh wakil yang akan kita pilih.

Hal itu dituturkan oleh Pastor Rekan Paroki St Anna Duren Sawit, Adrianus Padmaseputra SJ ketika membuka seminar “Mengapa kita harus memilih?” Minggu (10/3) di Aula SMP Strada Santa Anna.

Membaca kembali arahan dari Surat Gembala Uskup KAJ mengajak umat Katolik untuk ikut serta dalam Pemilu, Rabu, 17 April 2019, Romo Padma mengutarakan bahwa hasil pilpres dan pileg akan sangat menentukan masa depan bangsa Indonesia.

Seminar diselenggarakan oleh Seksi Hubungan antar Agama dan Kemasyarakatan (HAAK) Paroki Duren Sawit dan Panitia Penggerak Tahun Berhikmat. Ketua Sie HAAK Bambang mengatakan, bersama panitia Penggerak Tahun Berhikmat, seminar ini agar lebih memantapkan kita dan sesuai imbauan Uskup Agung Jakarta Mgr Ignatius Suharyo.

Dalam pembukaan, perwakilan Dewan Paroki St Anna Albertus Subagio menyampaikan, semoga apa yang kita terima (hari ini) dapat kita sebar-luaskan. Sementara Moderator Toni Widiastono menyampaikan, umat Katolik seperti gagap dan tidak punya pegangan, ditengah banyaknya deklarasi. “Deklarasi hanya seremoni, tetapi tidak ada manfaatnya kalau tidak ikut menyoblos pada April nanti,” tutur Toni.

Bonum Commune
Paulus Krissantono selaku tim Konsolidasi KPU KAJ yang didapuk sebagai narasumber mengawali materi dengan mengisahkan awal dibentuknya Kerawam (Kerasulan Awam).

Menyinggung mengenai gereja yang tidak berpolitik. “Maka kegiatan hanya seputar pelayanan altar sebagai rasul awam. Tapi kalau dilihat dari jiwa Konsilii Vatikan kedua, urusan awam sebenarnya tentang tata dunia seperti ekonomi, politik, teknologi,” papar kelahiran Yogya, 75 tahun lalu itu.

Fokus kerawam (kerasulan awam) adalah bidang sosial politik. “Tak semestinya kita takut berpolitik. Kalau kita tidak aktif, akan terjadi apa yang kita takutkan. Jangan gunakan istilah minoritas buat kita. Orang Katolik itu meski sedikit tapi bernas, berisi, jadi obor, garam dapur yang membuat sedap,” ajak Krissantono.

Perihal adanya golput (golongan putih), pada masa itu Majelis Gereja Indonesia (MAWI) juga sempat menyampaikan, tidak memilih juga sebuah hak. Mengapa? Karena suasana saat itu banyak tekanan.

Kini demokrasi itu kebebasan, tetapi ada unsur lain yakni tata tertib, tata hukum yang perlu dihormati. “Dalam suasana kebebasan itu, mari kita gunakan dengan dewasa, cerdas, bertanggung jawab. Politik pada dasarnya adalah seperti ‘tulus seperti merpati, cerdik seperti ular,’ imbuh Krissantono.

Mengutip dari Surat Gembala Uskup Agung Jakarta, Krissantono juga menyarankan kepada umat agar menggunakan hak pilihnya pada Pemilu nanti. “Pertaruhannya saat ini adalah Pancasila,” ajak anggota DPR yang telah berkarya selama 33 tahun.

Narasumber kedua, Koordinator Bidang Sosial Politik (Sospol) Kemasyarakatan Komisi HAAK Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) Stefanus Asat Gusma membahas tentang tentang bagaimana surat suara itu sah atau tidak, memilih di tempat lain, prosedur, komplain, membatalkan pilihan, dan lain-lain.

“Dalam hal ini seksi HAAK mengajak partisipasi umat Katolik. Secara sadar umat mengetahui hak politiknya dengan memeriksa, apakah sudah terdaftar sebagai pemilih atau belum. Kalau belum, segera mengurus tempat pemilihan atau termasuk dalam daftar pemilih khusus,  intinya agar suaranya tidak hilang,” kata mantan Ketua Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Solo tahun 2004 itu.

Kedua, Stefanus menegaskan bahwa kita berada dalam posisi politik yang bermartabat, pro Pancasila, serta persatuan dan kesatuan NKRI. “Kita membangun sebuah sikap bahwa kita sama dengan warga lain.” Stefanus juga mengusulkan agar dibangun sebuah posko pemilu dari seksi HAAK Paroki yang dapat memberikan penjelasan terkait pertanyaan umat tentang kepemiluan.

“Ini bisa dikatakan efektif karena banyak umat yang belum memahami. Juga menegaskan bahwa pada prinsipnya umat tidak boleh anti terhadap politik. Politik gereja adalah untuk kesejahteraan umum (bonum commune) yang harus diperjuangkan,” pungkas Dewan Pakar Pemuda Katolik itu.

Narasumber ketiga, Suhanda selaku anggota KPUD dari kota administratif Jakarta Timur (menggantikan Wage Wardana) menyampaikan sosialisasi dan simulasi Pemilu Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) untuk lingkup Jakarta Timur.

Maka jelaslah tugas kita sebagai Warga Negara Indonesia dan umat Katolik yang berhikmat dan bermartabat untuk turut serta:

  1. bersama semua insan agama dan pemerintah, bersatu padu menjaga suasana rukun dan damai
  2. dijauhkan dari kecurigaan satu dengan yang lain
  3. mengutamakan kepentingan persatuan dan kesatuan bangsa
  4. bergerak bersama untuk mengatasi setiap masalah
  5. mempererat silaturahim
  6. berdoa agar Pemilu 2019 berjalan dengan lancar dan damai
  7. menerima kepemimpinan yang terpilih secara demokratis
  8. fungsi kritis dilakukan dengan sopan santun

 

Antonius Bilandoro

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here