Miniatur Toleransi di Kalimantan Timur

389
Nunsio Apostolik untuk Indonesia Mgr Piero Pioppo (kedua dari kiri) bersama Uskup Samarinda Mgr Yustinus Harjosusanto sebelum peresmian Katedral Samarinda.
[NN/Dok.Pribadi]
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Gereja Katedral Keuskupan Samarinda diharapkan dapat menjadi miniatur toleransi antar umat beragama di Kalimantan Timur. Katedral ini dibangun atas dasar persaudaraan.

Gereja Katedral Santa Maria Penolong Abadi, Keuskupan Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim) diresmikan oleh Nunsio Apostolik untuk Indonesia Mgr Piero Pioppo, Selasa, 30/4. Hadirdalam peresmian ini Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan. Ia datang mewakili pemerintah. Selain itu hadir juga beberapa uskup dan perwakilan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim).

Mgr Piero mengatakan, pembangunan katedral yang beralamat di Jalan Jenderal Sudirman ini tak lepas dari peran umat di Samarinda. Ia menyebutkan, gereja ini menjadi gereja persaudaraan dan dimiliki semua umat. “Karena itu semua orang harus bertanggungjawab terhadap keindahan, kenyamanan, dan kebersihan gereja ini,” ujarnya.

Milik Semua
Gubernur Kaltim, Isran Noor mengatakan, kemegahan gereja ini bukan dilihat dari arsitekturnya tetapi bekas perjuangan dan kerja keras semua umat beragama di Kalimantan Timur. Maka, lanjutnya, perayaan hari ini bukan sekadar perayaan sukacita umat Katolik, tetapi sukacita umat beragama di Kaltim.

“Ini yang saya sebut kedamaian batin yang sesungguhnya. Saya bahagia karena damai itu saya rasakan hari ini. Pemerintah terus berjuang agar tidak ada kebijakan-kebijakan diskriminatif terhadap umat beragama di Kaltim,” janji Isran.

Isran juga berjanji, ingin menjadikan kawasan katedral ini sebagai kawasan religius. Di seberang katedral berdiri juga sebuah masjid. Rencananya, masjid itu akan direnovasi agar berdiri tepat di samping katedral. “Saya ingin mewujudkan miniatur Indonesia damai, penuh toleransi antar umat beragama di Kaltim,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Paroki Katedral Pastor Moses Komela Avan mengatakan, gereja ini dibangun dengan alasan bangunan lama sudah mampu menampung jumlah umat yang bertambah. Katedral yang lama tidak reprensentatif lagi menampung umat Katolik saat beribadah. Ia mengatakan, katedral ini dibangun pertama kali tahun 1953. Status katedral diperoleh saat Keuskupan Samarinda berdiri pada 3 Januari 1961.

“Katedral lama sudah tua, mulai rapuh, dan memerlukan pemugaran secara menyeluruh. Pembangunan ini mulai dipugar lagi sejak Juli 2017, diawali proses pembongkaran total katedral yang lama serta penataan lahan. Pada 14 September 2017, Gubernur Kaltim saat itu, Awang Faroek Ishak, melakukan groundbreaking pembangunan gereja,” ujarnya.

Meski belum diresmikan, sejak awal tahun 2019, bangunan fisik katedral sudah bisa difungsikan. Bahkan, umat paroki sudah bisa merayakan Paskah di katedral beberapa waktu lalu. Soal daya tampung, gereja baru ini memiliki daya tampung 5 kali lipat lebih besar dibanding sebelumnya yang hanya mampu menampung 800 umat.

Pastor Moses melanjutkan, gereja yang baru ini lebih representatif, lantaran terdiri dari tiga lantai, basemen, lantai utama, dan balkon. Lantai utama menjadi inti ruangan Gereja dengan kapasitas 1.208 tempat duduk. Lantai dua (balkon), difungsikan untuk tempat duduk umat yang dapat menampung 706 orang, serta sebagai ruang kontrol sound system. “Total kapasitas mencapai 1.914 tempat duduk. Atau kalau hari besar, gereja dapat menampung secara keseluruhan empat ribu umat di dalam,” ungkap Pastor Moses.

Uskup Samarinda Mgr Yustinus Harjosusanto menambahkan, arsiktektur klasik gereja paruh kedua abad pertengahan yang diadipsi dalam katedral ini mewakili sifat universilitas Gereja Katolik. “Arsitektur bangunan merupakan perpaduan antara kontemporer dan modern. Sedangkan, nuansa inkulturatif katedral mewakili ciri budaya lokal khas Kaltim,” ujar Mgr Harjosusanto.

Yusti H. Wuarmanuk
Laporan: Matias Avantis (Samarinda)

HIDUP NO.19 2019, 12 Mei 2019

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here