Darurat Radikalisme, Moeldoko Ucapkan Apresiasi Kepada Ormas Katolik Jaga Kebhinekaan

560
Moeldoko saat menerima Forum Ormas Katolik di Bina Graha, Kantor Staf Kepresidenan, pada Jumat, 5/7 (Dok. Istimewa)
5/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.COM— Badan Intelijen Negara (BIN) mengeluarkan temuan mengagetkan terkait paparan radikalisme yang telah merebak di kalangan mahasiswa perguruan tinggi. Temuan ini dirilis pada tahun 2017. Hasil penelitian mencatat sekitar 39% mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi telah terpapar radikalisme.  Kepala BIN,  Budi Gunawan mengatakan dari penelitian tersebut, BIN memberikan perhatian terhadap tiga perguruan tinggi yang menjadi basis penyebaran paham radikal. Namun, BIN tidak menyebutkan perguruan tinggi mana yang dicurigai sebagai basis.

Diketahui setelahnya pada tahun 2018, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyebutkan bahwa Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Diponegoro (UNDIP), Institut Teknologi Surabaya (ITS), Universitas Airlangga (UNAIR), dan Universitas Brawijaya (UB) telah terpapar radikalisme. Pernyataan ini mendapat sanggahan beberapa pihak, seperti Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti)  bahwa potensi penyebaran paham radikalisme tidak hanya terdapat pada daftar BNPT tetapi dapat menjangkiti semuanya.

Sebuah lembaga riset di Amerika, Pew Research Center juga menyebutkan  sekitar 4% atau sekitar 10 juta orang warga Indonesia mendukung ISIS. Sebagian besar dari mereka datang dari kaum muda.

Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian juga mengadakan penelitian serupa yang dimulai pada Oktober 2010 hingga Januari 2011 dengan sample 1000 siswa SMP (kelas III) dan SMU se-Jabodetabek serta guru Pendidikan Agama Islam (PAI) se-Jabodetabek. Ditemukan bahwa baik guru dan siswa menolak berdirinya tempat ibadah agama lain di lingkungan mereka, menolak bertoleransi dalam perayaan keagamaan, dan menolak adanya perayaan keagamaan non-Islam di sekolah yang semestinya tidak menjadi persoalan dalam Negara Pancasila. Sekitar 25% siswa dan 21% guru menyatakan Pancasila tidak relevan lagi. Sementara 84,8% siswa dan 76,2% guru setuju dengan penerapan Syariat Islam di Indonesia. Hampir 50% pelajar setuju tindakan radikal.

Penemuan dari pelbagai lembaga riset ini menjadi perhatian serius bagi pemerintah. Diketahui, munculnya fenomena radikalisme berbasis agama tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor, tetapi beberapa. Untuk itu dengan merebaknya paham radikalisme, terorisme, dan politik identitas di masyarakat yang tidak hanya sudah menyusup ke lingkungan pendidikan, aparat sipil negara, bahkan kalangan TNI/POLRI, Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko mengajak Ormas Katolik agar menjadi penjaga gawang persatuan. Hal ini disampaikan Moeldoko saat menerima Forum Ormas Katolik di Bina Graha, Kantor Staf Kepresidenan, pada Jumat, 5/7.

“Kalau bicara isu radikalisme, terorisme dan politik identitas, suara saya selalu tinggi. Saya tak pernah kendor dan betul-betul serius menangani isu ini. Jangan sampai Indonesia berada pada ‘point of no return’ dan kita meninggalkan warisan yang buruk pada ada anak cucu kita,” ujar Moeldoko.

Panglima TNI 2013-2015 ini menegaskan, kita harus bekerja keras, dan menaruh perhatian tinggi pada berkembangnya paham-paham tersebut, di antaranya dengan penekanan pada penguatan nilai-nilai kebangsaan.  “Ini situasi yang tak mudah. Menjaga demokrasi, tapi juga memperhatikan stabilitas agar tak kemudian jadi anarkis,” kata Moeldoko.

Dalam kesempatan ini, wakil mantan Gubernur Lemhanas ini menyampaikan rasa terimakasih kepada berbagai organisasi kemasyarakatan, termasuk ormas Katolik, yang giat mendengungkan nilai-nilai kebangsaan. “Saya tidak sangsikan teman-teman ormas Katolik punya semangat luar biasa dalam hal ini. Mari tumbuhkan kesadaran bersama di tingkat antar rumput untuk memerangi kebangkitan politik identitas dan intoleransi,” tutur Moeldoko.

Tidak hanya isu radikalisme

Audiensi Forum Ormas Katolik dengan Kepala Staf Kepresidenan dipimpin Muliawan Margadana dari Komisi Kerawam KWI didampingi Ketua Presidium Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA), Hargo Mandiraharjo, anggota Dewan Pakar ISKA Agung Pambudhi (Dewan Pakar ISKA), anggota presidium ISKA Joanes Joka, Subiyanto dari Sekretariat Nasional Forum Masyarakat Katolik Indonesia, serta anggota presidium Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Fibrisio Marbun.

Dalam kesempatan ini, setiap wakil ormas Katolik menyampaikan pandangan, harapan, dan kontribusi yang telah dilakukan tiap organisasinya guna menggempur paparan radikalisme di masyarakat luas.

“Kami berharap agar lima tahun ke depan pemerintah tegas mengantisipasi kegiatan-kegiatan bernuansa radikalisme, sehingga fondasi dasar kehidupan berbangsa bernegara dan juga pembangunan Presiden Jokowi membawa Indonesia menuju negara maju tidak diganggu oleh isu-isu ini,” ucap Subiyanto.

Sementara itu, Fibrisio Marbun menambahkan, PMKRI turut ambil bagian dalam menjaga keberagaman dan persatuan. “Melalui gerakan #Kita_Indonesia, PMKRI mengajak seluruh elemen masyarakat memegang teguh persatuan dan kesatuan,” imbuhnya.

Topik lain dalam pertemuan ini yakni terkait pentingnya literasi kebangsaan, dukungan kepada pembentukan Badan Talenta Nasional, Badan Regulasi Nasional, Badan Riset Nasional serta harapan agar pemerintah mempersiapkan area industri UMKM yang kerap kesulitan mengakses regulasi.

“Pembangunan sumber daya manusia yang menjadi fokus Presiden Jokowi pada lima tahun ke depan sangat besar, luas dan komplek sekali tantangannya. Kita berharap dukungan semua pihak untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara maju dengan mengoptimalkan SDM unggul di dalamnya,” tandas Moeldoko.

Felicia Permata Hanggu

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here