Rahasia Pengakuan

744
4.7/5 - (3 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Korupsi dan peredaran obat-obat terlarang selain saja menyebabkan kemiskinan, kriminalitas hingga rapuhnya moralitas menjadi marak dewasa ini. Apabila seorang koruptor dan gembong narkoba mengaku dosa kepada pastor tentu saja pastor tidak akan menceritakan kepada siapapun. Bukankah itu berarti diam terhadap kejahatan?

Roni, Kefa, Nusa Tenggara Timur

Mengenai rahasia pengakuan pernah dijawab oleh Pastor Petrus Maria Handoko CM dalam rubrik ini. Intinya: “setiap imam yang melayani Sakramen Rekonsiliasi terikat kewajiban untuk menjaga rahasia pengakuan itu. KHK kan 983 # 1 berkata: ‘Rahasia sakramental tidak dapat diganggu gugat; karena itu sama sekali tidak dibenarkan bahwa bapa pengakuan, dengan kata-kata atau dengan suatu cara lain serta atas dasar apapun, mengkhianati peniten sekecil apapun.’” Rahasia pengakuan dosa itu mencakup segala informasi yang di dapat di dalam peristiwa sakramen, baik mengenai obyeknya, situasinya maupun jati diri orangnya.

Pertanyaan ini adalah lanjutan yang menarik: apakah berarti pastor diam terhadap kejahatan? Jawabannya demikian: Tentulah menjaga kerahasiaan, tidak sama dengan diam terhadap kejahatan. Pertama, karena tugas Bapa Pengakuan adalah meneguhkan pertobatan setiap pendosa; artinya menyalurkan rahmat untuk memperbaiki hidup. Itulah pengertian sakramen rekonsiliasi atau sakramen tobat. Di dalamnya, kita bukan hanya mengaku dosa, tetapi juga dengan bantuan rahmat Allah pengasih kita mau memperbaiki hidup. Sikap atau disposisi tobat ini adalah syarat absolusi. Bapa pengakuan sendiri akan memperhatikan sikap tobat ini. Bahkan kalau ia menilai bahwa disposisi ini tidak ada dan bahwa seseorang tidak mungkin memperbaiki hidupnya, bapa pengakuan bisa tidak memberikan absolusi pengampunan dosa.

Kedua, dalam sakramen ini, pastor berperan sebagai Bapa Rohani, yang memberi nasehat dan motivasi supaya umatnya bisa memperbaiki salahnya. Dalam kasus korupsi atau peredaran obat terlarang hal yang sama kiranya juga akan ditegaskan. Jadi pastilah di sini sikap kebapaan pastor bukan berarti pro terhadap kejahatan, melainkan sebaliknya: ia ingin anak-anak rohaninya bertobat dan terlepas dari belenggu kejahatan itu.

Ketiga, dalam dunia hukum sekular pun ada pengakuan terhadap jabatan tertentu untuk menjaga rahasia. Undang-undang melindunginya untuk tidak bersaksi terhadap rahasia yang dipercayakan kepadanya. Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP 1981) pasal 170 ayat 1 menyebutkan: “Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka.” Peraturan semacam ini mengakui berlakunya KHK seperti kanon 983 di atas, yang mengatur kewajiban menyimpan rahasia dari seorang bapa pengakuan. Dengan demikian dijunjung tinggi etika, martabat dan keluhuran sebuah jabatan untuk melindungi martabat hakiki dari setiap manusia. Seorang imam dapat menerangkan hal ini kepada siapapun yang memaksanya untuk bersaksi, dan itu tidak berarti bahwa dia kompromi terhadap kejahatan.

Jadi sekali lagi, seorang bapa pengakuan terikat mutlak untuk menyimpan rahasia pengakuan, baik dalam pergaulannya maupun dalam kasus pengadilan. Tidak ada hukum lain bisa membatalkan kewajiban ini. Tetapi sebagai bapa rohani, hatinya terarah pada pertobatan anak-anaknya, agar peristiwa sakramen menjadi peristiwa awal hidup baru. Karena itu banyak bapa pengakuan yang baik tidak berhenti hanya dengan mendengarkan, tetapi juga mendoakan anak-anaknya, terutama yang jatuh dalam kejahatan yang rumit dan pelik. Diamnya Bapa pengakuan adalah diam yang ‘aktif ’; Bapa Rohani bisa sungguh-sungguh turut memanggul salib. Darinya dituntut suatu kematangan rohani yang besar.

Pastor Gregorius Hertanto MSC

HIDUP NO.15 2019, 14 April 2019

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here