Letkol Inf. Agustatius Sitepu : Bekerja Keras, Belajar Keras

1645
Letkol Inf. Agustatius Sitepu.
[NN/Dok.Pribadi]
3.3/5 - (6 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Dari Gereja, kepribadiannya sebagai pemimpin dibentuk. Ia berjuang memberikan yang terbaik bagi negara.

Sebagai putra dari pasangan petani kecil dan tukang jahit, Agustatius Sitepu lekat dengan kehidupan sederhana. Ikan kembung, ikan kepala batu, ikan asin, tahu, dan tempe menjadi kudapan mewah dalam keluarga. Meski begitu, pertumbuhan fisiknya tidak bermasalah. Ia bahkan tergolong bongsor di antara teman-teman sepermainan.

Agus, sapaannya, sempat malu dan hampir tidak mau sekolah. Prestasinya ikut terseret. Pernah suatu kali, ketika rapor dibagikan, semua nilainya merah kecuali pelajaran agama. Ketika duduk di bangku kelas III SD, Agus didaulat membaca UUD 1945 karena suara lantangnya. Menurutnya, suara lantang ini adalah bonus rajin mengikuti sekolah minggu yang membiasakannya bernyanyi.

Kecintaannya pada hidup menggereja memang sudah terpupuk sejak dini. Saat remaja, ia bergerak aktif di kelompok orang muda. Dalam kebersamaan dengan remaja sebayanya itu, ia mulai melirik untuk bermain organ, mengenal not, dan bergabung dengan kelompok koor. “Hampir dalam setiap kelompok organisasi, saya selalu didaulat sebagai ketua. Untunglah selama di Gereja saya mendapat banyak pelatihan dan saya juga pernah menjadi siswa teladan,” ungkapnya.

Pengalaman demi pengalaman dalam berorganisasi itu menggelitiknya untuk mendaftar tentara. Apalagi, Agus sering mendengar cerita-cerita rekan seniornya. Ia ingin mencoba keduanya. Namun, ia ingat kembali bagaimana keadaan ekonomi keluarganya. “Jangankan uang untuk tes begituan supaya diterima, untuk makan saja pas-pasan,” kenangnya.

Punya Dekingan
Keinginan Agus menjadi tentara sangatlah kuat. Usai mengurusi pendaftaran di Komando Daerah Militer (Kodam) di Medan, Sumatera Selatan, ia berjumpa dengan banyak calo dalam angkot. “Dek, kamu ikut tes tentara ya? Saya punya saudara yang punya nama. Tinggal kamu tunjukkan saja kartu nama saat tes,” Agus menirukan tawaran calo. Tidak mempunyai siapa-siapa di militer sempat membuat ia gentar. Setibanya di halte, air matanya mengalir begitu saja. “Kenapa saya lahir dari keluarga miskin?” batinnya memprotes.

Dari 300 peserta, hanya 100 yang akan diambil. Agus berpikir mungkinkah ia bisa lolos, sebab modalnya hanyalah dirinya sendiri. Ia mencoba membesarkan hati dengan mengatakan pada diri sendiri, “Saya juga punya dekengan, Tuhan Yesus.”

Di tengah kegalauan, masuk pesan telegram yang menyatkan ia ditunggu di Kodam selambat-lambatnya pukul 16:00. Agus mengingat, hari itu hari bulan Juli 1994. Pada hari itu juga, ia pergi meski hanya punya waktu empat jam untuk sampai di sana. Ia pun segera menempuh perjalanan dari Berastagi menuju Medan.

Tidak ada lagi bus yang lewat saat itu. Pantang menyerah, Agus menumpang mobil pembawa sayur. Saking gembira dan terpepet waktu, ia lupa berpamitan dengan ibunya. Saat itu ia terlambat, dan alhasil ia dimarahi. Namun, ia gembira. Ia diberi kesempatan menempuh pendidikan militer di Magelang, Jawa Tengah.

Pulang Kampung
Usai mengenyam pendidikan di Akademi Militer, Agus mulai mengemban tugas ke berbagai daerah. Beragam tantangan dan pengalaman berharga telah ia kecap. Konflik di Ambon mengancam nyawa. Sementara ketika terjun di Bumi Cenderawasih, Papua, ia harus berjuang melawan wabah penyakit menular.

Dalam perjalanan karier tentaranya, Agus tergolong berprestasi. Ia ditugaskan ke wilayah perbatasan dan didaulat sebagai pemimpin Satgas Pengamanan Perbatasan RI-Malaysia dengan pasukan berjumlah 350 orang dari berbagai satuan tugas.

Hingga akhirnya, Agus ditugaskan ke kampung halamannya sendiri, Tanah Karo. “Saya cukup terkejut juga waktu itu, karena yang seperti ini jarang terjadi,” ujarnya. Meski sempat bertanya-tanya soal penempatan itu, Agus bertekad menjalankan bakti di tanah leluhurnya dengan penuh kesungguhan.

Selain keamanan wilayah, Agus rupanya memberikan perhatian pada kedaulatan pangan, khususnya swasembada beras. “Untuk menyukseskan program kedaulatan pangan, TNI juga terlibat terutama para Bintara Pembina Desa untuk membantu penyuluhan lapangan terkait penanaman padi dan jagung. “Karo sudah dikenal sebagai daerah penghasil jagung terbesar di Sumatera Utara. Harapannya adalah bahwa ke depannya Kabupaten Karo juga dikenal sebagai daerah swasembada beras,” ujarnya.

Di kecamatan lainnya, yaitu di Tiganderket, Agus mengupayakan normalisasi saluran irigasi. Langkah ini ditempuh untuk menyediakan irigasi bagi sawah warga yang telah lama tertidur dan tidak berfungsi akibat air tidak ada. Atas usaha ini, pemerintah kabupaten setempat menyatakan apresiasi atas program yang dilaksanakan ini.

Bagi Agus, bekerja keras saja belum cukup. Ia juga harus belajar keras demi menjalankan setiap tugas yang ia emban dengan sebaik mungkin dan mencapai apa yang telah ia dapatkan. Belajar juga salah satunya bisa dilakukan dengan mengajar. Ia mengembangkan kemampuan public speaking dan kerap memberi ceramah wawasan kebangsaan, Pramuka dan organisasi lainnya. Dalam setiap tugas dan tanggungjawab yang ia emban, ia senantiasa berpegang pada keyakinan: Tuhan selalu punya rencana dalam setiap hal yang ia alami. “Dia selalu menyediakan yang terbaik bagi hidup kita.”

Pikul Organ
Sambil menjalankan tugas militernya, Agus tidak begitu saja melupakan minatnya dalam bidang musik. Musik bagianya adalah juga bagian dari dirinya. Tatkala bertugas, hingga ke perbatasan, ia melahirkan lagu yang merupakan buah refleksinya. Tak tanggung-tanggung sudah banyak lagu bertema cinta tanah air yang ia ciptakan, antara lain Merah Putih Berkibar, Pesan dari Perbatasan, Bersama Rakyat TNI Kuat, dan Satu Indonesia.

Dalam berbagai kesempatan, meski telah melewati sejumlah jenjang karier, Agus tetaplah tentara yang sama, yang sederhana. Ia menjadi tentara yang tetap memikul organ di berbagai kesempatan. Orang-orang kerap berceloteh, kenapa tidak minta tolong anggotanya saja yang bawakan. “Bagi saya memikul organ, memasang kabel, itu adalah kepuasan batin tersendiri,” katanya sembari tertawa.

Sejak 2017, Agus menjalankan channel Youtube sendiri. Media ini ia fungsikan untuk membagikan karya musiknya. “Semua itu adalah hasil ungkapan mendalam hati saya tatkala memandang NKRI. Melalui lagu-lagu bisa merajut kembali kesatuan,” tambahnya.

Letkol Inf. Agustatius Sitepu, S.sos., M.si

Istri : Ester Rehulina Sembiring
Anak : Gricella Clara Ibrena Sitepu, Louis Alexander Sitepu

Jabatan : KASREM 022/PT DAM I/BB (2017-sekarang)

Penghargaan :
– Pamtas Darat RI-Malaysia (Satgas Terbaik) dari Pangkoops (2015)
– Mengatasi Bentrokan Massa di Wil. KODIM 0205/TK dari Pangdam I/ BB (2016)
– Mengatasi Situasi Wilayah Kerusuhan di Wil. KODIM 02/05/TK dari Kasad (2017)

Fr. Nicolaus Heru Andrianto

HIDUP NO.12 2019, 24 Maret 2019

1 COMMENT

Leave a Reply to Piotun Cancel reply

Please enter your comment!
Please enter your name here