Otoritas Gereja Ruteng Sampaikan Lima Rekomendasi Pengembangan Pariwisata Labuan Bajo

370
Mgr Dr Silvester San Pr.
[NN/Dok. Keuskupan Denpasar]
3.7/5 - (3 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Administrator Apostolik Keuskupan Ruteng, Mgr. Silvester San melayangkan surat kepada Direktris Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores, Shana Fatina pada Senen 6 Mei 2019. Surat itu berisi penolakan otoritas Gereja setempat menanggapi wacana pariwisata halal di kawasan wisata Labuan Bajo dan Flores pada ummnya.

Mgr Silvester San, dalam suratnya menyampaikan tiga alasan penolakan. Pertama, wacana ini telah menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat dan dapat menimbulkan konflik sosial yang pada gilirannya merusak perkembangan pariwisata itu sendiri.

Kedua, gagasan pariwisata halal bersifat eksklusif, dan kurang menghormati kebhinnekaan yang menjadi roh dasar negara Pancasila. Kemajemukan suku, budaya, agama yang membentuk Indonesia akan terganggu dengan adanya aturan dan tata kelola yang eksklusif.

Ketiga, pariwisata halal tidaklah sesuai dengan konteks kebudayaan lokal Manggarai dan keyakinan mayoritas masyarakat di wilayah ini. Padahal pariwisata yang sejati mesti berpangkal pada kekhasan dan kekayaan tradisi lokal.

Di bagian lain suratnya, Mgr Silvester San mengatakan, hospitalitas yang bertumbuh dari budaya lokal Manggarai selama ini menghargai dan menyambut baik semua wisatawan dari berbagai daerah dan manca negara dengan latar belakang yang majemuk termasuk saudara/i dari kalangan muslim.

Wae Rebo, NTT.

[http://thebiggestinindonesia.blogspot.com]

Mgr Silvester San juga menyampaikan lima rekomendasi untuk pengembangan parisiwata Labuan Bajo dan Flores.

Pertama, pariwisata mesti berbasis pada budaya dan tradisi lokal, serta selaras dengan kelestarian alam dan keutuhan ciptaan (ekologi). Pariwisata kultural-ekologis inilah yang meneguhkan kebangsaan Indonesia dan memikat wisatawan dari seluruh Nusantara dan manca negara.

Kedua, pembangunan pariwisata harus terarah kepada kesejahteraan umum dan menghargai martabat pribadi manusia. Nilai-nilai kemanusiaan, kemajemukan, inklusivitas dan keadilan sosial mesti menjadi prinsip yang menjiwai seluruh kegiatan pariwisata.

Ketiga, pariwisata harus melibatkan masyarakat lokal baik dalam keuntungan ekonomis yang diperoleh maupun dalam partisipasi dan pemberdayaan orang-orang setempat dalam seluruh proses pariwisata. Jangan sampai masyarakat lokal hanya menjadi “penonton” dan bukannya “pelaku” pariwisata.

Keempat, dalam kaitan ini perlu segera ditangani masalah-masalah aktual di Labuan Bajo seperti marjinalisasi penduduk lokal melalui penguasaan tanah oleh pihak investor, minimnya akses publik terhadap pantai-pantai, praktek mafia tanah, kekacauan dan konflik akibat sertifikat tanah ganda dan lemahnya penegakan hukum.

Kelima, persoalan-persoalan pariwisata di Labuan Bajo, Manggarai Barat, dan Flores pada umumnya hendaknya diselesaikan berdasarkan hukum yang berlaku dan dalam semangat kearifan lokal yang mengedepankan prinsip keadilan, kejujuran, persamaan, dan persaudaraan.

Mgr Silvester San juga melampirkan suratnya kepada pihak terkait yakni Kementerian Pariwisata di Jakarta, Gubernur Nusa Tenggara Timur di Kupang, dan Bupati Manggarai Barat di Labuan Bajo.

Hasiholan Siagian

7 Mei 2019

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here