Membebaskan Pasung Jiwa

215
Pastor Cyrelus Suparman Andi MI menyalami Fridus.
[NN/Dok.Pribadi]
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Perhatian kepada orang-orang yang menderita kejiwaan adalah salah satu bentuk pastoral kehadiran yang nyata di Keuskupan Maumere.

Orang sering memanggilnya Fridus. Melihat kondisinya saat ini, banyak orang mengelus dada sambil berkata “kasihan”. Kata ini pantas disamatkan kepada Fridus yang hampir lima tahun menderita gangguan jiwa. Hal ini memaksa saudara-saudarinya mengambil tindakan, memasung kakinya agar tidak menganggu keluarga atau tetangga.

Keluarga tidak memiliki alasan pasti, bagaimana kejadian sakit yang diderita bungsu dari empat bersaudara ini. Tetapi yang pasti, Fridus mengalami ini setelah kembali dari Kupang, Nusa Tenggara Timur, tempat dirinya bekerja. Tidak lama setelah tiba di Maumere, kampung halamannya, Fridus mengalami sakit keras yang berakibat gangguan jiwa.

Seorang kakaknya mengatakan, mereka tidak bisa berbuat banyak. Orangtua sudah sesepuh dan lebih banyak menghabiskan waktu di kebun atau di rumah. Kadang kala, anak-anak membantu tetapi tidak bisa berbuat lebih, seperti mengantarnya ke rumah sakit atau psikolog. “Kami saudara-saudara juga memiliki anak-anak yang harus dibiayai. Kami peduli tetapi ekonomi keluarg akami pas-pasan untuk bertahan hidup,” ungkapnya.

Perlu Disapa
Tempat tinggal Fridus, jaraknya cukup jauh dari Kota Maumere, Nusa Tenggara Timur. Di Maumere, dalam data Dinas Kesehatan Propinsi, memang cukup banyak ditempati orang-orang dengan gangguan mental seperti orang gila. Hal ini membuat banyak orang terjun untuk memberikan bantuan baik lewat obat-obatan hingga bantuan spiritual dan pelayanan lainnya.

Pastor Cyrelus Suparman Andi MI, salah satu dari sekian orang yang aktif membantu pelayanan orang sakit jiwa di Maumere mengatakan, dirinya menaruh peduli terhadap sesama yang mengalami sakit jiwa. Ia bercerita, pada Februari 2018 lalu, ia pernah didatangi seorang ibu yang menangis karena anaknya yang sudah dipasung selama 13 tahun. Ibu itu meminta agar pasungan anaknya dilepas. Ia berharap, Pastor Andi bisa membantu anaknya keluar dari situasi ini.

Anak itu dipasung karena mengalami gangguan jiwa sejak berusia 23 tahun. Dirinya sangat galak bahkan mengancam membunuh orang tuanya. Cerita Pastor Andi, setiap kali anak itu meminta pasungnya dibuka, sang ibu hanya bisa menangis. “Mama ini juga tidak berani buka pasung tersebut, takutnya terjadi hal yang tidak dinginkan,” ujar anggota Ordo Pelayanan Orang Sakit (Order of The Ministers of The Infirm/MI) ini.

Pada Mei 2019 ini, Rektor Seminari St Kamilus Nita, Maumere ini baru saja membantu melayani Fridus. Ia mengakui, tidak mudah membuka pasung Fridus karena perlu pendekatan dan sebagainya. Bersama rekan-rekannya, mereka memastikan keadaan Fridus baru setelah itu mengambil langkah-langkah pelayanan.

“Ketika kami mengunjunginya akhir tahun lalu, kondisinya sangat memprihatinkan. Waktu itu kami berdiskusi dengan keluarganya, bagaimana menolong dia, tanpa harus dipasung. Setelah berbicara panjang lebar, dan mendiskusikan peran keluarga, mereka menerima tawaran untuk membuat rumah bebas pasung baginya,” ujar Pastor Andi.

Atas berbagai dukungan akhirnya berdirilah sebuah rumah yang bernama “Rumah Firdaus”. Rumah ini adalah rumah ke-23 yang dibangun oleh Seminari St Kamilus bagi pasien gangguan jiwa di Maumere. Orangtua Fridus berharap agar rumah ini menjadi tempat yang aman bagi Fridus agar bisa menikmati hidup layaknya orang yang normal.

Yusti H. Wuarmanuk
Laporan: Rosy Rebong (Maumere)

HIDUP NO.22 2019, 2 Juni 2019

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here