Paus: Karya Misi adalah Pelayanan, Bukan Kerja Paksa

655
Paus Fransiskus menerima anggota-anggota Persatuan Pemimpin Umum Internasional-International Union of Superiors General. [Dok. Media Vatikan]
4.5/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.comUmat beragama hendaknya jangan menjadi pembantu dari seorang Klerus. Mereka harus menjalankan misi mereka dalam dimensi pelayanan, bukan dalam kerja paksa.

Hal itu dikatakan oleh Paus Fransiskus saat audiensi dengan para peserta Majelis Pleno XXI dari International Union of Superiors General (UISG) pada Jumat (10/5).

Paus Fransiskus  menjawab pertanyaan mereka dan sekaligus berterima kasih atas karya pelayanan yang telah diberikan. Yakni kepada sekitar 850 Pemimpin Umum religius wanita yang baru saja menyelesaikan Majelis Pleno yang berlangsung setiap tiga tahun.

Selama audiensi tersebut,  Paus Fransiskus berbicara dengan mereka, merefleksikan serangkaian topik termasuk pertanyaan tentang pelecehan terhadap wanita religius, diakon wanita, serta peran wanita di gereja, dan kemungkinan perjalanan kerasulan ke Sudan Selatan.

Pertama-tama, Paus Fransiskus berterima kasih kepada para religius atas pilihan yang berani untuk berevolusi, sejalan dengan dunia yang berkembang.

Hal itu menunjukkan bahwa jalan baru mereka penuh dengan risiko. Tetapi Paus berkata, “tetapi bahkan lebih berisiko untuk takut dan tidak tumbuh”.

Rasa Malu yang Diberkati
Mengenai masalah pelecehan oleh kaum klerikal, Paus Fransiskus mencatat bahwa hal itu tidak dapat diselesaikan hanya dalam waktu semalam.

Tetapi ia menunjuk fakta bahwa suatu proses telah mulai mengatasi permasalahan ini. “Kita menjadi sadar, dengan rasa malu yang demikian, tetapi rasa malu yang diberkati.”

Penyalahgunaan Kekuasaan
Paus menambahkan bahwa tindakan pelecehan terhadap kaum biarawati adalah suatu pertanyaan yang harus disadari dan dihadapi.

“Ini adalah masalah serius”, kata Paus, seraya menyebutkan bahwa penyalahgunaan kekuasaan dan penyalahgunaan hati nurani juga dapat dialami oleh kaum religius/umat beragama.

Religious must not become the servants of a cleric. They must carry out their mission in the dimension of service, not in that of servitude.”

Religius, lanjutnya, “jangan menjadi pelayan seorang klerikal.”

“Mereka harus menjalankan misi mereka dalam dimensi pelayanan, bukan dalam perbudakan/ kerja paksa, ” kata Paus.

Diakon Wanita
Berkaitan dengan diakon perempuan, Paus teringat akan komisi khusus yang telah dibentuk atas permintaan religius untuk memeriksa masalah ini secara mendalam.

Dia menjelaskan bahwa belum ada kesepakatan dalam komisi itu dan bahwa diperlukan dasar teologis dan historis. Namun pekerjaan itu, Paus berjanji, akan terus berlanjut.

Peran Wanita dalam Gereja
Adalah keliru untuk berpikir bahwa komitmen para suster di gereja hanya bersifat fungsional. “Gereja itu feminin,” ujar Paus sambil menggarisbawahi sungguh-sungguh bahwa ini bukan hanya gambar, tetapi suatu kenyataan.

Mengingat fakta bahwa dalam Alkitab, gereja adalah wanita, dia adalah “pengantin Yesus”. Lebih lanjut, Paus mengatakan bahwa di bidang Teologi Wanita, juga perlu bergerak maju.

Paus mengamini pendapat salah satu anggota religius yang menyarankan bahwa selama Sidang Pleno UISG berikutnya, kehadiran laki-laki dapat bermanfaat untuk mendengarkan suara-suara dari begitu banyak religius di seluruh dunia yang, bersama-sama dengan saudara perempuan mereka, melayani Yesus dalam berbagai kapasitas yang tak terbatas.

Sudan Selatan
Menegaskan kedekatan dan apresiasinya terhadap misionaris perempuan yang melayani orang-orang di negara-negara yang sangat membutuhkan seperti Republik Afrika Tengah dan Sudan Selatan, Paus mengatakan itu adalah keinginannya untuk mengunjungi negara termuda di dunia.

Ini bukan janji, kata Paus, tetapi kemungkinan yang mungkin akan terwujud pada kesempatan perjalanan apostolik ke Mozambik, Madagaskar, dan Mauritius.

“Saya ingin pergi. Saya membawa Sudan Selatan di hati saya,” tutur Paus Fransiskus.

Sumber: Linda Bordoni/ Vaticannews.va (10 May 2019, 16:33)


Hidup dekat dengan orang-orang dari berbagai latar belakang budaya adalah kenyataan bahwa banyak wanita religius hidup berdampingan dengan harmonis setiap hari.

Berikut ini adalah agenda dan keterangan singkat acara Sidang UISG 2019:
– Diikuti oleh lebih dari 820 peserta dari 80 negara
– Diselenggarakan dalam 13 bahasa
– Menghadirkan 40 pembicara sekaligus tamu undangan, plus 2 Fasilitator: Sr. Micheline Kenda, SFB dan Sr. Anne Tan, FDCC
– Terdapat 7 Lokakarya Formasi yakni Hukum Kanonik untuk Kehidupan Beragama (2), Mengkomunikasikan Misi (3), Perlindungan untuk Anak di Bawah Umur, serta Menumbuhkan Harapan untuk Anak-anak: dari Institusi ke Perawatan Keluarga

Lokasi Pleno bertempat di Ergife Hotel, Roma, Italia, Senin-Jumat,  6-10 Mei 2019, Ergife Hotel.

Sementara Lokakarya telah berlangsung di Roma, Pusat Kehidupan Religius UISG – Lungotevere Tor di Nona 7 (10 meter dari Kantor Pusat UISG).

Sumber: www.internationalunionsuperiorsgeneral.org/uisgplenary2019-programme/

Penerjemah: Antonius Bilandoro

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here