Ikut Suami atau Orangtua?

1000
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Pengasuh, saya hanya tinggal berdua dengan bapak. Ibu saya sudah meninggal beberapa tahun lalu. Selama beberapa bulan belakangan ini, saya kagum sekaligus sedih dengan Bapak. Saya kagum karena Bapak bisa menggantikan peran Ibu. Beliau amat sayang dan perhatian kepada saya. Saya sedih karena bapak hingga kini tak punya teman ngobrol, juga tak ada orang yang memperhatikan bapak, selain saya di rumah.

Namun, tahun depan saya akan menikah. Karena suami tugas di luar pulau, kemungkinan besar saya mengikuti suami. Jika saya pergi, siapa yang akan merawat dan menemani bapak di rumah seperti sekarang? Bapak tak bisa tinggal bersama kami sebab masih bekerja dan ingin dekat dengan makam ibu agar ia bisa berziarah ke sana tiap saat. Apa yang harus saya lakukan saat ini?

Debora Supriyanti, Malang, Jawa Timur

Petama-tama, kami mengajukan satu pertanyaan yang cukup mendasar, berapa saudara kandung yang ada pada diri kamu? Mengapa kami ajukan pertanyaan ini, karena di dalam penanganan permasalahan kamu alami, agak berbeda bila memiliki saudara kandung atau seandainya kamu merupakan anak tunggal. Seandainya kamu anak satu-satunya, maka ada kemungkinan kamu tidak akan merasa tenang melihat Bapak sendirian. Meskipun seandainya Bapak mengatakan merasa biasa-biasa saja ditinggal sendirian, dan mampu merawat diri sendiri.

Berbeda bila kamu memiliki saudara kandung, permasalahan yang dihadapi ini dapat didiskusikan diantara saudara kandung. Siapa yang akan menemani Bapak? Atau bisa saja diatur untuk saling gantian untuk menemani Bapak.

Dalam hal ini, kami menganggap kamu merupakan anak tunggal. Di mana kamu mengatakan, “Saya hanya tinggal berdua dengan bapak. Beliau amat sayang dan perhatian kepada saya. Tak ada orang yang memperhatikan bapak, selain saya di rumah.” Hal ini menjadikan suatu permasalahan yang serius, apalagi ada rencana kamu menikah dan setelahnya akan ikut suami tugas di luar pulau.

Satu lagi pertanyaan, apakah permasalahan ini pernah didiskusikan dengan calon suami? Lalu, apakah, calon suami tidak bisa bekerja di dekat Kota Malang, dan tetap ditugaskan keluar pulau?

Tentang Bapak sendiri, kami juga masih punya pertanyaan, masih berapa lama Bapak akan pensiun? Kalau misalnya tinggal satu atau dua tahun, maka bisa saja mempertimbangkan perlu atau tidak untuk tinggal sementara bersama Bapak setelah menikah. Selajutkan, setelah pensiun, kamu bisa menawari bapak untuk ikut tinggal di luar pulau bersama juga suami kami nanti.

Namun apabila lebih dari dua tahun, kamu harus berpikir untuk mencari orang yang dapat dipercaya, untuk menemani Bapak. Dalam kondisi ini, kami sewaktu-waktu bisa menelepon orang tersebut untuk mencari tahu kondisi bapak.

Namun demikian, sebelumnya perlu dipertimbangkan terlebih dahulu keuntungan dan kerugian bila Bapak akan ditinggalkan, bila lebih banyak kerugiannya daripada keuntungannya apabila tinggal bersama Bapak atau langsung ikut suami ke luar pulau. Kamu harus berani ambil keputusan. Tentunya, keputusan tersebut harus disampaikan baik pada calon suami maupun kepada Bapak, dengan mendasarkan pada keuntungan dan kerugian hasil dari pemikiran tersebut.

Selanjutnya apabila dipandang perlu dan memungkinkan, ajaklah calon suami untuk berdiskusi berkaitan dengan masalah keuntungan dan kerugiannya ini, apabila Bapak ditinggal di Malang. Hasil diskusi dan kesepakatan antara kamu dan suami nantinya dapat disampaikan ke Bapak. Berdasarkan keputusan tersebut diharapkan apapun yang diputuskan nanti dapat diterima dengan baik dan kamu juga tidak banyak merasa bersalah (quilty feelling). Dengan ini setidaknya ada alasan mendasar dan tidak hanya keputusan sesaat yang menuruti perasaan saja. Demikian Debora jawaban kami, semoga dapat memberikan pencerahan, Tuhan memberkati.

Haryo Goeritno

HIDUP NO.08 2019, 24 Februari 2019

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here