Tresia Kristiana : Bakti Menjadi Dosen

296
Tresia Kristiana.
[HIDUP/Hermina Wulohering]
3.7/5 - (3 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Karier menjadi dosesn adalah kesempatan untuk berbagi. Ia yakin, saat seseorang berbuat kebaikan, di mana pun, ia akan diterima.

Tidak ada kata terlambat untuk mengejar impian dan menjadi lebih baik. Tresia Kristiana tahu betul makna ungkapan itu. Ia melanjutkan pendidikan ke jenjang sarjana, di saat ia telah menjadi seorang istri dan ibu. Dengan setia ia menjalani masa kuliahnya.

Saat di rumah, sebagai seorang mahasiswa Ilmu Ekonomi Manajemen Universitas Tanjungpura Pontianak, Kalimantan Barat, Tresia harus mengerjakan tugas-tugas kuliahnya. Itu ia kerjakan sambil melakoni pekerjaannya sebagai ibu untuk tiga anaknya yang masih balita.

Dunia Kampus
Program studi Ekonomi Manajemen dipilih Tresia. Hal ini karena sejak kecil, ia bercita-cita ingin menjadi seorang pegawai bank. Lulus tahun 1993, ia tidak bekerja di bank. Ia ternyata masih tetap berada dalam lingkungan kampus.

Di kampung halamannya, Sintang, sebuah universitas dibuka tepat satu tahun sebelumnya. Tresia menjadi salah satu sarjana muda yang dipercaya menjadi dosen di Universitas Kapuas Sintang. Kesempatan itu ia manfaatkan sebaik-baiknya.

Meski berlatar belakang pendidikan ekonomi dan manajemen, di awal kariernya, Tresia turut mengampu mata kuliah yang terkait keuangan negara dan perpajakan. Ketekunan dan kerja kerasnya di kampus, membuatnya didapuk menjadi Ketua Program Studi Administrasi Niaga, hanya beberapa tahun setelah bergabung. “Menjadi Kaprodi (Ketua Program Studi) adalah anak tangga pertama saya,” ujarnya.

Perlahan, Tresia mulai menapaki anak-anak tangga selanjutnya. Empat tahun menjadi Kaprodi, ia dipercaya menjadi Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Administrasi. Saat itu, ia telah memantapkan pilihannya untuk membaktikan diri di perguruan tinggi.

Tresia lalu berkesempatan melanjutkan studi pascasarjana. Ia memilih almamaternya, untuk tujuan ini. saat itu, ia mengambil konsentrasi Ilmu Administrasi Negara. Dengan gelar masternya, perempuan Dayak Uud Danum ini lalu dipercaya menjadi Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik.

Mulanya, Tresia berpikir saat telah meraih gelar master, ini akan menjadi jenjang pendidikan terakhirnya. Beberapa tahun berselang, ada kerja sama antara Untan dengan Universitas Padjajaran Bandung, Jawa Barat. Kerja sama ini memungkinkan mahasiswa Pascasarjana Untan melanjutkan program doktoral.

Tresia menangkap kesempatan itu. Ia pun melanjutkan kuliah doktoral ke Bandung. Hal ini berarti ia harus terpisah dari keluarganya. Saat melihat anak-anaknya telah beranjak dewasa, sedikit menghilangkan kekuatirannya harus jauh dari keluarga. “Yang cukup jadi persoalan waktu itu adalah dua anak saya saat itu juga sedang kuliah. Keluarga kami benar-benar harus mengatur keuangan seefisien mungkin,” kenangnya.

Mendalami Pajak
Ilmu Administrasi Publik dipilih Tresia untuk mendapatkan gelar doktor. Pilihan ini ia pilih agar linear dengan gelar pascasarjana yang sudah ia genggam. Dalam disertasinya, ia menaruh perhatian khusus pada pendapatan daerah Kabupaten Sintang, khususnya pajak. Pajak di Sintang umumnya bersumber dari pemungutan Pajak Hotel dan Penginapan.

Tresia menjelaskan, pendapatan pajak yang terus meningkat di Sintang. Namun, Pendapatan Asli Daerah cenderung stagnan. Pemungutan pajak terindikasi mengalami fluktuasi, sehingga hasil pungutan pajak belum optimal. “Pajak ini belum dapat dijadikan sebagai sumber keuangan daerah, untuk membiayai kegiatan pemerintahan daerah dan pembangunan yang seharusnya digali dari potensi sumber daya daerah yang dimiliki,” katanya menerangkan.

Apa yang terjadi di Sintang, beban kerja staf pelaksana dalam mengimplementasikan kebijakan ternyata melebihi kemampuannya. Tresia mencermati, insentif masih minim namun telah diatur dalam Peraturan Daerah. Di sisi lain, standar tujuan kebijakan telah ada dan diatur dalam Peraturan Daerah tentang Satuan Organisasi Perangkat Daerah.

Menjelang akhir masa studinya di Bandung, Tresia mencalonkan diri dalam pemilihan Rektor Universitas Kapuas Sintang. Hampir 20 tahun berkarya di sana, ia yakin maju. Hasil pemilihan, seperti direkam oleh Pontianak Post menunjukkan ia berhasil mengantongi 52 persen dukungan. Ia menggungguli dua calon lainnya.

Sayang, karena polemik tertentu, Tresia tidak dilantik. Andai ia jadi dilantik, ia akan menorehkan sejarah sebagai perempuan pertama yang memimpin universitas pertama di wilayah yang berbatasan langsung dengan Serawak, Malaysia ini. Ia yang didampingi sang suami yang seorang pengacara, sempat berjuang menempuh jalur hukum. Namun, keputusan hakim juga tetap tidak memenangkannya. “Ya sudah, (saya) mengalah. Prioritas saya waktu itu adalah menyelesaikan studi, demikian juga anak-anak menyelesaikan studi sarjana mereka,” ujarnya.

Terpisah lagi
Setelah berhasil menyandang gelar doktor, Tresia meninggalkan Universitas Kapuas di tahun bakti yang ke-22. Ia hijrah ke Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta menawarkannya bergabung dengan Universitas Kristen Palangka Raya (UNKRIP). Awalnya, ia melihat keputusan itu sangat berat, karena jarak yang cukup jauh. Namun, ia mencoba menjalani dengan ikhlas.

Tresia pun harus terpisah lagi dari keluarga, memulai adaptasi sebagai orang baru di tempat baru, tinggal sendiri, adalah alasan-alasan yang dirasakannya amat berat. Meskipun di tempat baru dan tidak banyak orang yang dikenal, ia berusaha menikmati. “Lama-kelamaan saya mulai bisa berdamai dengan keadaan. Mungkin karena kita baik sama orang lain, Tuhan balas dengan kebaikan-kebaikan juga.”

Tresia merasa diterima dengan baik oleh lingkungan barunya. Di UNKRIP, ia menjadi satu-satunya dosen yang beragama Katolik. Meski tak banyak perbedaan, ia mengaku tetap ada beberapa hal yang harus ia sesuaikan. Memasuki tahun kedua di UNKRIP, ia mendapat kepercayaan menjadi Wakil Dekan II Bidang Keuangan.

Tresia juga menjadi dosen terbang untuk dua kampus lain di Palangka Raya, yaitu di Universitas Palangka Raya dan Universitas Terbuka. Hanya setahun setelahnya, ia terpilih menjadi Wakil Rektor I Bidang Akademik di UNKRIP.

Bagi Tresia, babak barunya di Palangka Raya menjadi mungkin karena terutama keluarga yang mendukung. Anak-anak dan sang suami rutin mengunjungi dan memberikan dukungan. Bisa survive di tempat di mana ia berada kini, menurutnya karena ia tahu tujuannya menjadi dosen. “Saya menjalankan hak dan kewajiban, memenuhi standar yang ditentukan pemerintah, misalnya jabatan fungsional, dan tetap melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi: pendidikan, penelitan, pengabdian,” ujar Ketua Dewan Pengurus Daerah Perkumpulan Ahli dan Dosen Republik Indonesia Kalimantan Tengah ini.

Beberapa tahun belakangan, Tresia aktif mengikuti berbagai konferensi internasional, baik yang diselenggarakan di dalam maupun luar negeri. Terakhir ia mengikuti konferensi di Tohoku University, Tokyo, Jepang pada Oktober 2018. Di sela kesibukannya, ia juga menulis buku.

Kini 26 tahun sudah Tresia membaktikan diri sebagai dosen. Tak pernah ada rasa bosan baginya. Ia menyebutkan, menjadi dosen adalah pekerjaan yang paling cocok bagi orang yang senang berbagi. Karena berbagi tak harus dengan uang, ilmu pengetahuan juga bisa dibagikan dengan rasa gembira. “Selalu bertemu dengan orang baru, mahasiswa baru, anak-anak muda, rasanya sangat meninspirasi,” akunya.

Tresia Kristiana
Wakil Rektor I Universitas Kristen Palangka Raya

Lahir : Pontianak, 1 Juni 1969
Suami : B. Suhartono
Anak :
Hartiana Paulin Pricillia,
Hartianto Paulus Edwardo,
Hartianti Friska Febriana,
Hartiani Flantika Uskavella

Hermina Wulohering

HIDUP NO.05 2019, 10 Februari 2019

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here