Mewartakan Lewat Ikon

388
4/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Andrej Rublev, rahib dari Gereja Ortodoks, dikenal sebagai pelukis ikon, 1360-1430. Salah satu karyanya yang paling populer, bahkan disebut-sebut sebagai “ikon dari segala ikon”: Allah Tritunggal Maha Kudus. Lukisan (gambar) ikon ini diperkirakan ia kerjakan dalam waktu yang cukup lama. Lukisan ikon ini dipandang memiliki nilai artistik yang paling indah dan mengandung makna teologis yang sangat mendalam dibandingkan dengan ikon lainnya zaman itu. Andrej mampu menggambarkan Ketritunggalan Allah dengan Ketiga Pribadi Allah, benar-benar setara dan satu dalam hakikat dan kodrat yang disimbolkan dalam tiga sosok Malaikat. Dalam ikon, ketiga sosok Malaikat itu dilukiskan sedang duduk dengan tongkat di tangan masing-masing.

Ikon Allah Tritunggal Maha Kudus ini adalah salah satu dari sekian banyak lukisan ikon yang dilahirkan para seniman ikon. Masih ada lukisan-lukisan ikon lain yang mendapat perhatian banyak kalangan. Sebut saja, ikon Bunda Allah karya Vladimir, ikon Kelahiran Kristus dari Sekolah Novgorod, ikon Transfigurasi (Yesus dimuliakan di atas gunung) dari Theophanus (Yunani). Semua lukisan ikon tersebut dianggap mampu “menghadirkan” misteri iman yang terlukis lewat ikon. Pada abad keempat Kekristenan, muncul penghormatan umat yang tinggi terhadap ikon. Bahkan, penghormatan tersebut sampai pada taraf yang ekstrem, mengkhawartirkan (baca: berlebihan), hingga mendekati takhayul. Akibatnya, muncul gerakan menentang ikon (ikonografi) yang dikenal sebagai ikonoklasme atau gerakan penolakan, bahkan penghancuran terhadap ikon-ikon (gambar-gambar ikon) sekitar tahun 726-843.

Namun, kalau kita mau melihat ke belakang, kelahiran seni ikon di dalam Kekristenan – terutama tradisi Gereja Katolik Ortodoks atau Gereja Timur (Byzantin) — sebetulnya lebih merupakan cara pengungkapan iman para pembuat ikon masa itu. Bahkan, lukisan atau gambar ikon memiliki peran penting dalam pewartaan karya keselamatan Tuhan kepada siapa pun yang melihatnya, terutama orang-orang yang tidak sempat/tidak bisa membaca Kitab Suci dan ajaran iman lainnya. Mereka, di antaranya, adalah orang-orang miskin, yang tidak bisa membaca huruf alias buta huruf. Ikon-ikon bagaikan “Kitab Suci” terbuka bagi orang-orang tersebut. Perlu diketahui, tradisi seni ikon (ikonografi) sudah lama berkembang di kalangan pelbagai bangsa-bangsa kuno dan agama-agama besar seperti Hindu dan Buddha. Di kalangan Islam juga muncul kemudian.

Oleh karena itu, dalam tradisi Kekristenan, khususnya Kekristenan Timur, ikon (ikonografi) tidak sekadar sebuah hasil atau karya seni yang indah dan agung. Di balik ikon-ikon, ditampilkan peristiwa atau refleksi iman yang amat dalam sebagaimana tertulis dalam Kitab Suci. Ikon juga bermetamorfosis menjadi media katekese. Bahwasanya, lukisan
ikon menyampaikan ajaran iman kepada setiap orang yang memandangi ikon-ikon yang terpampang di tembok-tembok Gereja.

HIDUP NO.11 2019, 17 Maret 2019

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here